1994 silam, Lukman seorang pengusaha yang kini bergerak dibidang properti dan distributor kapas kesehatan di Kalbar, pernah ditawari menjadi pegawai honor di kantor sipil Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun kesempatan itu ditolaknya.
Bukan maksud pria kelahiran Pontianak, 40 tahun lalu itu tidak menghargai tawaran, namun karena dirinya sudah duluan kepincut pingin jadi pengusaha.
Lukman hanya mengambil cara lain untuk mengabdi kepada negara. Lukman bercita-cita bagaiman mendorong perekonomian Indonesia, khususnya Kalbar bisa bangkit. Dengan sektor-sektor yang dia kembangkan.
Namun, seiring berjalannya waktu, perjalanan menuju cita-citanya tidaklah selalu mulus. Lukman harus jatuh bangun. Jungkir balik dulu untuk membangun usahanya sendiri secara mandiri.
Sampai suatu waktu, saat berada di Jakarta, Lukman bertemu dengan orang dari Padang. Orang Padang itu sempat bilang ke Lukman, “Ada 99 pintu rejeki kalau kita usaha sendiri dan ada satu pintu rejeki kalau kita kerja sama orang lain”.
Kalimatnya sederhana, tetapi dalam maknanya bagi Lukman. Kalimat ini yang membuat Lukman enggan menjadi karyawan yang hanya mengandalkan gaji dari atasan atau perusahaan. Walaupun sebenarnya, dia berhasil mengantongi ijazah Diploma III dengan susah payah.
Lebih lanjut, bagaimana cerita Lukman dalam mengawali perjalanan membangun bisnisnya. Demikian wawancara selengkapnya bersama wartawan Rakyat Kalbar.
+Sejak kapan Anda mulai terjun ke dunia usaha?
-Jadi pengusaha ini memang suatu impian setiap orang dan harus diniatkan dari diri sendiri. Saya terjun ke dunia usaha sejak tahun 1995 sebagai kontraktor.
+Apa usaha awal yang Anda jalankan?
-Saya gabung sama kawan. Baik kontraktor di bagian pemerintahan maupun swasta. Tapi saya lebih serius di kontraktor swasta. Waktu itu, saya kontraktor untuk perangkat Solar Cell dan Rumah Battrei, salah satu Vendor Selular. Tak lama saya berhenti.
+Apa alasan Anda berhenti?
-Alasan saya karena kurang sehatnya persaingan dan intrik-intrik di dunia kontraktor, yang mungkin tidak cocok di hati saya.
+Apa sebenarnya yang memotivasi Anda menjadi pengusaha?
-Motivasi saya menjadi pengusaha, awalnya dari orangtua, yang asalnya pedagang kelontong. Jadi pengusaha merupakan pilihan saya sendiri. Karena saya pernah disuruh jadi honor di kantor sipil TNI, tapi saya tolak.
+Sebelumnya Anda pernah beberapa kali gagal mencoba usaha. Apa yang mendorong Anda sehingga bisa bangkit?
-Untuk menjadi pengusaha memang berat. Kendalanya adalah modal. Tapi menurut saya pengusaha itu adalah pejuang. Bagaimana kita bisa mencari solusi untuk dapat menjalankan bisnis yang kita geluti. Modal untuk jadi pengusaha itu adalah mental.
Mental dengan persaingan yang ada. Mental apabila kita diposisi yang terbawah. Mental apabila kita bisa bangkit kembali.
+Di bidang properti, segmen yang Anda tawarkan adalah tipe rumah 45 ke atas. Bagaimana Anda melihat prospeknya?
-Dunia properti memang akhir-akhir ini agak lesu, tapi kita berharap di awal tahun ini, usaha properti akan bangkit kembali. Saya yakin itu karena rumah merupakan kebutuhn primer setiap orang.
+Selain di bisnis properti, Anda juga bergerak dibidang usaha distributor?
-Distributor kapas kesehatan. Usaha ini sudah saya jalani selama tiga tahun. Alhamdulillah, per bulannya saya bisa menjual sebanyak 300 kilogram yang tersebar di setiap kabupaten.
+Kembali soal properti, bagaimana Anda bersaing dengan kompetitor dan sudah berapa banyak rumah yang Anda bangun?
-Dunia properti tetap menjadi prioritas bisnis saya. Saya berprinsip seberapa kemampuan untuk membangun rumah harus didasari dengan kemampun diri sendiri. Makanya saya bangun perumahan hanya berkisar 20-30 unit dan pindah mencari lokasi lain. Alhmdulillah, saya sudah punya empat lokasi. Syukuri dan nikmati apa yang dianugerahkan Allah SWT.
+Setelah membangun PT Duta Gamalama Properti, apa rencana Anda ke depan?
-Saya berencana merambah ke bisnis lain. Ke agrobisnis yang sekarang lagi saya pelajari. Tapi tidak meninggalkan bisnis-bisnis yang sudah ada.
Reporter: Fikri Akbar
Redaktur: Andry Soe