eQuator.co.id – Pontianak-RK. Peringatan ke-37 Hari Pangan Sedunia (HPS)/World Food Day yang digelar di Kalbar, Kamis (19/10), seolah menjadi momentum bagi Indonesia untuk bangkit. Mengembalikan julukan “Macan Asia” yang pernah disandang.
Keterpurukan Indonesia sebagai Negara agraris terlihat jelas ketika dalam kurun waktu cukup lama harus mendatangkan sejumlah komoditas pangan dari luar negeri. Contohnya jagung, beras, cabai, dan bawang.
Kini, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menyebut, Indonesia mampu berdikari. “Sekarang kita tidak impor lagi beras, tidak impor lagi jagung. Dulu kita impor 3,6 juta ton (jagung), sekarang, hari ini, kita sudah tidak impor lagi, bahkan kita persiapan ekspor,” ungkap Amran, dalam sambutannya pada acara pembukaan HPS di Makodam XII/Tanjungpura, Kabupaten Kubu Raya.
Beberapa kesepakatan telah dilakukan dengan sejumlah negara. Seperti hari ini (Jumat, 20/10), di Desa Tunggal Bakti, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, akan dilakukan ekspor perdana beras asal Kalbar sebanyak 25 ton ke Malaysia.
Selain beras, dikatakan Amran, Malaysia juga siap menerima ekspor jagung. Kesepakatan ini bakal berjalan mulus, kata dia, lantaran saat ini Indonesia surplus produksi jagung.
“Kami sudah janjian tadi pagi, kami telpon dengan Menteri (Pertanian) Malaysia, mereka siap menerima impor jagung dari Indonesia. Kita siap untuk ekspor 3 juta ton, nilainya kurang lebih Rp10 triliun,” ujarnya.
Imbuh Amran, “Kami sudah MoU (memorandum of understanding/membuat nota kesepahaman) dengan Menteri Pertanian Filipina. Di depan (Presiden Rodrigo) Duterte, di depan bapak Presiden (Joko Widodo), itu ada potensi 1 juta ton, berarti kalau 4 juta jadi Rp12 triliun. Ini baru cerita jagung”.
Meski sejumlah produktivitas tanaman pangan telah berhasil surplus, Kementan tetap mendorong peningkatan produksi lebih dari yang dicapai saat ini. Amran menyatakan, akan mendorong peningkatan produksi tanaman pangan strategis lainnya.
“Insya Allah nanti ke depan itu,” tukasnya.
Dalam peringatan HPS di Kalbar ini, seluruh provinsi di Indonesia ambil bagian memeriahkan. Beragam produk tanaman pangan hingga olahan dipamerkan. Hadir pula perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) of The United Nations (Perserikatan Bangsa Bangsa) Mark Smulders, Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan, dan sejumlah gubernur dari provinsi lain.
“Hari Pangan Sedunia ke-37 ini, kami jadikan momentum untuk melompat lagi untuk menyelesaikan pangan-pangan yang belum swasembada. Dan mengembalikan kejayaan rempah-rempah Indonesia seperti 500 tahun yang lalu. Itu perintah bapak Presiden,” papar Amran.
ROMBAK REGULASI
Ternyata, dari impor menjadi zero import jagung membuat Indonesia mendapat perhatian dari negara lain. Belum lama ini, Amran mengklaim, pada pertemuan Menteri Pertanian se-Asia, beberapa negara menyebut akan datang ke Indonesia. Mereka ingin tahu upaya yang dilakukan Indonesia sehingga tidak lagi impor jagung.
“Insya Allah, dalam waktu dekat, tiga menteri pertanian (Negara asia,red) ke Indonesia. Bulan lalu, empat atau lima menteri pertanian dari negara lain, bahkan salah satu ada wakil perdana menteri. Mereka mengatakan langsung, “Kami ingin berguru, apa yang dilakukan Indonesia sehingga bisa stop impor jagung”,” bebernya.
Walau dianggap telah berprestasi baik, Amran menuturkan, stop impor ini tidak lain kerja keras semua pihak. Terutama para petani.
Pihaknya hanya melakukan beberapa upaya, yang diantaranya membenahi peraturan-peraturan yang mempersulit stakeholder pertanian Indonesia. “Terkadang yang menghambat adalah regulasi yang kita buat, kita sudah melakukan perubahan total atas perintah bapak Presiden,” ungkapnya.
Salah satu perubahan regulasi yang dilakukan Kementan, dijelaskannya, merombak proses perizinan bagi investor di sektor pertanian. “Kami mempermudah investor, ajak investor ke pertanian, kami garansi untuk mempermudah mereka,” beber Amran.
Gayung perbaikan dunia pertanian ini langsung disambut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar. Wakil Gubernur Christiandy Sanjaya menyatakan siap menjadi contoh bagi provinsi lainnya dalam membangun lumbung pangan di daerah. Khususnya di wilayah perbatasan negara.
“Kalimantan Barat siap menjadi role model (teladan) bagi provinsi-provinsi lain untuk mengelola kabupaten, kecamatan, sebagai lumbung pangan dunia,” ujar Christiandy, saat menyampaikan sambutan.
