Jutaan Warga Hengkang meski Tak Ada Perang

Venezuela, Produsen Minyak Dunia yang Kini Temaram

Oil Platform

eQuator.co.idCaracas-RK. Venezuela pernah menjadi negara terkaya keempat di dunia pada 1950. Saat Hugo Chavez menjadi presiden pada 1999, angka kemiskinan Venezuela berkisar 55 persen. Angka itu bertahan sampai Chavez meninggal dan Nicolas Maduro menggantikannya. Kini angka kemiskinan Venezuela mencapai 76 persen. Dan, trennya akan naik terus.

Terpuruknya perekonomian Venezuela melahirkan krisis baru di negara berpenduduk sekitar 31 juta jiwa itu. Bukan lagi krisis ekonomi, tapi krisis kemanusiaan. Penduduk-penduduk yang putus asa kepada Maduro dan jajaran pemerintahannya tak mau terus-terusan hidup susah. Mereka nekat mengungsi ke negara tetangga. Brasil, Peru, Argentina, Cile, dan Kolombia.

”Eksodus warga telah menempatkan Venezuela pada posisi baru yang tidak pernah kita lihat sebelumnya,” tegas Geoff Ramsey, pengamat politik pada Washington Office on Latin America, organisasi riset khusus HAM. Dalam wawancara dengan Bloomberg, dia menegaskan bahwa yang terjadi di Venezuela bukan lagi sekadar masalah domestik.

Sejauh ini, ada sekitar 2,3 juta warga Venezuela yang tinggal di luar negeri. Tiap hari, menurut data resmi pemerintah Kolombia, sekitar 5.000 penduduk Venezuela masuk ke wilayahnya. Itu belum termasuk yang mengungsi ke Brasil dan Peru. Juga, Cile, Ekuador, dan Argentina.

Gelombang pengungsi dari Venezuela dalam setahun terakhir sudah menyamai jumlah tahunan pencari suaka yang menyeberangi Laut Mediterania. ”Di Venezuela, penyebabnya bukan perang sipil. Tapi, dampaknya tidak berbeda dengan Syria dan Libya,” kritik Austin Bay, pengamat politik internasional asal Amerika Serikat (AS), sebagaimana dilansir Sun Journal Rabu (29/8).

Saat ini rakyat Venezuela tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah. Air bersih dan listrik juga menjadi fasilitas yang mahal. Hiperinflasi juga membuat pendidikan dan kesehatan terabaikan. Warga sibuk menyiasati kondisi yang serbatidak menguntungkan tersebut. Sementara itu, pemerintahan Maduro seolah tidak peduli dengan penderitaan rakyatnya.

Penduduk Venezuela yang mengungsi ke negara-negara tetangga itu terpaksa bekerja serabutan. Yang penting, mereka bisa makan. ”Setiap hari ada dua atau tiga orang yang datang untuk melamar pekerjaan. Mereka mau disuruh kerja apa saja,” ujar Jorge Lara, pemilik restoran Caraota di Bogota, Kolombia.

Tapi, Lara tentu tidak bisa banyak menolong. Tidak mungkin dia menerima pekerja serabutan lebih dari satu. Itu juga dialami para pengusaha Kolombia yang lain. Di Brasil, Peru, Argentina, dan Cile pun fenomena yang sama terjadi.  ”Pengalaman saya di sini tidak menyenangkan,” ujar Aury Durand. Jelas saja, perempuan yang sedang hamil delapan bulan itu bekerja di tempat cuci mobil. Perutnya yang buncit menghambat gerak-geriknya. Dia tak bisa gesit.

Namun, Durand termasuk beruntung. Sebab, meski hamil, dia tetap diterima bekerja. Sebagian besar pengungsi yang lain tidak beruntung. Mereka terpaksa melakukan apa saja supaya mendapatkan uang. Ada yang menjajakan permen di jalan-jalan ramai. Ada juga yang menawarkan jasa membersihkan kaca mobil.

Kondisi para pengungsi asal Venezuela yang memprihatinkan itu membuat Maduro malu. Dia memerintah mereka yang mengungsi agar segera pulang. Menurut Menteri Komunikasi Jorge Rodriguez, sebagian penduduk patuh dan kembali ke Venezuela. Pekan lalu ada sekitar 100 warga yang diterbangkan pulang dari Peru.

Sebenarnya, apa yang membuat Venezuela sekacau ini? Beberapa pengamat politik Venezuela menyebut paham sosialis Maduro yang kaku sebagai penyebab. Tapi, para ekonom mengatakan bahwa bibit krisis ekonomi itu sudah ada sejak era Chavez. Hanya, pemimpin yang oleh Maduro disebut sebagai mentor tersebut mampu menyiasati kondisi itu dengan kebijakan-kebijakan yang populis.

Di era Maduro, inflasi Venezuela bertambah parah. Prediksinya, sampai akhir tahun ini, inflasi Venezuela bisa mencapai 1 juta persen. Harga minyak dunia yang anjlok pada 2014 membuat produksi minyak Venezuela turun drastis. Padahal, negara itu sangat bergantung pada minyak. Menurut Strait Times, komoditas tersebut menyumbang 96 persen pendapatan negara.

Venezuela butuh terobosan. Sovereign bolivar, mata uang baru, yang dirilis Maduro bulan lalu diharapkan bisa memulihkan perekonomian. Tapi, itu saja tidak akan cukup kuat untuk membuat Venezuela mencapai posisi aman. Maduro butuh strategi khusus untuk mendongkrak sektor minyak dan kebijakan yang membuat masyarakat setia bertahan. (Jawa Pos/JPG)