eQuator.co.id – Hari menjelang senja. Ada seorang jamaah masjid yang meninggal dunia. Keluarga memutuskan untuk mengubur malam itu juga.
Hampir bersamaan dengan itu, jaringan listrik PLN mati. Malam menjadi gelap gulita. Memang ada persewaan genset. Di kota Garut. Sekitar 20 Km dari rumah duka.
Untung saat itu ada Dr Ir Ujang Koswara. Pembuat lampu LED. Uko, panggilannya, punya produk lampu hemat energi jenis baru: lampu PJU gendong.
Lampu PJU gendong adalah lampu penerangan jalan umum. Dengan daya 60 watt. Yang terangnya setara lampu listrik 600 watt. Bertenaga baterai. Yang bisa digendong kemana-mana.
Dengan lampu PJU gendong, proses pemakaman jenazah bisa terlaksana. Walau aliran listrik PLN padam.
Lampu PJU gendong merupakan produk inovatif. Karya terbaru Uko. Dirancang untuk membantu petugas lembaga pertolongan bencana dan TNI dalam tugas-tugas di medan sulit.
Lampu PJU gendong dikembangkan dari produk lampu PJU generasi pertama. Yang wujudnya sama. Tapi dipasang permanen. Menggunakan tiang.
Prinsip kerja lampu PJU generasi pertama maupun kedua itu sama: menggunakan baterai sebagai sumber energi. Daya baterai diperoleh dari proses penyetruman menggunakan listrik PLN atau listrik genset.
Pada lampu PJU permanen, baterai di-charge menggunakan listrik PLN pada siang hari. Ketika malam tiba, lampu dinyalakan. Tidak menggunakan aliran listrik PLN lagi. Langsung dari baterai.
Konsep ini menolong PLN. Yang selama ini butuh pembangkit listrik besar. Untuk memenuhi beban puncaknya. Setiap malam. Salah satu sumber beban besar itu adalah lampu PJU.
Bayangkan. Satu lampu dayanya 600 watt. Berapa puluh ribu lampu untuk menerangi kota seperti Jakarta? Berapa untuk seluruh kota di Indonesia?
Sukses dengan lampu PJU bertiang permanen, Uko mengembangkan lagi menjadi lampu PJU gendong. Lampu ini disetrum siang hari. Setelah dayanya cukup, lampu PJU bisa dibawa kemana-mana.
Uko telah mengembangkan produk inovatif lampu LED yang hemat energi sejak 2008. Alumni ITB yang meraih doktor di Swiss itu awalnya menciptakan lampu untuk rumah tangga miskin yang tidak terlayani jaringan PLN. Satu rumah 6 lampu LED yang dihidupkan dengan sebuah aki.
Setiap bebeberapa ratus rumah dilayani oleh genset mini. Yang bisa dibawa dengan sepeda motor. Untuk menyetrum akinya.
Lampu LED hemat energi itu awalnya dirakit di lembaga pemasyarakatan. Oleh para narapidana. Kemudian dikembangkan pula di beberapa pesantren. Misalnya, Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor.
Hingga saat ini, Uko telah mendistribusikan lamu LED itu kepada 265 ribu keluarga miskin. Kalau dinilai dengan uang, nilainya sudah sekitar Rp 1 triliun. Tetapi Uko memberikannya secara gratis. Biaya untuk memproduksi lampu-lampu itu diperoleh dari dana CSR BUMN dan perusahaan swasta nasional. (jto)