Hotspot Meluas, Stop Bakar Lahan

Polda Tetap Lakukan Pencegahan, Penanggulangan, dan Penegakan Hukum

PEMADAMAN. Petugas memadamkan api yang nelahap lahan gambut di kawasan pemukiman transmigrasi Desa Simpang Tiga, Kabupaten Kayong Utara, Senin (5/8). Kamiriluddin/RK –Berita Selengkapnya Baca Halaman 11-Kayong Utara

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kekeringan dan cuaca panas di Kalbar gampang memicu Karhutla. Untuk kesekian kalinya, Polda Kalbar atas nama tim gabungan pencegahan dan penanggulangan Karhutla, mewanti-wanti warga jangan membakar lahan baik pertanian maupun perkebunan dan properti.

“Selama ini, upaya-upaya pencegahan dengan pendekatan preventif baik lisan dan tertulis sudah masif  kita lakukan. Tidak hanya di tingkat Polda, Polres hingga Polsek, melalui peran Bhabinkamtibmas dan Babinsa, telah kita lakukan,” ujar Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go kepada Rakyat Kalbar, Rabu, (7/8) sore.

Karhutla yang telah menebar kabut asap di beberapa kabupaten di Kalbar membuat aparat gabungan harus terus siaga melakukan pencegahan, penanggulangan hingga penegakan hukum. Bahkan pemerintah pusat ambil perhatian.

Mindset masyarakat yang selama ini membuka lahan dengan cara membakar harus diubah  dengan metode-metode yang ramah lingkungan. Tidak dengan membakar,” tuturnya.

Pemasangan banner, pamflet, disertai dengan ancaman hukuman bagi pelaku pembakar lahan makin gencar. Akan tetapi, harus diakui langkah-langkah pencegahan itu masih terkendala oleh mindset masyarakat yang perlu diubah.

“Kalau masih terus (dilakukan pembakaran) akhirnya semua harus bisa berjalan komprehensif. Yang pencegahan iya, yang penindakan dan penanggulangan juga iya,” ujarnya.

Menurut Donny, Polda Kalbar menyiapkan sedikitnya 1.045 personil. Terdiri atas personil Polda Kalbar dan jajaran untuk pencegahan hingga penanggulangan Karhutla.
Personil tersebut dibagi dalam tiga tim, yang bekerja sama dengan pihak-pihak terakait.
Tim Pertama, Satgas Gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, BPBD dengan total personil sekitar 1500 orang.

“Mereka bekerja di 100 desa. Polri di sana ada 205 personil. Sedangkan TNI 1000 itu juga bekerja,” ungkapnya.

Tim kedua, pelaksana Operasi Bina Karuna, yang khusus personil Polri saja dengan  melibatkan 800 personil Polda dan 13 Polres. “Tim ini fokus di pencegahan berupaya agar tidak terjadinya kebakaran lahan,” jelasnya.

Ada pula 40 orang personil kepolisian yang bekerja sama dengan Manggala Agni. Tim ini bertugas pencegahan dengan melakukan patroli di daerah-daerah rawan Karhutla.

“Jadi tim-tim tersebut sebenarnya sudah berjalan bersinergi dengan instansi terkait. Kalau misalnya ada yang terbakar. Maka sesegara mungkin dilakukan pemadaman tidak membiarkan itu membesar sehingga kita pun sulit memadamkan,” tuturnya.

Langkah-langkah itu, kata Donny, merupakan pencegahan dan penanggulangan yang terus berjalan sampai hari ini. Disamping itu, upaya-upaya penegakan hukum juga dilakukan. Artinya lahan-lahan yang di temukan terbakar, proses penegakan hukumnya tetap dilakukan. Tetapi untuk sampai kepada siapa pelakunya perlu waktu.

“Kita tentunya perlu saksi dan alat bukti yang lain. Sambil kita coba telusuri dan kita coba gelar perkara apakah ini layak tingkatkan di penyelidikan menjadi penyidikan,” tambahnya.
Jajaran kepolisian terus melakukan pendataan terhadap lahan-lahan yang terbakar dengan menerjunkan personil untuk mendatangi TKP kebakaran.

“Kita tanyakan siapa pemiliknya, bagaimana proses terbakarny, apakah ada unsur kesegajaan. Atau mungkin karena memang kelalaian. Mungkin terbakar sendiri, jadi  banyak langkah-langkah yang kita lewati,” terang dia.

