Indonesia Juara II Perkawinan Anak Se-ASEAN, Presiden Terbitkan Surat Dorong RUU Perkawinan

ilustrsai. net

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Menjelang masa akhir jabatan, DPR masih memiliki segudang pekerjaan rumah. Salah satunya merampungkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU Perkawinan. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan Surat Presiden nomor R-39/Pres/09/2019 tertanggal 6 September 2019 kepada DPR.

”Dengan adanya Surat Presiden ini, kami mendorong DPR RI agar secepatnya mengesahkan revisi Undang – Undang Perkawinan,” ucap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yambise kemarin (9/9). Perubahan UU Perkawinan itu berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi pada 13 Desember lalu. Sebelumnya ada pengujian Pasal 7 ayat (1) UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang dibahas adalah batas bawah usia perkawinan bagi perempuan.

Dalam surat tersebut, Jokowi menugaskan Menteri PPPA, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Hukuman dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili Presiden dalam membahas RUU tersebut dengan DPR. Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa batasan menikah bagi perempuan adalah usia 19 tahun. Sebelumnya, batas usia minimalnya 16 tahun.

Saat ini Indonesia menempati posisi ke-2 di ASEAN dan ke-7 di dunia sebagai negara dengan angka perkawinan anak paling tinggi. Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu menyatakan satu dari sembilan perempuan usia 20-24 tahun menikah pada usia anak. ”Saat ini, Indonesia berada dalam kondisi darurat perkawinan anak,” ucapnya.

Yohana menyatakan bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak anak dan pelanggaran HAM. Selain itu perkawinan anak dapat menghambat wajib belajar 12 tahun. Sehingga menghambat indeks pembangunan manusia (IPM). ”Risikonya gizi buruk pada anak yang dilahirkan, stunting, serta munculnya pekerja anak dan upah rendah,” ungkapnya.

Dampak disahkan perubahan usia minal perempuan untuk menikah juga menyebabkan pengadilan agama akan punya legitimasi dalam menetapkan dispensasi bagi perkawinan. Menurut Yohana, KPPPA telah melakukan beberapa upaya demi menekan angka perkawinan anak.

Pada 2016-2018, Kemen PPPA bersama 18 Kementerian/Lembaga terkait dan 65 Lembaga Masyarakat menyusun Kebijakan PERPPU yang mendorong usia minimum perkawinan. Kemen PPPA juga menyusun kebijakan nasional pencegahan perkawinan anak, rencana aksi nasional tentang pencegahan perkawinan anak, dan membentuk pusat pembelajaran keluarga (PUSPAGA).

”Kami melakukan gerakan bersama kampanye pencegahan perkawinan anak di 11 provinsi,” bebernya. (Jawa Pos/JPG)