-ads-
Home Nasional Kaji Aturan Sepeda Motor sebagai Ojol

Kaji Aturan Sepeda Motor sebagai Ojol

NGETEM. Ojek online sedang ngetem menunggu orderan di salah satu ruas jalan Kota Pontianak, Jumat(16/2). Suci Nurdini Setiawati-RK

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Surat edaran Menteri Perhubungan mengenai tarif ojek online (ojol) akan rutin dievaluasi. Di sisi lain, Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas pun akan ditinjau. Kementerian Perhubungan berharap adanya evaluasi motor sebagai kendaraan umum.

Melihat kemajuan teknologi di bidang transportasi, Kemenhub membuat aturan mengenai ojol. Dalam UU 22/2009 tidak disebut bahwa sepeda motor merupakan angkutan umum. Sehingga tidak ada payung hukum. Namun dengan adanya Peraturan Menteri Perhubungan nomor 12/2019 dan surat edaran mengenai tarif ojol, maka ada aturan baru. ”Saat kami (jajaran Ditjen Perhubungan Darat, Operator, dan pengemudi ojol) datang ke Komisi V DPR, diberitahu kalau sudah dalam prolegnas perubahan UU 22,” tutur Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi.

Untuk itu dia berharap agar tidak ada upaya untuk menolak PM 12/2019 hingga ada payung hukum untuk motor sebagai angkutan umum. Menurutnya jika PM tersebut digugat maka akan melemahkan surat edaran mengenai tarif. ”Jangka pendeknya ini yang bisa kami berikan (PM 12/2019), jangka panjangnya nanti kita komunikasikan dengan DPR apakah setuju untuk angkutan umum seperti sekarang?” kata Budi.

-ads-

Lebih lanjut pria 56 tahun itu menjelaskan kalau aturan tarif akan dilakukan evaluasi rutin. Jaraknya tiga bulan sekali. Jadi ketika aturan tarif batas atas dan batas bawah untuk ojol diterapkan per 1 Mei, maka Agustus akan dilakukan evaluasi. Evaluasi memang tidak selalu mengubah nomilan tarif batas atas dan bawah. ”Evaluasi melibatkan tim riset independen. KPPU kita libatkan, YLKI, Kominfo, dan Kemnaker juga dilibatkan. Mudah-mudahan biaya jasa ini mendekati keinginan semua pihak,” ucap Budi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa tarif yang ditetapkan kementeriannya merupakan titik tengah antara kepentingan aplikator dan pengemudi. Di sisi lain, tarif  batas atas dan bawah juga bisa dijangkau oleh masyarakat. Apalagi ada pembagian tiga zona yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat. ”Aplikator hanya ingin mendapatkan market base  besar sehingga harga murah, di sisi lain asosiasi ojol mintanya semaunya-maunya, minta Rp3.000,” katanya.

Ketua Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan bahwa regulasi ojol harus menjamin adanya peningkatan pelayanan. Terutama dengan penerapan tarif maka keamanan dan keselamatan harus ditingkatkan. ”Aspek ini menjadi sangat krusial, karena pada dasarnya sepeda motor adalah moda transportasi yang tingkat aspek safety dan securitynya paling rendah,” ucapnya.

Tulus berharap dengan adanya aturan tersebut maka perilaku ugal-ugalan pengemudi ojol tidak ada lagi. Dengan demikian kecelakaan lalu lintas karena motor diharapkan akan turun.

Untuk pengawasan, Tulus menyarankan agar Kemenhub bersinergi dengan Kominfo. Kominfo berwenang dalam regulasi aplikasi. (Jawapos/JPG)

Exit mobile version