eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kontes-kontes kecantikan tak pernah lepas dari pro kontra. Sebagian masyarakat menilai bahwa “memamerkan” anugerah dari Tuhan itu tidak bermanfaat. Namun, tidak sedikit yang meyakini kontes kecantikan punya nilai guna bagi peserta maupun penyelenggaranya.
Kurnia Yuniarti Abdussamad, meyakini banyak manfaat yang didapat dari ajang-ajang semacam itu. Perempuan yang pernah mewakili Kalimantan Barat pada ajang Miss Indonesia 2007 ini menceritakan pengalaman yang ia dapat ketika mengikuti kontes kecantikan tersebut.
“Mengikuti ajang tersebut adalah sebuah pelajaran berharga, sangat membantu membangun kepercayaan diri, belajar bertemu dengan orang-orang, secara tidak langsung karakter jadi terbentuk,” ujarnya dalam event Ngopi Yok, di GK Cafe dan Resto, Selasa (28/2).
Pengalaman pernah mengikuti dan menjuarai kontes-kontes kecantikan, menurut pemilik brand fashion Denia Ponti ini, menumbuhkan jiwa ksatria karena belajar menerima kemenangan dan kekalahan dalam sebuah kompetisi. Selain itu, ada nilai tambah ketika mencantumkan prestasi tersebut dalam curriculum vitae.
“Saya merasakannya ketika merantau, meniti karir sebagai pengusaha, diundang jadi pembicara, ini memang berguna,” tukas Denia, sapaan karibnya.
Namun, menurutnya, itu jelas tidak cukup. Tetap harus disertai kapasitas diri. “Kalau soal kecantikan banyak yang lebih dari saya, tapi saya cukup percaya diri bahwa ada yang lain yang bisa saya tampilkan yaitu intelektualitas,” ungkapnya.
Perempuan asal Sintang ini meyakini bahwa kualitas diri seseorang tetap yang akan menentukan keberhasilannya. “Kalau secara diri berkualitas, istilahnya kalau dilempar ke lumpur pun dia pasti bersinar, jadi kembali ke karakter pribadinya, ke individunya,” terang Denia. Ia juga menyebut beberapa nama perwakilan Kalbar yang pernah turut serta dalam kontes kecantikan tingkat nasional cukup mampu bersaing bahkan pernah jadi juara.
Denia juga menilai dukungan dari otoritas daerah sangat minim. “Ketika mengikuti Miss Indonesia itu saya nggak bergantung kepada pemerintah, bahkan dukungan pemerintah itu kurang, saya ngerasa kok kayak nggak disupport,” kenangnya.
Meski demikian, tetap banyak yang bisa diambil hikmahnya dari ajang-ajang kontes kecantikan. “Saya tidak tahu realita saat ini, setiap orang ada masanya, setiap waktu ada orangnya, tapi pada masa saya itu, saya merasakan mendapat banyak manfaatnya,” paparnya.
Walaupun mengakui bahwa kontes-kontes kecantikan masih jadi pro dan kontra, Denia merasa orangtua tidak perlu ragu mendorong anaknya untuk turut serta. “Seandainya kita punya anak yang punya penampilan yang menarik dan kapasitas intelektual yang baik, ikutkan. Karena akan membantu tumbuh kembang karakternya,” pesan dia.
Senada, Uray Henny Novita. Mantan anggota DPRD Kota Pontianak ini juga menilai banyak manfaat yang bisa didapat dari keikutsertaan dalam kontes kecantikan.
“Kita berkenalan dengan orang-orang, kenal dengan desainer, dan karena ketertarikan itu, putri saya sekarang juga terjun di dunia desainer,” kisahnya.
Ia sendiri mengaku keikutsertaannya dalam kontes kecantikan sebagai bentuk aktualisasi diri. Henny sudah gemar tampil di panggung sejak kecil.
“Jadi akhirnya ikut modeling-modeling, itu bajunya bikinan ibu saya jahit sendiri awalnya,” kenangnya.
Meski begitu, ia berharap ada peningkatan kualitas dari kontes-kontes kecantikan di Pontianak. Kunci menjaga kualitas dari ajang semacam itu berada di para penyelenggara.
“Kalau mereka diisi orang yang berkualitas, mereka pasti bisa menyaring,” jelasnya. Ia mencontohkan jika jurinya adalah orang yang berpengalaman, cukup melihat dari gaya duduk peserta atau dari gaya bicara, dia sudah bisa tau orang ini akan melaju sampai sejauh mana.
Dan, Henny ingin agar juara kontes ataupun duta-duta kontes punya peran dan manfaat signifikan. “Jangan lah mereka ini menjadi duta-duta pajangan, selesai, denger, dah gitu-gitu aja,” jelasnya.
Ia meminta pihak penyelenggara untuk menggalang kerja sama dengan instansi-instansi pemerintah atau perbankan agar bisa membuat ajang ini menjadi besar. “Karena kontes di sini itu berbanding terbalik misalnya dengan kontes serupa di tingkat pusat, ketika mereka ini ikut dan menang, mereka akan mendapat A B C D, dan ini tentu menjadi motivasi,” beber Henny.
Imbuh dia, “Jangan sampai duta-duta ini menjadi duta-duta sepi, yang ikut gawai setelah itu sepi-sepi saja, kita berharap mereka bisa menjadi orang-orang yng mumpuni di karir maupun karya mereka”.
Setelah jadi kampiun pun, peningkatan kapasitas diri harus dilakukan para peserta maupun “alumni” kontes. “Jangan sampai hanya pandai bicara, tapi kerja nggak benar,” tutup Henny.