eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, pada bulan Maret 2019 ini jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Kalimantan Barat mencapai 378.410 orang (7,49 persen).
“Jumlah ini bertambah sebesar 8,7 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2018 yang sebesar 369.730 ribu orang (7,37 persen),” ungkap Kepala BPS Kalbar Pitono, Senin (5/8).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 4,58 persen naik menjadi 4,60 persen pada Maret 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 8,84 persen naik menjadi 9,05 persen pada Maret 2019.
“Selama periode September 2018 – Maret 2019, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 2.300 ribu orang (dari 79.360 orang pada September 2018 menjadi 81.640 ribu orang pada Maret 2019), sementara di daerah pedesaan naik sebanyak 6.400 ribu orang (dari 290.370 orang pada September 2018 menjadi 296.770 orang pada Maret 2019),” papar Pitono.
Dia menyebutkan, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 77,71 persen.
“Tiga jenis komoditi makanan yang berpengaruh paling besar terhadap nilai garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan adalah beras, rokok kretek filter dan telur ayam ras,” terangnya.
Sedangkan tiga jenis komoditi bukan makanan yang paling dominan adalah biaya perumahan, listrik, bensin, biaya pendidikan dan perlengkapan mandi.
Untuk mengukur kemiskinan sendiri, dijelaskan Pitono, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
“Dengan pendekatan ini tentunya dapat dihitung headcount index yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk,” pungkasnya.
Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan mengatakan pada akhir Aprli lalu menyebutkan, dilihat dari posisi relatif tingkat kemiskinan kabupaten/kota se-Kalbar pada tahun 2018, yang menduduki angka kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Melawi yakni sebesar 12,83 persen dan yang terendah adalah Kabupaten Sanggau yakni pada angka 4,67 persen.
“Bila diperhatikan perkembangan angka kemiskinan 2018 dari masing-masing kabupaten/kota se-Kalbar, akan terlihat bahwa masih ada lima kabupaten yang berada di atas rata-rata nasional sebesar 9,66 persen, yaitu Melawi, Landak, Ketapang, Sintang dan Kayong Utara,” Katanya.
Sejak tahun 2018 pertumbuhan ekonomi di Kalbar berada pada angka 5,06 persen, sedangkan angka kemiskinan pada bulan September 2018 angka kemiskinan 7,37 persen, atau dibawah angka kemiskinan nasional yakni pada 9,66 persen. Jumlah penduduk miskin di Kalbar sebanyak 369.730 ribu jiwa, dimana hal ini selalu menunjukkan bahwa prosentase penduduk miskin di Kalbar selalu berada di bawah nasional.
“Jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Maret 2018, angka kemiskinan di Kalbar mengalami penurunan sebesar 0,40 persen, sejalan dengan hal tersebut, penduduk miskin Kalbar juga mengalami penurunan dari 387.080 jiwa pada Maret 2018 menjadi 369.730 orang pada September 2018 yang berarti penduduk miskin di Kalbar berkurang menjadi 17.350 orang,” jelasnya.
Dalam RPJMD tahun 2019-2023 Kalbar menargetkan pengurangan persentase penduduk miskin hingga 6.92 persen pada 2019, dari starting point di tahun 2018 sebesar 7,37 persen. “Kami harapkan Pemprov Kalbar dapat menurunkan angka kemiskinan hingga 5 persen pada tahun 2023,” harapnya.
Dia menyampaikan apresiasi kepada kabupaten/kota se-Kalbar yang sejak tahun 2017 hingga tahun 2018, yang telah dapat menurunkan prosentase maupun jumlah penduduk miskin di daerahnya.
Terdapat 8 isu strategis daerah yang menjadi tantangan yang harus dihadapi, yakni masih rendahnya kualitas dan daya saing SDM, kualitas regulasi, birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang relatif rendah, menurunnya daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup, minimnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi serta akses infrastruktur dasar.
Selain itu, masih rendahnya kesejahteraan penduduk, terjadinya kesenjangan ekonomi di masyarakat, belum adanya keterpaduan rencana sektor dengan rencana tata ruang, serta keberagaman penduduk Kalbar yang rentan akan konflik sosial, juga menjadi salah satu penyebab hal tersebut.
Laporan: Nova Sari
Editor: Andriadi Perdana Putra