Inspirasi Mental dan Kemandirian Usaha dari Sang Ayah

Angga Fratama/Owner Kripik Aladin dan Aladin Kavling

eQuator.co.id – Angga Fratama, lahir dari ayah yang juga seorang pengusaha. Tidak heran jika bakat dan motivasinya di dunia wirausaha tak lepas dari sosok sang ayah. Angga banyak belajar dari almarhum terutama soal mental dan kemandirian.

Sewaktu masih kecil, pria kelahiran Kota Pontianak, 5 September 1991 ini sebenarnya sudah mulai berwirausaha. Yakni menjual buah-buahan dan mercon pada Hari Raya. Namun, dia baru serius menggarap usaha pada 2009, saat masih sekolah di SMK 03 Pontianak.

Usaha yang dijualnya pun bermacam-macam. Mulai dari cuci motor, jual pulsa dan counter HP. Karena dinilai bagus dalam penjualan pulsa, dia pun diberi bonus penjualan dari Tri. Salah satu perusahaan operator seluler Indonesia berupa satu unit motor Tiger.

Hingga berjalannya waktu, 2010, Angga mencoba membuat usaha pabrik sabun dengan brandMoon Light“. Modal usaha yang digunakannya berasal dari hasil usaha-usaha yang selama ini dijalaninya. Plus dengan menjual motor Tiger sebagai tambahannya.

Namun karena adanya persoalan eksternal dan internal sehingga membuat perusahaan sabun ini goyang, yang akhirnya berimbas pada manajemen yang buruk. Usaha ini pun tutup dua tahun kemudian. Namun Angga tak menyerah, pelajaran sang ayah membentenginya dari rasa takut dan pesimis.

Ketika pabriknya tutup, Angga terus mencoba berbagai usaha termasuk menjadi anggota pada salah satu jaringan usaha MLM. Yang ujungnya juga tak menuai hasil. Hingga 2014, Sekretaris Forum Kewirausahaan Pemuda Kota Pontianak ini mulai membuka usaha kripik gandum, yang di-branding-nya dengan nama “Kripik Aladin”. Usahanya ini terus berkembang hingga sekarang.

Tiga tahun berselang, 2016, Angga mulai membuka usaha di bidang jasa pemasaran properti dan kavling tanah. Untuk kavling tanah ini juga di-brand dengan nama Aladin, “CV. Aladin Kavling”.

Lebih lanjut, seperti apa dua usaha yang dijalani oleh mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris IKIP-PGRI Pontianak yang punya hobi gym, futsal dan football tersebut. Serta apa yang menjadi alasan pria yang juga aktif di organisasi Karang Taruna dan Hilo Green Comunity memilih usaha ini. Berikut wawancara selengkapnya bersama Rakyat Kalbar;

+Kenapa menggunakan nama “Aladin” untuk brand usaha Anda?

-Aladin adalah nama bapak saya. Saya pakai nama ini, karena ingin meneruskan tekat usaha dan bisnis papa yang telah bangkrut ditipu orang. Bapak saya dulu usaha mebel di Parit Mayor, namanya “Betuah Raya Mebel”.

Hanya dua usaha ini saja yang pakai nama “Aladin” sebelumnya tidak. Ayah saya sekarang sudah meninggal. Ibaratnya sebagai anak saya ingin melanjutkan spirit bapak saya.

+Anda juga sempat jatuh bangun dalam usaha. Bagaimana akhirnya Anda memilih dua usaha ini?

-Ya, setelah mengalami berbagai masalah dalam perusahaan sabun Moon Light, seperti adanya miskomunikasi internal, tambah lagi bahan baku yang kami pesan dari Jakarta, yang harusnya kelas satu tapi datangnya kelas tiga, akhirnya pelanggan banyak yang komplain. Pekerja juga berhenti memproduksi dan lainnya.