Sejauh ini Polda Kalbar mengaku belum menerima laporan lengkap apakah ada korporasi yang terbakar. Atau seluruhnya milik perorangan. “Sementara ini dari beberapa kasus, rata-rata milik perorangan,” ungkapnya.

Donny menegaskan, petugas tak segan-segan bertindak tegas. Misalnya kasus di Ketapang yang menjerat salah satu Kades yang masih berproses di Polres Ketapang.
“Hari ini dia dipanggil Polres Ketapang. Namun saya belum dapat laporan dia datang atau tidak,” akunya.

Apabila yang bersangkutan hadir dan hasil penyelidikan menunjukan ada unsur-unsur melawan hukum terpenuhi, maka dimungkinkan statusnya ditingkatkan menjadi tersangka.
Belajar dari beberapa kasus yang telah diungkap pihak kepolisian, masyarakat  harusnya bisa memahami bahwa  aparat penegak hukum tidak main-main dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pembakar lahan. Berkaca 2018 saja, ada 29 kasus yang diungkap dengan total tersangka 39 orang.

“Kita mengimbau masyarakat supaya lebih sadar lagi. Tidak bisa lagi membuka lahan dengan cara membakar. Munculkan kesadaran  masing-masing bahwa udara bersih untuk kita semua,” pungkasnya.

TIM ANTI KARHUTLA

DATANGI TITIK API

Di Dusun Asam Mareh, Desa Nyiin, kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak, seorang pemilik lahan, Cae (35) kaget. Ia didatangi Tim Anti Karhutla setelah membakar lahan untuk membuat kebun kepala sawit, Selasa (6/8).

Tim gabungan itu terdiri dari unsur TNI, Polri, BPBD dan Manggala Agni. Dipimpin Waka Polsek Ngabang, Iptu Indra Wahyudin. Cae ketahuan membakar lahan sebab titik api yang timbul dari ulahnya itu sempat tampil di data satelit Lapan. Dengan titik koordinat Latitude : 0.3562128 dan Longitude : 110.0542518.

Dari hasil penelusuran Google Maps, tim mengidentifikasi bahwa titik api berasal dari wilayah Dusun Asam Mareh,  Desa Nyiin, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak. Menurut Waka Polsek Ngabang, Iptu Indra Wahyudin, berdasarkan data tersebut tim langsung menuju lokasi. Dengan menempuh perjalanan selama sejam lebih.

“Syukurlah tim berhasil menemukan lokasi kebakaran sebagaimana yang tercantum dalam satelit Lapan,” ujar Indra.

Saat didatangi, kondisi api di lahan tersebut sudah padam. Cae selaku pemilik lahan juga masih di lokasi. Identitas Cae langsung didata. Luas lahan yang dibakar itu sekitar 0,4 hektar yang akan digunakan untuk membuat kebun kelapa sawit.

“Pemilik lahan sangat terkejut ketika tim langsung datang ke lokasinya dan tidak mengetahui bahwa pembakaran yang dilakukannya bisa terpantau satelit,” jelas Indra.

Ia berpesan kepada Cae agar tidak mengulangi perbuatannya itu. “Jika ada menemukan lahan atau warga yang membakar lahan, harus melapor ke pihak Kepala Desa atau Bhabinkamtibmas,” pintanya.

HOTSPOT DI KONSESI SAWIT

Di sisi lain, Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar mendeteksi titik panas atau hotspot di 10 lahan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit. Tersebar di empat Kabupaten.

Empat titik di lahan konsesi perkebunan di Sanggau. Dua di Kapuas Hulu. Tiga titik di Ketapang. Dan satu di Sintang.

“Berdasarkan data dari Lapan, 10 titik hotspot itu masuk di area IUP perusahaan,” tutur Kepala Dinas Perkebunan Kabar, Florentinus Anum, Rabu (7/8).

Untuk memastikan titik hotspot di lahan konsesi perkebunan sawit tersebut, Florentinus akan segera meminta Dinas Perkebunan di empat kabupaten itu melakukan kroscek.

Florentinus menyakini, kemunugkinan besar sepuluh titik panas di lahan konsesi perkebunan kelapa sawit tersebut tidak berada di lahan produktif.  “Bisa jadi hotspot itu berada di lahan kosong mereka. Karena kan, areal IUP tu kan luas. Namun, untuk lebih jelasnya kita akan konfirmasi dengan kabupaten setempat,” sebutnya.

