Lahir asli Magelang, si Karin 44 tahun paling demen makan-makanan yang manis-manis. Saking sukanya pada rasa manis, segelas teh dicampur dengan seperempat kilogram gula pasir. Bisa dibayangkan betapa manisnya rasa teh itu.
Umi Hany Akasah
eQuator.co.id – Saking manisnya, gula darah si suami, Donjuan, 48, pun ikutan ‘manis’ hingga tembus 300 mg/dL. Wajar saja kalau suaminya bolak-balik ambruk. Enak-enak kerja, sang suami langsung dilarikan ke rumah sakit, karena gula darahnya yang sudah tinggi, naik dua kali lipat.
Konsumsi obat diabetes pun sudah dilakukan. Apalah daya, semua usaha sia-sia. Obat sudah ditelan, tapi penyakit tetap datang kapan pun.
“Satu bulan saya bisa ambruk tiga kali. Opname sampai dua kali sebulan. Kepala cenut-cenut. Tapi, istri tetap saja ngasih makanan super manis,” kata Donjuan yang seorang PNS itu.
Dengan wajah masih pucat, bapak tiga anak itu memang baru saja keluar dari rumah sakit. Sambil menahan rasa sakitnya, Donjuan tetap memperkuat diri melangkahkan kaki untuk menalak cerai istrinya, Karin di Pengadilan Agama (PA), Klas 1A Surabaya, Jumat (13/1).
Proses pendaftaran talak cerai itu tak berlangsung mulus. Karin hadir bersama anaknya untuk menggagalkan talak cerai itu. Karin pun berjanji tidak akan memasak makanan manis, termasuk dengan pemanis buatan, seperti sebelum-sebelumnya.
“Palsu koen. Janji seribu janji. Tetap saja gawe sayur bayem dikasih gulo sak kilo. Mendem koen. Balik kono nak Grabak (Kecamatan di Magelang, asli Karin),” kata Donjuan emosi.
Mendengar ucapan sang suami, Karin menolak disalahkan. Ia justru menyalahkan suami yang mau saja dikasih makanan dan minuman manis.
“Sampeyan yang salah. Kenapa kok mau makan dan minum buatan saya. Sampeyan saja yang gragas (rakus),” kata Karin dengan wajah jutek.
Tidak satu kali ini saja Donjuan bakal menceraikan Karin, karena alasan sering naik gula darah. Melainkan sudah berkali-kali.
“Dari kecil saya makan yang manis-manis, tapi enggak papa tuh. Emang dasar situ saja yang penyakiten. Gregeten aku,” ketus Karin.
Versi Karin, sebenarnya ia selalu menyisihkan makanan yang tanpa gula maupun pemanis buatan. Namun, seringkali Donjuan emoh memakannya dan memilih makanan Karin dan anaknya yang rasanya manis.
“Ngene iki aku sing disalahno. Enak dewe, kok disalahno dewe,” ketus Karin lagi.
Ketika Karin lobi-lobi pembatalan talak cerai, Donjuan tampak masih marah. Anaknya juga terus meminta ayahnya untuk membatalkan perpisahan dengan ibunya.
“Terserah lanjut atau tidak. Lanjut pun sulit kok pisahnya. Mikir izin pemerintah, belum lagi urusan harta gono gini. Lak mending mikir gula darahnya. Ancen senengane repot,” ujar Karin. (Jawa Pos/JPG)