eQuator – Pontianak-RK. Jalan beton beraspal tipis selebar lebih kurang dua meter itu saksi hidup keindahan saat toleransi akan keberagaman dikedepankan. Dua rumah ibadah berdampingan di sana, hanya terpisah pagar setinggi semeter lebih.
Ya, di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sungai Beliung, Pontianak Barat, berdiri dua rumah ibadah yang persis bersebelahan, Masjid Nurbaitillah dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jeruju. Gereja itu telah berdiri sejak 33 tahun lalu.
Kemarin (25/12), menjelang Jumatan (saat Salat Jumat), di Gereja HKBP juga tengah berlangsung Misa Natal. Banyak jamaatnya yang terlihat berasal dari luar lingkungan Jalan Padat Karya. Namun, kenyamanan beribadah satu dengan lainnya tak terganggu.
Saat para muslim melintasi jalan di depan gereja menuju masjid dengan berjalan kaki, antarumat beragama itu saling sapa. Sejak dimulainya khotbah hingga Salat Jumat berlangsung, aktivitas di gereja pun sunyi. Hanya suara sayup yang terdengar dari sana.
“Kami rehat dulu 15 menit, nanti sambung lagi,” tutur Sihar B. Siagian, salah seorang jemaat Gereja HKBP, saat ditemui Rakyat Kalbar, di halaman gereja.
Usai memimpin ibadah misa, Pendeta S. Simanungkalit mengatakan, demi menciptakan kedamaian dan kerukunan dalam hidup bersama sesama manusia, sudah lama toleransi dan komunikasi antarumat tercipta di sana. “Kami saling mengerti dan saling membantu. Seperti tadi, kami komunikasi. Jika ada acara di masjid, kami berhenti dulu,” ujar Pimpinan Gereja HKBP Jeruju ini.
Ia melanjutkan, sudah 32 tahun gereja itu berdiri. Disusul dengan pembangunan masjid yang saling berdampingan. “Selama ini tidak pernah ada masalah, aman dan damai berdampingan. Ini yang saya minta kepada umat saya bagaimana bisa hidup berdampingan sesama umat Allah,” tuturnya.
Lanjut Simanungkalit, keharmonisannya yang terjaga dengan baik itu terlihat saat ada acara di masing-masing rumah ibadah tersebut. Ia mencontohkan, saat muslim punya acara, umat gereja menyediakan lahan parkir untuk umat muslim yang melaksanakan kegiatan di masjid.
“Umat kami juga pernah menyumbang kurban,” terangnya.
Senada, Pengurus Masjid Nurbaitillah, Sofian Ahmadi. Toleransi selalu dikedepankan. Bahkan, antarumat saling bekerja sama saat kegiatan keagamaan.
“Kalau ada perayaan mereka, kami diundang untuk berembug. Begitu juga ketika perayaan Idul Fitri dan lainnya, mereka juga membantu untuk menyediakan tempat parkir di halaman tempat ibadah mereka,” paparnya.
Bahkan, saat Idul Adha tahun lalu, lanjut dia, pengurus gereja memberi bantuan hewan kurban untuk masjid. Tidak hanya itu, dua pengurus tempat ibadah ini pun saling bergotong-royong menjaga kebersihan lingkungan masjid dan gereja. “Intinya kami saling membantu,” terang Sofian.
Soal waktu ibadah yang jamnya bersamaan, Sofian mengatakan selalu ada koordinasi antarumat. “Selalu ada konfirmasi jika ada perayaan seperti ini,” tutur dia.
Masjid Nurbaitillah berdiri di atas tanah yang dulunya milik gereja yang dibangun pada tahun 1982 itu. Pada tahun 2000, pihak pengurus masjid membeli bidang tanah seharga Rp31 juta yang kemudian dibangun dan diresmikan pada tahun 2004.
Begitulah, pagar pemisah dua rumah ibadah itu seolah bukan-apa-apa, ditembus kesepahaman mereka akan indahnya keberagaman. Kerukunan hidup beragama, saling menghargai, bertoleransi, telah berlangsung puluhan tahun di pemukiman padat tersebut. Keberadaan dua tempat ibadah bersebelahan ini menjadi simbol harmonisnya Kalimantan Barat, Indonesia yang sebenarnya.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Mohamad iQbaL