Kalbar Low Endemis Kusta

ilustrasi. net

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK.  Tahun 2023, Indonesia ditargetkan bebas penyakit kusta. Kalbar termasuk provinsi yang low endemis kusta (Prevalensi < 1/10.000 penduduk).

Tahun 2017, prevalensi Kalbar 0,03/10.000 penduduk. Sedangkan tahun 2018 prevalensi Kalbar 0,04/10.000 penduduk. “Begitu juga kabupaten/kota, tidak ada prevalensinya yang 1/10.000 penduduk,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Harry Agung, kemarin.

Menurutnya, paradigma pengobatan kusta sekarang sudah bergeser. Karena stigma di masyarakat, dulu pengobatan disentalisasi ke Rumah Sakit khusus kusta. Sekarang dengan paradigma baru, kusta dapat dilakukan di Puskesmas dan didekatkan kepada masyarakat. Kusta dapat diobati. Obatnya gratis,” katanya.

Penderita kusta bisa sembuh setelah mendapatkan pengobatan yang tepat. Penangganannya dilakukan dengan pemeriksaan dan pendiagnosaan secara benar. Pemeriksaan menggunakan metode cardinal sign atau laboratorium. “Keluarga penderita juga tidak perlu dikucilkan, distigmatisasi,” imbuhnya.

Saat terdiagnosa kusta, perlu dilakukan konseling kepada penderita dan keluarga. Karena pengobatan penderita memerlukan waktu cukup lama. “Tipe pausi basiler/PB: 6-9 bulan, tipe Multi Basiler/MB: 12-18 bulan,” tuturnya.

Penderita akan diberikan obat khusus kusta. Yaitu Multiple Drug Terapy (MDT). Obat ini tersedia di fasyankes utama (Puskesmas) dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Obat tersebut disuplai Dinkes Provinsi yang bersumber dari WHO melalui Kemenkes RI. Penderita dapat diberikan MDT satu minggu terlebih dahulu untuk melihat perkembangannya. Jika tidak ada masalah dalam pengobatan awal bisa diberikan untuk satu bulan. “Apabila petugas kusta difasyankes mengalami masalah dalam pendiagnosaan kusta, mereka berkonsultasi ke wakil supervisor (wasor) kusta kab/kota,” paparnya.

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan micobacterium leprae. Kendati begitu, penularannya sulit dan sangat lamban. Karena harus melalui kontak erat dan lama dengan penderita kusta. “Tidak benar penyakit kusta itu mudah menular. Umumnya gejala penyakit kusta baru dapat terlihat 6 bulan – 2 tahun. Bahkan gejala baru terlihat sampai 10 tahun,” terangnya.

Setelah ditangani dengan pengobatan MDT, penderita dan keluarga harus tetap dipantau. Keluarga penderita juga harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada yang tertular. Pemeriksaan dilakukan secara kontak atau survei. Setelah dinyatakan sembuh, penderita hidup normal kembali.

Selama pengobatan, penderita tetap dipantau. Apakah penderita mengalami alergi obat ataupun reaksi kusta yang dapat menimbulkan kecacatan. “Sebaiknya pemantauan dilakukan minimal enam bulan setelah penderita dinyatakan sembuh,” jelas dia.

Kusta kerap dicap sebagai penyakit yang menakutkan. Sehingga menimbulkan stigma sangat kuat di masyarakat. Peran tenaga kesehatan sangat penting untuk mengedukasi masyarakat agar penderita dan keluarga tidak dikucilkan.

 

Laporan: Rizka Nanda

Editor: Arman Hairiadi