eQuator.co.id – Pontianak-RK. Polda Kalbar memeriksa FSA yang memposting dugaan ujaran kebencian di akun Facebook miliknya. Perempuan yang menjabat Kepala SMP Negeri di salah satu Kabupaten Kayong Utara itu mendatangi Mapolda Kalbar sekira pukul 15.00 WIB, Selasa (15/5).
“Tadi sore dia (FSA) sudah datang dan masih dilakukan penyelidikan,” kata Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono.
Pemeriksaan terhadap FSA tersebut tampaknya menjadi atensi pihak kepolisian. Pasalnya, Kapolda dan jajarannya menjenguk langsung ketika FSA diperiksa di ruang Ditreskrimsum Polda Kalbar. Meskipun perempuan 37 tahun itu sudah diperiksa Polres Kayong Utara, Polda Kalbar tetap melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
“Polres Kayong Utara pemeriksaan awal, kita bawa ke Polda kaitanya dengan tenaga pemeriksaan,” ucapnya.
Jenderal Bintang Dua itu menuturkan, saat ini FSA masih menjalani pemeriksaan untuk pengumpulan alat bukti. Apabila alat bukti cukup, penyidikan bisa ditingkatkan ke penyidikan dan terancam UU ITE. “Kalau ditingkatkan dari penyidikan sudah punya status tersangka,” jelasnya.
Kapolda berkeyakinan, status FSA tersebut dapat ditingkatkan.
“Saya berkeyakinan statusnya bisa ditingkatkan menjadi tersangka,” sebut Didi.
Terpisah, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalbar Samion menuturkan, terkait kasus FSA pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan dari pihak kepolisian. Namun dia mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak PGRI Kayong Utara.
“Kita sudah melakukan koordinasi dengan pihak PGRI Kayong Utara terkait kasus ujaran kebencian yang diduga dilakukan oleh oknum guru tersebut,” katanya kepada Rakyat Kalbar, Selasa (15/5).
Samion menjelaskan, ucapan FSA banyak tidak konsisten. Untuk itu, PGRI Kalbar masih memantau sambil mengawal perkembangan kasusnya.
“Tadi malam kita dapat info saat diintograsi, (FSA) tidak konsisten ketika ditanya. Misalnya dia mengatakan, suaminya sekarang di Suriah, tapi kemudian dibantah bahwa suaminya sudah meninggal,” ungkapnya. Rektor IKIP-PGRI Pontianak ini menyarankan, oknum Kepsek tersebut harus tes psikologi.
Apabila status FSA berubah, PGRI akan menyerahkan kewenangan tersebut kepada dinas terkait.
“Karena yang bersangkutan PNS tentu kewenangan utama kita serahkan kepada institusi induknya Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara,” tutup Samion.
Sebelumnya FSA memposting di akun Facebook miliknya yang terkesan menuding bom di Surabaya sebagai pengalihan isu. “Sekali mendayung, 2-3 pulau terlampaui. Sekali ngebom: 1. Nama Islam dibuat tercoreng, 2. Dana triliyunan program anti teror cair, 3. Isu 2019 ganti presiden tenggelam. Sadis lu, bong…rakyat sendiri lu hantam juga. Dosa besar lu!!!,” tulis FSA di laman akun Facebook miliknya.
Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Arman Hairiadi