eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Dalam rangka persiapan pengamanan Pilkada serentak 2018, Mabes Polri menggelar Rapat Koordinasi Bidang Operasional di Hotel Golden Tulip Pontianak, Senin (5/2) pagi. Rakor yang dipimpin Asisten Bidang Operasi (AsOps) Kapolri Irjen Pol Iriawan ini dihadiri WaAsOps Panglima TNI, para Karo DeOps Polri, serta Komisioner KPU RI, Komisioner Bawaslu RI.
Hadir pula dalam Rakor tersebut Kapolda se Kalimantan, Pangdam se Kalimantan dan Danrem se Kalimantan. Selain itu, ada pula Danlanud Supadio Pontianak, Danlatamal XII Pontianak, jajaran Kodam XII Tanjungpura, jajaran Kodam VI Mulawarman, serta seluruh Polda se Indonesia menghadirkan Kepala Biro Operasi, Direktur Intelejen, Direktur Sabhara, dan Dansat Brimob.
Iriawan mengatakan, Rakor ini untuk menyamakan persepsi dari unsur terkait baik di internal kepolisian maun dengan TNI. Sebab Pilkada 2018 berbeda dengan sebelumnya. Pilkada ini merupakan Pemilu terbesar di dunia. Ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten yang melaksanakan Pilkada serentak. Sehingga ini merupakan hal yang khusus.
“Partai politik akan all out untuk bisa merebut memenangi agar jagoannya menjadi kepala daerah nanti. Tentu situasi akan meningkat. Sebab itu kami berkumpul di sini untuk menyamakan presespsi,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela Rakor.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini menyampaikan, bahwa pengamanan Pilkada kali ini berbeda. Biasanya di-backup, tetapi tahun ini sulit dilakukan. Pasalnya, hampir semua Polda melakukan pengamanan. Kecuali Polda Papua Barat yang akan membantu Polda Papua.
Pengerahan pasukan jika digeser, maka Polda harus mengelola pengamanan sendiri. Selain itu, harus ada bantuan TNI yang maksimal.
“Jika tadinya hanya sepertiga dari kekuatan seluruhnya, sekarang di ubah. Jadi TNI sekitar dua per tiga, namun baru terpenuhi sekitar 54 persen atau kurang lebih hampir 100 ribu. Ini yang kita namakan penyamaan presepsi,” paparnya.
Hasil pemetaan rawan konflik, Kalbar menjadi salah satunya. Ini dilakukan supaya wilayah tersebut tidak under estimate (menaksir terlalu rendah). Justru lebih baik disiapkan pengamanan maksimal. Dengan penyamaan presepsi ini nantinya petugas di lapangan betul-betul akan mempersiapkan diri lebih baik. Sebab, Mabes polri tidak akan memberikan bantuan pasukan kepada daerah yang menyelenggarakan Pilkada.
“Karena habis, artinya tinggal 5.000 itu cadangan Brimob untuk penggamanan ibu kota. Yang kedua, itu untuk kontijensi atau ada konflik sosial baru bisa turun, di luar itu tidak bisa,” jelasnya.
Termasuk Pilkada di Kalbar kata Iriawan, Mabes Polri bukan tidak mau membantu atau mengirim pasukan. Sementara pasukan yang ada untuk cadangan dan anggarannya juga tidak sesuai. Pasalnya, 5.000 cadangan Brimob disiapkan untuk kontijensi (hal yang tidak terduga terjadi) seperti bencana alam, konflik sosial atau terorisme. “Kalau kita kasi ke Kalbar ini bantuan (pasukan) nanti daerah lain pada minta dan Pilkada ini yang siapkan anggarannya APBD,” ucapnya.
Iriawan meminta kepada para Kapolda agar memaksimalkan bantuan TNI. Menurut dia, Kalbar sudah cukup sesuai permintaan Mabes Polri yaitu ada dua per tiga kekuatan TNI. Misalnya jika polri 4.000 personel, maka personel TNI harus 3.000. “Meskipun kategori termasuk rawan akan bisa terlaksana dengan damai lah, saya optimis terhadap Kalbar,” ungkapnya.
Pemetaan daerah rawan ada sepuluh variabel, baik itu dari hasil pengamatan intelejen dan ahli lainnya. Dia menjelaskan, Kalbar termasuk daerah rawan karena keberagamannya. Di Kalbar, ada calon dari etnis Dayak dan Melayu. Ada juga seperti di Jawa Barat yang bertarung antara partai oposisi dan partai pemerintah.
Tetapi bukan berarti itu akan terjadi konflik. Oleh sebab itu, strategi Polri dalam pengamanan Pilkada harus bijak menggunakan pola proaktif preventif – mengedepankan penggalangan dan pembinaan.
“Ini bukan berarti terjadi, tidak. Kita antisipasi saja. Oleh sebab itu, dipersiapkan maksimal, dikedepankan pedekatan, penggalangan,” paparnya.
