Hotel Bintang Lima, Baju Kaki Lima

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Namanya mau jualan di event pameran keuangan syariah di Surabaya. Kostum kudu mendukung. Hari ini saya mau jualan kukusan bambu. Untuk menyeduh kopi. Dalam acara ISEF, pameran keuangan syariah terbesar di Indonesia selama seminggu.

Ceeburial bamboo cone coffee dripper. Namanya keren kan. Panjang lagi. Padahal kalau di-Indonesiakan lebih pendek: saringan bambu.

Setelah meriset beberapa konsep, akhirnya saya pilih dress code bertema barista bernuansa Islami. Sebut saja barista syariah.
Berangkat dari Jakarta Senin malam dalam kondisi terburu-buru, pakaian yang sudah saya siapkan ternyata ketinggalan. Entah di mana. Mungkin di kantor. Mungkin di taksi. Mungkin di rumah. Saya belum ingat.


Tapi Surabaya bukan kota yang asing buat saya. Dulu, pernah tinggal di sini 3 tahun. Pertama tahun 1991 – 1993. Menjadi wartawan “Jawa Pos”. Kedua tahun 1998 – 1999. Saat menangani harian “Suara Indonesia” yang sekarang bernama “Radar Surabaya”.


Dalam penerbangan Garuda, saya putuskan untuk membeli perlengkapan itu di Surabaya. Pagi-pagi sebelum acara. Toh pembukaan baru dilaksanakan pukul 19:00. Masih ada waktu.
Pukul 06:00 saya sudah kelayapan. Naik ojek. Ke Pasar Keputran, lalu ke Pasar Blauran dan akhirnya ke Pasar Turi. Ternyata belum banyak toko pakaian yang buka.


Beruntung tukang ojeknya baik. Dia punya referensi tempat bagus yang sudah buka sejak habis subuh. Lokasinya di belakang gedung Bank Indonesia. “Semua ada di situ. Tapi kelas kaki lima,” katanya.
Benar saja. Sampai di sana, sudah ada sekitar 30 pedagang yang buka lapak. Jualannya macam-macam. Dari baju dalam sampai peci.
Celana panjang warna hitam merk Cardinal di sini harganya Rp 85.000. Saya beli 2 potong. Setelah diskon menjadi Rp 150.000.


Pindah ke kios sebelahnya, saya mendapat peci hitam. Harga Rp 20.000. Saya tidak menawar. Cukup dengan menyodorkan selembar uang Rp 10.000 dan selembar Rp 5.000. Pedagang itu tidak menolak. Langsung ambil bungkus plastik.
Di sebelahnya ada pedagang celemek. Eh, kalau buat barista namanya apron. Harganya Rp 125.000. Saya tidak tawar. Selembar uang Rp 100.000 yang saya sodorkan langsung disambar.


Baju koko putih ada di lapak sebelahnya lagi. Harganya Rp 150.000. Dengan teknik yang sama, kena dengan harga Rp 75.000. “Penglaris, penglaris,” kata pedagang itu sambil mengipaskan tiga lembar uang saya itu ke barang dagangannya.
“Diantar kemana lagi Mas?” tanya tukang ojek itu.
“Hotel JW Marriot,” jawab saya.
“Serius? Memang menginapnya di sana?” tanya tukang ojek itu.
“Iya. Memang menginap di sana,” jawab saya.


“Heran saja saya. Menginapnya di hotel bertarip jutaan kok belanja bajunya di pinggir jalan?” tanya tukang ojek itu sambil memperhatikan saya dari kepala hingga kaki.
“Sstt…. rahasia. Saya sedang menyamar,” jawab saya. Tukang ojek itu tambah bingung tampaknya.


Nah, sekarang dress code saya sudah komplit. Sudah siap tampil di Paviliun Ciburial, Stand Bank Indonesia. Yang mau foto bareng atau minta tanda tangan (jiaaah kayak artis saja) bisa datang ke Grand City Mall lantai 4 mulai Rabu pagi.


Anda bisa membeli produk kukusan bambu #Ceeburial atau sekedar minum kopi gratis bikinan barista syariah. Sampai jumpa… (jto)

*admin disway.id, redaktur tamu equator.co.id