Sungai Raya-eQuator.co.id. Indikasi mafia tanah bermain di Kalimantan Barat tak main-main. Kasus tanah pun bisa mereka rekayasa.
Dugaan persekongkolan untuk merugikan orang lain itu, salah satunya, terkuak di persidangan Pengadilan Negeri Mempawah. Objek tanah yang diperkarakan terletak di Parit Derabak Desa Parit Baru, Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
Hal ini disampaikan oleh DR. Herman Hofi Munawar saat menggelar konferensi pers di Pontianak, Sabtu (23/11/2024). Ia menjelaskan, kasus tanah Parit Derabak ini berawal dari pengaduan William Andrean Bianto. Selaku pemilik sertifikat ke Polres Kubu Raya. Atas pemagaran yang dilakukan oleh Madiri pada tanggal 31 Januari 2022.
Sesuai Tanda Bukti Laporan/Pengaduan Nomor : TBL/54/I/2022/KALBAR/RES KUBURAYA. Namun, menurut ia, pengaduan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan benar oleh penyidik Polres Kubu Raya.
Pada 23 Februari 2022 Madiri membuat pengaduan balik dengan berbekal surat SPT Th 2021 yang diregister oleh Musa, SHI selaku Kades Parit Baru, terkait alas hak penerbitan SHM No. 1314 milik William Andrean Bianto diduga palsu.
Tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 2 bulan penanganan, pengaduan Madiri ditingkatkan statusnya menjadi LP sesuai LP Nomor :
LP/B/153/IV/2022/SPKT.SATRESKRIM/POLRES KUBURAYA/POLDA KALIMANTAN BARAT
tanggal 26 April 2022.
Tahun 2024, penanganan kasus tanah Parit Derabak ini ditarik ke Ditreskrimum Polda Kalbar. Oleh penyidik Ditreskrimum Polda Kalbar telah ditetapkan 2 orang tersangka berinisial KA dan AR. Serta telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Mempawah.
Herman Hofi bertindak selaku penasihat hukum AR. “Sekarang klien kami
sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Mempawah,” terangnya.
Menurut ia, dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum (JPU) terlihat bahwa kasus ini penuh dengan rekayasa dan sangat dipaksakan. Sebab, uraian fakta yang disampaikan dalam surat dakwaan adalah ketidakbenaran yang sangat nyata.
Ia melanjutkan, surat dakwaan adalah dokumen tertulis yang berisi tuduhan resmi terhadap terdakwa atas tindak pidana yang diduga dilakukannya. Dokumen ini disusun oleh JPU dan digunakan sebagai dasar dalam sidang pengadilan.
“Bagaimana sidang pengadilan bisa berjalan dengan benar, jika didasari surat dakwaan yang isinya tidak benar,” geram Herman.
Ia menyebut, salah satu ketidakbenaran isi surat dakwaan yang dibuat JPU adalah isi SPT atas nama Madiri tahun 2021. Yang dijadikan bukti kepemilikan pelapor sehingga kasus bergulir sampai pengadilan.
Herman menerangkan, dalam surat dakwaan, JPU menguraikan riwayat penguasaan atau kepemilikan tanah Madiri yang merupakan pelapor.
Yaitu: SPT (surat pernyataan tanah) a.n. ASMIN / 03-02-1953 alamat di Cabang kiri Parit Derabak Rt.006 Rw.014 Desa Parit Baru Kec. Sungai Raya Kab. Kubu Raya.
Letak tanah Jln. Arteri Supadio Parit Derabak Rt.006 Rw.014 Desa Parit Baru Kec. Sungai Raya Kab. Kubu Raya luas tanah 10.690 m2. Dengan batas-batas :
Utara berbatasan dengan : Tanah Asia
Timur berbatasan dengan : Parit Derabak
Selatan berbatasan dengan : Komplek Duta Bandara
Barat berbatasan dengan : Komplek Duta Bandara. Yang ditandatangani dan cap jempol atas nama ASMIN dan saksi-saksi MUHAMMAD dan ASNAWI. Bernomor register 593 / 26 / Pem, tanggal 24 Mei 2018, Desa Parit Baru Kecamatan Sungai Raya atas nama MUSA, SHI.
Yang kemudian sebagian tanah tersebut ASMIN serahkan kepada SURAHMAN,
dengan luas 1.200 m2 (panjang 100 m x lebar 12 m) yang ditandatangani ASMIN dan saksi MOH. NADIN dan JUMAIN.
Kemudian ASMIN pada 26 Februari 2020 menyerahkan sebidang tanah tersebut kepada MADIRI, sebagaimana Surat Pernyataan (penyerahan Ganti Rugi usaha / jual beli) dari ASMIN kepada MADIRI terkait sebidang tanah berlokasi di Jalan Arteri Supadio/ Jalan Parit Derabak Rt.006 Rw.014 Desa Parit Baru Kec. Sungai Raya, Kab. Kubu Raya. Yang ditandatangani dan cap jempol ASMIN (Yang Menyerahkan) dan MADIRI (Yang Menerima Penyerahan) dan saksi MOH. NADIN dan ASNAWI dan diketahui oleh Kepala Desa Parit Baru MUSA, SHI.
Nah, dari uraian riwayat kepemilikan tanah Madiri, Herman menyatakan, jelas-jelas JPU membuat surat dakwaan berdasarkan ketidakbenaran. Hal ini terlihat dari luas tanah milik Madiri yang tertulis dalam SPT 2021 seluas 10.690 m2.
“Fakta yang benar adalah seluas 9.490 m2 karena berkurang 1.200 m2 yang sudah menjadi milik Surahman atas pemberian Asmin sebelum menyerahkan kepada Madiri, dan jika dilihat dari batas-batas tanah dalam SPT 2021 yang dibuat oleh Madiri, batas batas tanahnya pun masih sama dengan SPT atas nama Asmin tahun 2018, seharusnya sudah berubah dengan salah satu batasnya berbatasan dengan tanah milik Surahman,” papar Herman.