Terkait pengawasan media sosial, masing-masing Polda sudah ada timnya. Mabes Polri juga ada Direktorat Cyber. “Polda-Polda sudah membentuk di resersenya sehingga akan ditindak lanjuti,” ucapnya.
Dia mengajak semua pihak agar berkampanye yang benar-benar sejuk dan damai. “Ingat penduduk Indonesia beratus suku, bahkan ribuan bahasa, itu yang kita pegang,” pesan Iriawan.
Sementara itu, Komisiner KPU RI, Viryan Aziz mengatakan, mengapresiasi, dan memberikan penghargaan yang tinggi terkait langkah Polri mengadakan Rakor tersebut. “Ini mengkonsolidasikan apa yang sedang dan telah dilakukan oleh KPU, begitu juga Bawaslu bagaimana kondisi terkait dengan aspek keamanan untuk Pilkada,” ujarnya.
Bagi KPU, poin pentingnya adalah ada beberapa belum dikomunikasikan menjadi terkomukasikan. Beberapa hal penting disampaikannya dengan Pilkada serentak ini mulai dari regulasi baru yang mungkin belum banyak diketahui publik. Kemudian akses informasi yang diketahui oleh publik. Selain itu, disampaikannya juga hal yang sederhana namun bisa menjadi strategis. Contohnya di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, salah satu masalahnya adalah sejumlah pemilih yang tidak tau dirinya tidak terdaftar.
“Ini di Jakarta, pada hal KPU memiliki sistem informasi data pemilih, ada website yang bisa diakses oleh siapa pun, untuk mengetahui dirinya atau tidak. Tetapi sebagian pemilih Jakarta yang kemarin di hari H yang muncul ke permukaan baru tau pada saat itu,” paparnya.
Dikatakan Viryan, sosialisasi akses informasi publik ini gencarkan lagi. KPU sekarang sudah ada portal informasi yaitu www.infopemilu.kpu.go.id. Di situs itu terdapat seluruh aktivitas Pilkada serentak 2018. Mulai dari data pemilih, data pasangan calon, kegiatannya, tahapannya dan anggarannya.
“Tapi ini belum banyak diketahui oleh publik,” ucapnya.
Bagi KPU kata dia, disetiap tahapan dan disetiap daerah ada potensi konflik. Untuk KPU mengoptimalkan konsolidasi organisasinya, mulai dari kesiapan teknis, logistik, aspek admintrasi serta pemahaman yang sama mulai dari jajaran atas sampai ke bawahnya. “Buat kami semua daerah adalah rawan. Untuk itu yang perlu dilakukan KPU berkomitmen bekerja dengan intergritas,” tutup Viryan.
Ketua Bawaslu Kalbar Ruhermansyah mengatakan, menurut indeks kerawanan Pilkada, Kalbar menempati urutan ketiga. Untuk itu bersama- sama melakukan koordinasi bersama stakeholders dalam kerangka pengamanan penyelenggaraan Pilkada ini.
“Tentu peran Bawaslu mensinergisitakan dengan pihak keamanan diantaranya, kami harus berkoordinasi terhadap wilayah yang dipetakan rawan, baik konflik maupun pelanggaran,” ujarnya
Bawaslu menyiapkan jajarannya untuk tidak melakukan hal sifatnya membuat suatu konflik baru. Maka harus berintigritas, profesional memiliki kepastian hukum. Merangkul semua perserta pemilu (calon) untuk pencegahan terhadap pelanggaran. “Itu untuk mencegah konflik tadi dan kami juga tidak berpihak. Itu pasti,” ucap Ruhermansyah.
Sementara itu, Penjabat (PJ) Gubernur Kalbar Dodi Riyadmadji mengingatkan, Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas di Pilkada serentak ini ini. Jangan ada yang berpihak pada salah satu pasangan calon peserta Pilkada. “ASN harus menjaga netralitas dengan mengedepankan kepentingan pelayanan kepada masyarakat,” tegasnya saat menjadi inspektur upacara awal bulan di lingkungan Pemprov Kalbar, Senin (5/2).
Dikatakannya, ASN tak boleh ikut dalam politik praktis. ASN harus bisa menempatkan diri di tengah hiruk piluk pesta demokrasi. “Meskipun ASN juga memiliki hak pilih, tetapi tetap ada larangan para abdi untuk mengambil langkah politik praktis,” ujarnya.
Sesuai Pasal 87 Ayat 4 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, disebutkannya ASN bisa diberhentikan dengan tidak hormat jika menjadi anggota atau pengurus partai politik. Sedangkan di Pasal 4 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin ASN, bahwa setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. “Oleh karena itu, ASN harus menjaga netralitas dalam berbagai kegiatan atau aktivitas politik selama dan sesudah pelaksanaan Pilkada serentak 2018,” pesannya.
“Bagi ASN yang tidak menaati ketentuan dan melakukan pelanggaran terhadap larangan akan dijatuhkan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” timpal Dodi.
Laporan: Rizka Nanda, Ambrosius Junius