Hukuman Novanto Bisa Lebih Berat

Pernah Disanksi MKD

eQuator – Kasus dugaan pelanggaran etik yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto bisa membawa politikus Partai Golongan Karya itu dijatuhi hukuman yang lebih berat.

Mengingat Novanto pernah mendapat peringatan tertulis di pelanggaran etik sebelumnya, aturan kode etik anggota dewan mengatur hukuman yang lebih berat, jika kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam permintaan saham PT Freeport, yang bersangkutan terbukti melakukan itu.

Dalam kode etik anggota DPR, diatur azas keberulangan terkait sanksi. Dalam arti, jika ada anggota DPR yang sudah pernah disanksi etik, lalu terbukti melanggar kode etik lagi, maka hukuman kedua yang dijatuhkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa lebih berat dari yang sebelumnya. Ketentuan ini tercantum di pasal 20 ayat 3 peraturan DPR nomor 1 tahun 2015 tentang kode etik anggota DPR.

Dalam hal ini, Novanto pernah dijatuhi sanksi pertamanya, yakni teguran tertulis MKD karena melakukan lobi dengan kandidat calon presiden dari Amerika Serikat Donald Trump. Dalam kasus kedua yang dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Novanto bisa saja terancam hukuman tingkat selanjutnya.

Pasal itu menyebut, anggota DPR yang sudah pernah terkena sanksi ringan atau teguran tertulis terancam sanksi sedang atau pencopotan jabatan dari alat kelengkapan dewan atau pimpinan DPR.

Ketua MKD Surahman Hidayat saat dikonfirmasi di gedung parlemen menyatakan, secara teori aturan itu memang diatur. Namun, apapun keputusan MKD terhadap sang Ketua DPR tergantung proses pemeriksaan nanti. “Itu teoritisnya, nantinya memperberat atau memperingan tergantung pemeriksaan,” kata Surahman, kemarin (25/11).

Menurut Surahman, tidak perlu terburu-buru untuk membahas vonis karena pemeriksaan belum sekalipun dilakukan. Rapat internal MKD pun baru memutuskan bahwa pengaduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said kepada Novanto masuk ke proses persidangan. Dalam proses selanjutnya Surahman berjanji meneruskan proses persidangan sesuai tata cara beracara di MKD.

“Jelas (berpedoman), wong kami bikin bukunya kok, masa dilanggar,” jelasnya.

Sampai kemarin, MKD seharusnya sudah mulai menyampaikan materi aduan kepada teradu dan pimpinan fraksi. Surahman menyatakan, materi itu diserahkan secara bertahap sesuai dengan batas waktu penyampaian selama 14 hari. Tentu sudah ada (materi aduan), tapi perlu kelengkapan,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Dalam rapat internal terdekat pada Senin (30/11) mendatang, akan dirumuskan penjadwalan, inventarisasi pihak yang akan dipanggil selain pengadu dan teradu. Tidak menutup kemungkinan juga MKD akan membentuk kelompok kerja dalam menangani kasus Novanto.

“Tergantung, kalau nanti ada bagian-bagian yang perlu ditangani secara spesifik, ya kita bentuk. Nanti melalui pleno,” jelasnya.

Terpisah, keputusan Fraksi Partai Amanat Nasional mengganti dua orang anggota MKDnya ternyata didasari kondisi internal di MKD. Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto menyatakan, kondisi di MKD ditengarai mulai tidak sehat, yang sempat akan membatalkan aduan Menteri ESDM.

“Sudah ada gejala masuk angin. Sehingga kita meminta ketegasan teman-teman yang diutus jadi anggota MKD. Lembaga DPR tidak boleh masuk angin, terpengaruh intervensi atau lobi-lobi di belakang layar,” kata Yandri.

Menurut Yandri, upaya mempermasalahkan legal standing Sudirman adalah gejala masuk angin. Padahal, terlepas dari status Sudirman, MKD bisa merubah kasus pelaporan dugaan pencatutan menjadi kasus tanpa aduan. Karena itulah, Fraksi PAN merasa perlu untuk mengganti anggota MKD yang mewakili mereka.

“Kita minta terang benderang, tak ada kongkalikong. Diperbanyak rapat terbukanya, tak ada yang tertutup. Tidak boleh meninggalkan rapat-rapat, harus dikawal betul di MKD. Saya akan pantau terus,” kata politisi asal Banten itu.

Anggota MKD baru dari Fraksi Partai Nasdem, Akbar Faizal menyatakan, kasus yang terkait Ketua DPR menjadi perhatian besar publik. Sudah saatnya MKD menunjukkan posisinya yang mampu menjadi lembaga peradilan etik DPR secara adil. “MKD tak bisa main-main lagi, cukuplah sudah putusan tentang Trumpgate yang biasa saja. Kali ini harus serius,” kata Akbar.

Menurut Akbar, pihak-pihak yang disebut selain pengadu dan teradu tentu akan dimintai keterangan. Sebelum rapat internal MKD pada Senin digelar, rencananya akan digelar rapat pleno pimpinan MKD. Rapat itu akan membahas terkait mekanisme persidangan kasus. Rencananya, rapat pleno itu akan digelar pada hari ini. (Jawa Pos/JPG)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.