Jika terbukti ada lahan perusahaan perkebunan terbakar, ia menegaskan akan menyerahkan ke aparat penegak hukum. “Kita di (dinas) perkebunan provinsi, sifatnya hanya membina. Ketika ini nanti menjadi masalah, aparat akan menindaklanjuti,” jelas Florentinus.

Ditambahkannya, kewenangan pengawasan penuh terhadap aktivitas koorporasi perkebunan sejatinya berada di masing-masing kabupaten. Sebab, setiap IUP konsesi perkebunan semuanya dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten. Dinas Perkebunan Provinisi hanya sebatas mengetahui.

“Maaf ngomong ya, kita ini tidak punya wilayah. Dan, yang mengeluarkan izin konsesi ini kan kabupaten. Kami juga menerima, tapi dibagian terakhir. Itu yang kita overlay-kan,” paparnya.

Senada, Gubernur Sutarmidji meminta pemerintah Kabupaten/Kota melalui unit kerjanya masing-masing menuntaskan persoalan kabut asap akibat kebakaran lahan. Terkait deteksi hotspot di 10 lahan konsesi itu, ia meminta pihak perusahaan yang bersangkutan segera memberikan klarifikasi, sekaligus melakukan penanganan secara cepat.

“Silahkan klarifikasi. Kalau dalam waktu 3×24 jam, masih ada api di situ, saya akan sanksi tegas. Perusahaan yang bandel saya akan cabut izinnya,” ucapnya.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan meluasnya titik panas (hotspot). Hal ini beresiko menimbulkan kebakaran hutan dan lahan, kabut asap, polusi bahkan kekeringan.

Berdasarkan hasil pemantauan selama dua minggu terakhir (25 Juli sampai 5 Agustus 2019) sedikitnya BMKG mengidentifikasi terdapat 18.895 titik panas di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono R. Prabowo mengungkapkan, informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN) dan Satelit Himawari (JMA Jepang). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.

“Kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar,” kata Prabowo dalam pernyataannya kemarin (7/8).

Oleh karena itu, BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  BNPB, Pemerintah Daerah (BPBD), Instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG, ada tren titik panas meningkat di berbagai wilayah ASEAN. Sejak 25 Juli 2019 terpantau sebanyak 1.395 titik meningkat menjadi 2.441 pada tanggal 28 juli 2019.

Kemudian titik panas mulai menurun pada tanggal 29 Juli 2019 menjadi sebanyak 1.782 titik, dan menjadi 703 titik pada tanggal 1 Agustus 2019. Jumlah titik panas meroket kembali menjadi 3.191 pada tanggal 4 Agustus 2019.  “Titik panas tersebut terkonsentrasi di wilayah Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, bahkan juga terdeteksi di Serawak (Malaysia), Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Filipina,” jelas Prabowo.

Ia menjelaskan, pada musim kemarau, pola angin dominan berasal dari arah Tenggara, hal ini mendorong arah penyebaran (trayektori) asap melintasi perbatasan wilayah Indonesia (transboundary haze).

Kondisi tersebut telah diantisipasi dalam bentuk informasi peringatan dini berupa monitoring sebaran asap dan prediksi zona kemudahan terbakar, dengan  menggunakan Fire Danger Rating System (FDRS) sampai 7 hari ke depan untuk wilayah ASEAN.

Dalam sistem tersebut terdapat peta prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran berdasarkan unsur cuaca untuk wilayah Asia Tenggara.  Prabowo menyebut dalam seminggu kedepan, setidaknya 6 hingga 12 Agustus 2019 wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Thailand, Malaysia, dan sebagian kecil Myanmar, Vietnam, Laos masuk kategori diprediksi “Sangat Mudah” mengalami kebakaran.

Prabowo menerangkan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di ASEAN sedang mengalami musim kemarau (monsun Australia) dimana pola angin secara umum berasal dari arah Tenggara yang bersifat kering.

Selain itu, kondisi musim saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi anomali suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang negatif khususnya di selatan ekuator. Kemudian ada kontribusi El Nino dengan intensitas lemah yg berlangsung dari akhir 2018 saat ini menuju kondisi netral, serta Indian Ocean Dipole Mode yang saat ini bernilai positif. “Hal ini mengakibatkan musim kemarau tahun ini lebih kering dari tahun 2018, dan kondisi lahan khususnya gambut secara potensi menjadi mudah terbakar,” paparnya.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Antonius, Abdul Halikurrahman, Jawa Pos/JPG

Editor: Mohamad iQbaL