Ditegaskannya, tidak perlu ahli hukum untuk menafsirkan uraian riwayat kepemilikan
tanah milik pelapor yang disebutkan oleh JPU dalam surat dakwaan. “Anak sekolah dasar saja sudah cukup untuk menghitungnya,” tukas Herman.
Ia sempat mengira ada kesalahan ketik yang dilakukan JPU dalam surat dakwaan. Namun setelah dilakukan pengecekan terhadap bukti-bukti yang dilampirkan dalam berkas perkara ternyata hal tersebut benar adanya.
“Bukti riwayat kepemilikan tanah Madiri sudah kami amankan, supaya tidak bisa direkayasa atau dirubah oleh pihak-pihak tertentu,” ungkapnya.
Herman menambahkan, dalam ilmu hukum, SPT 2021 atas nama Madiri dapat dikatakan cacat hukum. “Dimana cacat hukum itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik pada suatu peraturan,
perjanjian, kebijakan, atau suatu hal lainnya,” urainya.
Hal ini, sambung ia, disebabkan ketidaksesuaian dengan hukum, sehingga tidak mengikat secara hukum.
“SPT tahun 2021 atas nama Madiri jelas-jelas cacat hukum, sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan dengan mendasari laporan Madiri yang menggunakan SPT itu adalah proses yang cacat hukum karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, oleh karenanya harus segera dihentikan dan dinyatakan batal demi hukum,” tegas Herman.
Dalam penerapan pasal 263 KUHP, ia kembali menerangkan, hal yang paling pokok harus dilakukan oleh seorang penyidik adalah pemeriksaan mendalam terhadap surat yang dimiliki pelapor. Termasuk riwayat dari timbulnya surat dimaksud. Sehingga benar-benar dapat diambil kesimpulan bahwa surat yang dimiliki pelapor adalah asli. Dan yang dimiliki atau digunakan oleh terlapor adalah surat palsu.
“Ini menyangkut demi hukum dan tegaknya keadilan bagi para pihak,” terang Herman.
Selain ketidakbenaran riwayat kepemilikan tanah Madiri, Herman juga menemukan hal yang menurutnya merupakan sesuatu yang sangat tidak logis. Dan bertentangan dengan peraturan.
Hal dimaksud adalah uraian yang disampaikan JPU dalam surat dakwaannya, yang menyebutkan berkas permohonan penerbitan sertifikat Ariyanto pada tahun 2012 belum ditandatangani oleh saksi-saksi Abdul Hadi dan Ahmad Endek.
Selanjutnya JPU menyebut bahwa dari tahun 2012 hingga tahun 2016 Ariyanto membiarkan saja berkas permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik tanah yang diajukannya tersebut berada di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kubu Raya.
Menurut Herman, jika dilihat kelengkapan berkas permohonan Ariyanto pada tahun 2012 yang belum ditandatangani saksi-saksinya, pasti berkas tersebut akan dikembalikan kepada Ariyanto selaku pemohon. Karena berkas permohonan akan dinyatakan tidak
lengkap oleh petugas loket penerimaan berkas di Kantor BPN Kubu Raya.
Dalam Lampiran III Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Tanah terlihat jelas alur proses permohonan sampai dengan terbit sertifikat, dimana setiap berkas permohonan akan melalui pemeriksaan di Loket Pelayanan. Apabila dinyatakan tidak lengkap, maka berkas permohonan akan dikembalikan kepada pemohon, namun apabila dinyatakan lengkap, maka berkas akan diterima dan akan berproses ketahap selanjutnya.
Dengan adanya fakta bahwa berkas permohonan Ariyanto sejak didaftarkan tidak pernah dikembalikan oleh pihak BPN Kubu Raya, maka dapat dipastikan bahwa sebenarnya berkas permohonan Ariyanto sudah lengkap.
“Inikan aneh, tidak mungkin BPN Kubu Raya menyimpan berkas pemohon yang tidak lengkap selama bertahun-tahun dan tidak dikembalikan kepada pemohon, karena jelas menyalahi aturan,” ujarnya.
Selain itu, Herman juga menjelaskan adanya fakta ketidakbenaran lainnya. Yaitu uraian yang disampaikan oleh JPU dalam surat dakwaan yang menyebutkan saksi Sigit memberikan arahan kepada terdakwa AR agar pemohon atas nama Ariyanto memperbaiki permintaan yang ada dalam checklist perbaikan data pemohon.
Itu sebabnya Herman menyimpulkan, surat dakwaan yang dibuat JPU tergambar jelas skenario rekayasa yang sengaja dibuat untuk mendakwa AR, kliennya, seolah-olah sebagai pelaku pidana pemalsuan surat.
“Isi surat dakwaan dari Penuntut Umum adalah rekayasa besar untuk memfitnah dan menzolimi AR,” tegasnya.
Sambung Herman, “Namun yang disayangkan rekayasa ini didukung penuh oleh pimpinan masing-masing dari tingkat penyidik sampai tingkat penuntut umum, sehingga kasus dengan fakta yang tidak benar ini bisa terus berlanjut sampai ke pengadilan”.
Meski aroma persekongkolan itu berhembus kencang, Herman masih berkeyakinan Majelis Hakim akan bersikap obyektif dalam melihat kebenaran kasus ini. Dan dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
“Kami yakin Majelis Hakim Yang Mulia sudah dapat melihat ketidakbenaran dari surat dakwaan yang disampaikan oleh Penuntut Umum berdasarkan Eksepasi yang kami serahkan,” tandas Herman. (*)