eQuator – DPRD Provinsi Kalbar akan melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri terkait Raperda Inisiatif DPRD Provinsi Kalbar ihwal Raperda Masyarakat Adat.
Anggota DPRD Provinsi Kalbar, Martinus Sudarno mengatakan, berdasarkan hasil keputusan sidang paripurna DPRD Provinsi Kalbar, di mana ada satu fraksi menolak, dua fraksi menerima dan lima fraksi menghendaki adanya konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. “Maka diputuskan kita melakukan konsultasi ke Kemendagri dulu,” ucap Martinus Sudarno, di Gedung DPRD Provinsi Kalbar, Kamis (12/11).
Menurutnya, apapun hasilnya nanti akan disampaikan kembali dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Kalbar. “Kalau kementerian mengizinkan kita meneruskan Raperda ini kita teruskan, tetapi kalau kementerian dalam negeri memutuskan tidak boleh meneruskan maka kita berhenti di sini,” timpalnya.
Legislator PDI Perjuangan itu menambahkan, adanya rekan-rekan di dewan yang berbeda pendapat terkait Raperda ini dan harus dikonsultasikan ke Mendagri. “Jadi masih ada keragu-raguan dari rekan-rekan dewan yang lain. Jadi untuk menghilangkan keraguan maka diperlukan konsultasi,” paparnya.
Kata dia, pihaknya akan berkonsultasi ke Kemendagri Jumat (13/11) ini dan hasilnya akan dibahas dalam paripurna DPRD Provinsi Kalbar pada Senin mendatang.
Sebelumnya, DPRD Provinsi Kalbar sedang menggodok Raperda Masyarakat Adat yang merupakan usulan atau inisiatif DPRD Provinsi Kalbar untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
“Jadi peraturan daerah merupakan tanggapan DPRD terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat kepada DPRD, baik secara perorangan maupun secara kelompok-kelompok masyarakat sipil,” ujarnya.
Perlu diketahui bahwa Raperda ini sudah 3 tahun disampaikan kepada DPRD Provinsi Kalbar, tetapi naskah akademik dan rancangan Raperdanya baru jadi tahun lalu. Oleh karena itu, untuk menjawab apa yang menjadi usulan masyarakat tersebut, sebanyak 25 orang dari lima fraksi di DPRD Provinsi Kalbar berinisiatif untuk melanjutkan Raperda tersebut.
Apalagi ada beberapa aturan yang menjadi dasar Raperda ini diusulkan, diantaranya Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18 B, ayat 2 menyebutkan, negara menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang.
“Kemudian pasal lain mengatakan bahwa identitas budaya dihormati selaras perkembangan zaman dan peradaban,” ujarnya.
Selain itu yang menjadi dasar hukum adalah Keputusan MK Nomor 35 Tahun 2012 menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi bagian hutan negara yang berada di bawah kendali kementerian kehutanan. Hutan adat yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat sehingga masyarakat adat memiliki kedudukan subjek pemangku hak.
“Berdasarkan dua hal tersebut, amanah undang-undang dan MK serta adanya surat edaran Menhut yang ditujukan kepada daerah dan kepala dinas untuk segera membuat peraturan daerah,” ulasnya.
Terkait hal tersebut, tiga landasan hukum para pengusul di DPRD Provinsi Kalbar menilai bahwa Raperda melihat kebutuhan masyarakat Kalbar.
“Selama ini sering terjadi konfik kepentingan antara suatu sisi. Kita menghendaki adanya investasi masuk di Kalbar berupa bidang perkebunan, di sisi lain masyarakat lokal sering kali diabaikan hak-haknya,” lugasnya.
Oleh karena itu, sehingga perlu adanya peraturan-peraturan. Salah satunya adalah Perda tentang Masyarakat Adat. Menurutnya, proses ini masih lama dan baru tahapan pengajuan pengusul di DPRD Provinsi Kalbar. Serta akan ada beberapa tahap termasuk pembahasan bersama pemerintah daerah sehingga pihaknya akan terus mengawal proses tersebut.
“Kami sebagai inisiator minta masukan dari masyarakat sampai Raperda ini sesuai dengan keinginan masyarakat,” ucap Martinus Sudarno. (fie)