Surplus padi yang dihasilkan dari sejumlah daerah di perbatasan yang memiliki kualitas baik di pasaran, dikatakannya, ternyata memikat pihak Malaysia untuk mendatangkan beras jenis premium dari Indonesia.
Untuk tahap pertama, ekspor beras tahun ini sebanyak 25 ton. Kerja sama ini, diyakini Christiandy, bakal berlanjut dalam jumlah yang lebih besar pada tahun-tahun berikutnya.
“Kedepan harapan kita adalah ekspor beras Indonesia-Malaysia melalui border Entikong-Sarawak. Semoga dapat menjadi jawaban atas kesungguhan Kalimantan Barat secara khusus, dan Indonesia pada umumnya sebagai pintu perdagangan pangan dunia,” paparnya.
Ia mengatakan, tim khusus dibentuk untuk mempersiapkan rencana ekspor beras ke Malaysia. “Besok (hari ini,red) Menteri akan ke sana (Desa Tunggal Bakti, Sanggau), rencananya pak Sekda (Sekretaris Daerah Kalbar M. Zeet Hamdy Assovie,red) yang mendampingi,” tutur Christiandy.
Rencananya, ia sendiri akan standby di Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya, untuk menjemput Amran. Ekspor ini, dikatakannya, bagian dari apa yang disampaikan Menteri Amran. Kalau bisa, bukan hanya swasembada pangan. Surplus produksi yang diinginkan.
Dengan surplus, Indonesia bisa ekspor sehingga mendapat devisa. Pemprov bersyukur Kalbar bisa ekspor melalui program perbatasan.
“Untuk mendukung kemajuan perekonomian masyarakat di perbatasan yang nantinya menjadi sentra ekspor melewati Entikong. Ini yang kita rencanakan melaui kegiatan besok (hari ini),” terang Christiandy.
PETANI HARUS SEJAHTERA
Senada, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan. Ia menuturkan pangan merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saking pentingnya, dunia mendirikan badan pangan yang dinamakan Food and Agriculture Organizational of the United Nations (FAO). Khusus untuk mengantisipasi berbagai persoalan pangan.
Indonesia, kata Daniel, saat ini jumlah penduduknya lebih dari 250 juta jiwa, dan akan terus bertambah setiap hari. Sehingga, pemerintah memiliki tantangan sangat besar untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyatnya.
“Tidak ada cara lain, kita harus mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan untuk Indonesia,” ujarnya.
Dijelaskannya, sektor pangan tidak boleh sekali-sekali bergantung kepada negara lain. Artinya, Indonesia harus mandiri sebab merupakan ketahanan bagi kehidupan bangsa.
Nah, lanjut dia, untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan urusan perut ini, pemerintah memiliki dua tantangan. Pertama, ketersediaan atau produksi. Saat inim lahan produktif di Indonesia semakin berkurang karena terjadi alih fungsi yang cukup besar. Yang diakibatkan perubahan iklim, serangan hama, dan keperluan teknologi.
“Tetapi, untuk pertama kalinya sejak reformasi, yang sebelumnya lahan produktif itu berkurang, saat ini mulai bertambah,” terang Daniel.
Tantangan kedua, menurut dia, kesejahteraan petani. Di sisi ini, Daniel menyebut, keberhasilan meningkatkan produktivitas dan produksi lahan pertanian baru 50 persen dari tugas pemerintah.
“Kalau petani belum sejahtera maka pemerintah belum berhasil 100 persen. Petani adalah pahlawan dan pejuang pangan untuk 250 juta perut rakyat Indonesia,” tutur anggota DPR dari daerah pemilihan Kalbar ini.
Kesejahteraan petani dalam pandangannya diukur dengan meningkatnya pendapatan mereka. “Pemerintah harus segera memperbaiki tata niaga pangan, jangan sampai petani yang sudah bekerja keras tetapi yang mendapat untung terbesar adalah mereka yang bukan petani,” pintanya.
Pada 2018 nanti, ia berharap fokus pembangunan dunia pertanian Indonesia adalah memperkuat wilayah hilir pangan. Sehingga petani tidak hanya memproduksi, tetapi juga menjual hasil produksinya.
“Petani bisa memindahkan nilai tambah pangan, bukan hanya kepada pengusaha,” jelas Daniel.
Dikatakannya, kesejahteraan petani bukan hanya sebuah objek. Apalagi dianggap sekedar eksploitasi untuk mengejar target produksi pangan.
“Jadi petani harus menjadi subjek yang harus pertama kali disejahterakan dalam persoalan pangan, Ini adalah amanat undang-undang nomor 18 tentang kedaulatan pangan, tidak boleh tidak, harus ditegakkan,” tegasnya.
Itu sebabnya, ia mewanti-wanti, sampai kapan pun, pemerintah Indonesia tidak boleh menghilangkan subsidi untuk petani. “Ini merupakan mekanisme formal mewujudkan keadilan sosial bagi petani,” tandas Daniel.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL