eQuator – Keberadaan Komisi Yudisial (KY) tak sekadar mendengar tapi juga memantau, mencermati, dan mereferensi kasus-kasus hukum hingga di Pengadilan. Di Kalbar, melalui kepanjangan tangan KY ikut meluruskan proses hukum dan keadilan.
“Kasus yang menjadi perhatian publik otomatis kami cermati, turun memantau persidangan. Untuk kasus Candi ini, insha Allah kami akan turun, koordinasi dengan tim. Kita akan cek dan referensi dalam kasus ini,” ungkap Ketua Tim Koordinator Komisi Yudisial Kalimantan Barat, Budi Darmawan, kepada Rakyat Kalbar, Rabu (4/11).
Salah satu kasus menonjol, oknum anggota DPRD Kota Pontianak Hendry Mahyudin alias Candi, yang didakwa memalsukan sertifikat tanah Yayasan SLB Dharma Asih Jalan A. Yani I bersama terdakwa lainnya.
Kasus yang bergulir dari Polda Kalbar menjadi perhatian masyarakat lantaran melibatkan oknum Dewan, tiga pasal yang dikenakan polisi diamputasi Jaksa Penuntut Umum, sampai ketatnya proses Pengadilan Negeri (PN) Pontianak lantaran Majelis Hakim melarang memotret suasana sidang.
“Kita berharap dalam persidangan ini jujur. Kalau orang atau personal agamanya bagus insha Allah menjaga amanah dengan baik selaku hakim. Dan menjatuhkan vonis tanpa mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegas Budi Darmawan.
Dijelaskannya, pemantauan oleh Tim KY di Kalbar dalam kasus Candi berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan. “Kita tidak seperti intelijen (kerja diam-diam), tetap minta izin dan koordinasi dengan Ketua PN bahwa sidang Candi ini kami pantau,” kata Budi dalam diskusi dengan RK di Jalan Suprapto, Pontianak Selatan.
Mengenai JPU memotong pasal dari tiga menjadi hanya satu atas tuntutan yang menyangkut pejabat publik yang seharusnya ikut mendidik masyarakat mematuhi hokum, KY Kalbar belum bersikap.
Ditanya apakah hakim dapat menaikkan hukuman lebih dari tuntutan atau lebih rendah dari tuntutan, “Kita tegaskan, Hakim harus tetap objektif. Melihat sisi keadilan yang benar-benar adil. Sekali lagi, jangan sampai mencederai rasa keadilan masyarakat,” tandasnya.
Budi meminta sekaligus mengingatkan majelis hakim yang ditunjuk oleh Ketua PN Pontianak untuk mengadili terdakwa Candi, untuk tetap lurus. Apalagi kasus yang diatensi masyarakat ini sangat mengusik rasa keadilan di masyarakat.
“Jangan sampai mencoba untuk bermain-main. Karena perhatian negara kepada hakim ini sudah besar. Cek di Kemerintrian Keuangan, gaji mereka besar. Bahkan dapat remunerasi. Kita percaya hakim masih banyak yang pro keadilan, masih banyak yang menjalankan tugas sebaik-sebiknya. Walaupun tidak dipungkiri ada oknum hakim yang bermain dengan perkara,” tegas Budi Darmawan.
BELUM SIAP
Sementara , agenda sidang putusan Candi dalam perkara pemalsuan sertifikat Yayasan SLB Dharma Asih yang dijadwalkan 3 November 2015, ditunda oleh Hakim Sutarmo. Alasan penundaan disebabkan berbagai faktor.
“Putusan belum siap dan hakim yang hadir cuma dua orang, maka sidang ditunda hingga Selasa (10/11) pekan depan,” kata Sutarmo kepada wartawan saat ditemui di PN Pontianak, Selasa (3/`11).
Sebelumnya, seperti diberitakan RK, Sutarmo malah menyatakan vonis sudah disiapkan dan menyilahkan wartawan menghadiri sidang. Alasan lain, “Sudah hampir sepekan panitera pengganti sakit. Selain itu kemarin listrik juga padam,” dalihnya.
Namun begitu, Sutarmo mengakui dan menegaskan kasus pemalsuan sertifikat dengan terdakwa Hendry Mahyudin alias Candi ini, ada beberapa fakta yang tak bisa dibantah. Dan saat ini sudah ada putusan yang telah diambil oleh majelis hakim.
Dikonfirmasi, Hendri, SH, Penasehat Hukum Hendry Mahyudin alias Candi, kepada sejumlah wartawan yang meliput perkara kliennya, mengatakan bahwa dalam proses persidangan dirinya sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak menggunakan pasal 263 dan 266 KUHP seperti dijerat oleh pihak kepolisian.
“Kita sepakat dengan JPU tentang sangkaan pemalsuan yang tak nampak pada klien saya. Karena memang tidak dapat dibuktikan dalam dakwaan untuk klien saya,” ujar Hendri.
Kuasa Hukum Candi ini juga tidak sepakat kliennya dijerat dengan pasal 480 KUHP. “Karena klien saya ini memiliki hak atas tanah itu. Di mana balik nama atau pembelian itu melalui proses dan prosedur yang sah secara hukum. Kita melalui notaris,” ujar Hendri.
Ia mempertanyakan kesalahan kliennya dalam pasal 480 KUHP. “Harusnya kalau memang ada kesalahan atau ketimpangan tentu tak mungkin terjadi transaksi. Karena mereka pejabat publik (notaries,red) sudah melakukan verifikasi,” tambahnya.
Ia memrotes kerugian SLB Dharma Asih yang tertera pada dakwaan atas sejumlah sertifikat menjadi atas nama Candi tersebut. “Di situ dinyatakan ada kerugian Rp50 milyar. Tapi fakta transaksi yang ada hanya 50 juta saja. Ini menimbulkan pertanyaan,” ujarnya.
Mengapa kliennya minta dibebaskan? “Ini suatu harapan. Ya tidak ada masalah. Tinggal kita lihat saja pertimbangan dari hakim nanti,” katanya.
Laporan:Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL