eQuator.co.id – Sidoarjo-RK. Jalannya persidangan kasus dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim makin menarik. Dalam sidang lanjutan kemarin (24/1), pengacara Dahlan Iskan meradang. Sebab, mereka menemukan indikasi jaksa sengaja menyembunyikan barang bukti. Yakni, dokumen yang mereka anggap penting berupa keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Dokumen RUPS yang dianggap sengaja disembunyikan itu adalah RUPS pada 2001 dan 23 Mei 2002. Fakta tersebut terungkap ketika pengacara Dahlan Iskan bertanya kepada saksi Syamsuddin. Dia merupakan PNS Pemprov Jatim yang pernah menjadi Kasubbag Sengketa Hukum di biro hukum pada 1999–2005.
Saat itu, pengacara Dahlan Iskan, Agus Dwi Warsono, menanyakan berita acara pemeriksaan Syamsuddin di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Dalam poin 24, Syamsuddin ternyata pernah ditunjukkan oleh penyidik tentang dokumen RUPS 2001 dan 23 Mei 2002.
’’Apakah saksi saat diperiksa itu ditunjukkan dan melihat sendiri dokumen RUPS tersebut?’’ tanya Agus. Syamsuddin menjawab iya. Sontak jawaban itu membuat Agus meradang. Pengacara yang tergabung dalam kantor hukum Yusril Ihza Mahendra tersebut langsung meminta izin kepada majelis hakim untuk menyampaikan keberatannya.
’’Mohon izin Yang Mulia, kami menyampaikan keberatan. Dalam sidang sebelumnya (Jumat, 20 Januari 2017), jaksa penuntut umum mengaku tidak memiliki dokumen RUPS 23 Mei 2002,’’ ujarnya. Menurut Agus, saat itu, ketika pemeriksaan barang bukti di hadapan majelis hakim, JPU mengaku hanya memiliki dokumen RUPS luar biasa (LB) September 2003. Mereka tidak memiliki dokumen RUPS lainnya.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU memang berupaya menyudutkan Dahlan melalui dokumen RUPS LB September 2003. Menurut jaksa, dokumen itu menunjukkan RUPS LB yang mengizinkan pelepasan aset di Tulungagung setelah adanya penerimaan uang dari pembeli aset. PT PWU memang menerima uang dari calon pembeli sebagai jaminan pada sekitar Agustus 2003.
Nah, versi Dahlan Iskan, RUPS LB hanyalah bersifat pengesahan atas aset yang dijual. Izin terhadap pelepasan aset diputuskan dalam RUPS-RUPS sebelumnya, yakni 2001 dan 23 Mei 2002. Namun, pihak Dahlan tidak bisa mendapatkan dokumen RUPS-RUPS itu. Ternyata, dokumen tersebut sudah disita jaksa dan berusaha disembunyikan saat persidangan.
Hakim sempat menanyakan kepada tim kuasa hukum Dahlan apakah mengantongi bukti RUPS tersebut. Agus menjawab tidak memiliki. ’’Kami minim bukti, Yang Mulia. Sebab, semuanya sudah disita oleh penyidik,’’ ujarnya.
Menurut kuasa hukum Dahlan, Mursyid Murdiantoro, tidak mungkin kliennya membawa dokumen RUPS. Sebab, dokumen itu memang harus disimpan oleh PT PWU. Apalagi Dahlan sudah lama mundur dari PT PWU. Tepatnya sejak 2009, ketika Dahlan dipercaya menjadi Dirut PLN. ’’Jauh sebelum itu, Pak Dahlan juga tidak banyak aktif di PWU karena harus menghadapi transplantasi hati ke luar negeri,’’ ujar Mursyid.
Hakim akhirnya meminta dokumen RUPS tersebut disertakan sebagai barang bukti. ’’Diajukan saja ya dokumennya itu. Kalau pihak kuasa hukum ada, juga sertakan. Tidak masalah. Nanti kami yang menilai,’’ ujar ketua majelis hakim Tahsin.
Ditemui setelah persidangan, jaksa Trimo dan Lilik Indawati ngotot bahwa mereka tidak memiliki barang bukti RUPS 23 Mei 2002. Ketika ditanya wartawan mengenai penyidik kejati yang bisa menunjukkan dokumen tersebut saat pemeriksaan saksi, Lilik menjawab itu hanya fotokopian.
Jawaban Lilik itu tetap tidak bisa diterima kuasa hukum Dahlan. Agus Dwi Warsono mengatakan, jaksa mungkin lupa bahwa sejumlah dokumen yang dijadikan bukti dalam persidangan Dahlan Iskan juga berupa fotokopian yang dilegalisasi. Artinya, tidak ada alasan apakah dokumen tersebut fotokopian atau asli, tetap harus dihadirkan untuk membuktikan kebenaran materiil.
Seusai sidang, Agus mengatakan ada dua poin penting dalam persidangan kliennya. Pertama, jaksa yang kedapatan sengaja menyembunyikan barang bukti penting. ’’Soal itu sepertinya jaksa hanya ingin membuktikan dakwaannya benar, bukan kebenaran materiil,’’ ujarnya.
Yang kedua, Agus menganggap fakta persidangan mengungkapkan bahwa aset PT PWU tidak bisa dikategorikan sebagai barang daerah. Hal tersebut terungkap dari keterangan saksi dari Pemprov Jatim yang menerangkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Kepmendagri dan Otoda) No 11/2001. Dalam aturan itu, uang dan surat berharga tidak dikategorikan sebagai barang daerah.
’’Oleh karena itu, aset PT PWU termasuk pengecualian sebagai barang daerah,’’ ujarnya. Dengan begitu, lanjut Agus, pelepasan aset PT PWU tentu harus tunduk pada UU Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam tata kelola perseroan terbatas, tentu pelepasan aset cukup melalui persetujuan pemegang saham, yakni lewat RUPS. ’’Nah, keputusan pelepasan aset telah didapat direksi PT PWU melalui sejumlah RUPS. Antara lain, pada 2001 dan 23 Mei 2002,’’ terangnya. (Jawa Pos/JPG)