eQuator – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai upaya oknum yang mencatut nama presiden dan dirinya masuk dalam kategori korupsi, karena mencoba merugikan negara sangat besar.
Kalla mengatakan hal tersebut usai menyaksikan persidangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said di Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), Rabu lalu (2/12).
“Semalam kita dipertontonkan, terbuka di Komplek DPR. Yakni, suatu upaya sekelompok orang pejabat pengusaha untuk mencoba merugikan negara sangat besar. Tragis juga bangsa ini,” ungkap JK dalam pidatonya saat membuka acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2015, di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (3/12).
JK menyatakan, orang yang disebut dalam rekaman tersebut bukanlah orang miskin. Karena, bisa makan empat kali dalam sehari. Tapi karena keserakahan, maka itu terjadi.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu melontarkan pertanyaan, kenapa ada dua hal di Indonesi yakni, kompok berani dan penakut? Menurut JK, bila dilihat sandiwara tragis dalam sidang Sudirman Said di MKD, dengan congkaknya semua dapat dikuasai dengan uang.
“Maka saya tadi bilang ke MPR, tinggal dua pimpinan lembaga yang selalu hadir, Pak Ketua MPR RI (Zulkifli Hasan, red) dan Pak Ketua DPD. Sedangkan yang satu sudang hilang,” sindir JK kepada Ketua DPR RI (Setnov) yang saat itu tidak hadir.
JK mengutarakan, akar dari korupsi karena ketidakpuasan atas apa yang telah dimiliki. Hal tersebut menimbulkan sifat serakah pada diri setiap orang. “Cegahnya gimana? Gaya hidup. Iman juga perlu, juga batasan-batasan dan kewenangan,” kata dia.
Dia mengaskan, korupsi saat ini telah menyentuh hampir seluruh sendi penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif maupun judikatif. Berdasarkan catatannya, tidak ada negara lain selain Indonesia yang melakukan tindakan hukum secara masif terhadap penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.
“Tercatat, ada sembilan menteri, 19 gubernur, 44 anggota DPR, dua mantan Gubernur Bank Indonesia, empat ketua umum partai yang telah dipenjara,” terangnya.
JK menambahkan, untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi diperlukan kerja sama dari seluruh pihak. “Pemerintah bertekad kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi,” tandasnya.
Sementara Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago berpendapat lain. Dia menilai, kasus pencatutan nama Presiden Jokowi telah menjadi komoditas politik JK agar kasus korupsi yang dilakukan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino, bisa ditutupi. Indikatornya, sikap JK yang terlalu ngotot mengarahkan polemik pencatutan nama presiden.
“Kemungkinan ini mainan JK. Jadi Sudirman Said dimanfaatkan oleh JK,” ujarnya kepada wartawan sat dihubungi, Kamis (3/12).
Dirinya menilai, bahwasannya sidang MKD untuk mengadili dugaan pelanggaran etika oleh Ketua DPR sangat kental aroma politisnya. Pasalnya, telah ditemukan surat siluman.
“Surat siluman itu ditujukkan oleh Sudirman Said ke pimpinan Freeport untuk menjamin perpanjangan kontrak pemerintah dengan mengubah peraturan sebelumnya. Namun di saat yang sama, Sudirman Said melaporkan dugaan rekaman Setya Novanto dengan Freeport mencatut nama presiden,” paparnya. (Indopos/JPG)