Setelah itu saya mulai mencari usaha-usaha untuk dijalani. Singkat cerita, ide atau inisiatif membuka usaha kuliner ini datang dari adik sepupu saya. Karena modal sudah habis dan saya juga masih punya pinjaman ke bank, saya akhirnya menjual sepatu dan barbel saya untuk tambahan modal. Karena memang posisinya lagi sulit. Karena untuk berobat ayah saya, kami menghabiskan uang sampai ratusan juta.

Untuk kavlingan sendiri merupakan hasil dari lobi-lobi saya. Sehingga saya mendapatkan peluang lokasi di Kubu Raya dan Pontianak. Diantaranya di Jalan Ari Karya IV, Jalan Usaha Tani dan Jalan Jamrud.

Sementara properti sendiri, sebenarnya saya hanya sebagai marketing penjualannya saja. Karena saya dulu sering ikut bantu jual, nah sekarang saya sambil menjual kavling sekaligus memfasilitasi perusahaan-peruasahaan properti yang mau menjual rumahnya. Sampai saat ini, saya kerjasama dengan tiga perusahaan properti, yang lokasi perumahannya ada di Siantan, Desa Kapur dan Tanjung Raya II.

Untuk dua usaha ini, kripik dan kavling, sama alamat pemasarannya. Yakni di Jalan Tanjung Raya II, Kecamatan Parit Mayor, Nomor 47.

+Kembali soal “Kripik Aladin”. Apa yang bisa Anda tawarkan ke konsumen?

-Kripik Aladin adalah kripik gandung. Kripik Aladin punya banyak rasa. Diantaranya, original, jagung bakar, jagung manis, balado, sambal balado, balado pedas manis, keju, ayam bawang, sapi panggang dan ekstra pedas level 5.

Untuk harganya, satu kemasan isi 70 gram seharga Rp6 ribu. Untuk kemasan yang isi 160 gram harganya Rp12 ribu. Harga ini berlaku untuk semua varian rasa.

+Bagaimana Anda memasarkannya?

-Kami pakai reseller ditambah dengan cara menitip di cafe-cafe. Sekarang sudah tersedia di empat cafe. Selain itu, kami juga melayani pesan antar. Konsumen dapat menghubungi nomor layanan di: 0896-9381-3838, BBM: 5BCD1EE6 atau di Facebook: Kripik Aladin.

+Untuk usaha ini berapa omzet yang Anda hasilkan?

-Tidak terlalu besar adalah untuk nutup bank. Untuk yang terbesar pernah sampai Rp11 juta per bulan. Kalau sepi biasa Rp3 jutaan.

+Soal kavling yang Anda jual. Keuntungan apa yang Anda tawarkan?

-Pertama lokasinya yang strategis, untuk yang di Kubu Raya hanya 30 menit dari Kota Pontianak. Kemudian, harga yang kami tawarkan murah. Bisa cash tempo. Untuk cash mulai dari harga Rp9 juta sampai Rp15 juta. Untuk kredit, mulai dari harga Rp15 ribu per hari. Kalau Anda beli ke kami, gratis biaya administrasi, gratis biaya balik nama dan gratis biaya pecah sertifikat.

Untuk kavling bisa langsung hubungi ke nomor HP: 0811-5780-90 atau di Facebook Aladin Kavling. Untuk kontak BBM sama dengan kuliner tadi.

+Sejauh ini, apa kira-kira kendala yang Anda hadapi?

-Modal. Tapi kita sebaiknya jangan terpaku ke modal. Kita harus bisa inisiatif. Bangun jaringan seluas-luasnya.

+Setelah dua usaha ini, apa cita-cita Anda ke depan dalam dunia usaha?

-Cita-cita saya ingin membuat Aladin Group. Saya ingin usaha kavling bisa lebih maju dari sekarang dan untuk kuliner bisa go nasional sampai ekspor.

Reporter: Fikri Akbar

Redaktur: Andry Soe