eQuator.co.id – Surabaya-RK. Ahmad Fauzi resmi berstatus koruptor. Senin (20/2), majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Surabaya memvonis Fauzi karena terbukti bersalah dalam kasus pemerasan saksi. Jaksa Kejati Jatim itu dihukum empat tahun penjara.
Vonis untuk Fauzi tersebut jauh lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya meminta hukuman dua tahun penjara. Selain pidana badan, Fauzi harus membayar denda Rp50 juta. Jika tidak bisa membayar, dia akan dikenai tambahan hukuman tiga bulan kurungan.
Menurut hakim, penyidik muda yang getol mengusut kasus korupsi itu terbukti memeras Abdul Manaf. Manaf merupakan saksi dalam kasus penyelewengan penjualan tanah kas Desa Kalimook, Kalianget, Sumenep, yang sedang diusut Fauzi.
“Saudara berhak menggunakan hak saudara, mau menerima atau banding,” kata Wiwin Arodawanti, Ketua Majelis Hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan perbuatan Fauzi yang memeras saksi dengan menakut-nakuti akan menjadikannya tersangka, telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap korps kejaksaan. Selain itu, perbuatan Fauzi sebagai aparat penegak hukum merupakan contoh yang buruk.
Vonis tersebut merupakan penegasan atas rendahnya tuntutan hukuman terhadap Fauzi. Sebab, tuntutan hukuman dua tahun penjara yang diajukan jaksa Kejati Jatim, merupakan tuntutan terendah di Indonesia dalam kasus penyelewengan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Putusan itu juga menunjukkan bahwa hakim menganggap tuntutan hukuman yang diajukan jaksa terlalu rendah. Karena itulah, meski sepakat dengan jaksa terkait dengan kesalahan Fauzi, majelis hakim tidak sependapat dalam hal hukuman. Hakim pun memilih memperberat hukuman dua kali lipat.
Hakim menyatakan, perkara tersebut awalnya diusut Kejari Sumenep, tapi kemudian diambil alih Kejati Jatim. Dalam gelar perkara yang dihadiri tim penyidik di Kejati Jatim, jaksa koordinator di Bidang Pidana Khusus Kejati Jatim dan Kejari Sumenep, disimpulkan bahwa Wahyu Sudjoko (pejabat BPN Sumenep) dan Murhaimin (Kades Kalimook) memenuhi syarat untuk dijadikan tersangka. Karena itulah, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Manaf selaku pembeli tanah kas desa itu juga dibahas dalam gelar perkara tersebut. Peserta gelar perkara berbeda pendapat tentang status Manaf. Tim penyidik Kejati Jatim sepakat menyebut Manaf tidak memenuhi syarat untuk dijadikan tersangka. Namun, jaksa dari Kejari Sumenep menyatakan sebaliknya, Manaf memenuhi syarat sebagai tersangka. Perbedaan pendapat itulah yang dimanfaatkan Fauzi untuk meraup keuntungan.
Saat memeriksa Manaf, terdakwa Fauzi menunjukkan bukti transfer uang kepada Wahyu Sudjoko. Saat itu, Fauzi mengancam akan menjadikan Manaf sebagai tersangka, karena dianggap membantu melakukan kejahatan.
Ancaman tersebut membuat Manaf takut. Dia kemudian curhat kepada mantan Kepala Desa Kacongan Ma’din. Dari situlah Manaf dikenalkan dengan staf Bidang Intelijen Kejati Jatim, Abdullah. Sejak itulah Manaf berkonsultasi dengan Abdullah. Terkadang, Manaf datang ke rumah Abdullah. Dari Abdullah pula Manaf mendengar bahwa Fauzi meminta uang Rp2 miliar.
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Manaf menjual rumah beserta isinya. Namun, rumah itu hanya laku Rp1,5 miliar. Setelah mendapat duit tersebut, Manaf mengabari Abdullah. “Nanti sampaikan saja langsung ke Fauzi, bilang barangnya (uang, red) sudah ada,” ucap hakim menirukan ucapan Abdullah.
Pada 22 November 2016, Manaf mendapat panggilan pemeriksaan di Kejati Jatim. Saat Manaf tiba di kejati, Fauzi langsung menanyakan duit tersebut. Manaf mengatakan hanya bisa menyediakan Rp1,5 miliar. Fauzi kemudian menanyakan kekurangannya sebesar Rp500 juta. Manaf lantas menunjukkan bukti kuitansi penjualan rumah.
Meski duit yang diminta tidak sesuai dengan yang diminta, Fauzi tetap menerimanya. Dia menanyakan uang Rp1,5 miliar tersebut. Manaf menyatakan, uang itu diletakkan di dalam mobil di halaman parkir. Fauzi kemudian meminta kunci mobil dan membawanya selama 45 menit hingga 1 jam. Duit tersebut lantas dibawa dan disimpan Fauzi di kamar kosnya yang berjarak 500 meter dari gedung Kejati Jatim.
Setelah meletakkan koper yang dibungkus kardus berisi uang Rp1,5 miliar, Fauzi kembali menemui Manaf yang menunggu di ruang kerjanya. Manaf kemudian dipersilakan pulang dan tidak jadi diperiksa.
Setelah mendengarkan vonis kemarin, Fauzi tampak terpukul. Wajahnya terlihat emosional. Tak ada sedikit pun kata yang keluar dari mulut anak buah Maruli Hutagalung itu. Pengacara Fauzi juga ngacir meninggalkan wartawan. Dia tak mau mengomentari putusan hakim.
Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Erni Maramba menyatakan, vonis yang lebih tinggi itu tidak menunjukkan bahwa pihaknya sengaja meringankan tuntutan kepada Fauzi. Dia menegaskan, meski sesama jaksa, materi tuntutan tetap disusun secara profesional. “Pasal yang terbukti sama dengan dari penuntut umum, kan?” katanya.
Dia menambahkan, petimbangan hukum dari surat tuntutan jaksa juga sudah diakomodasi dalam vonis. Soal alasan hakim memutus lebih berat daripada tuntutan jaksa, Erni menghargai sikap majelis. “Itu kemandirian majelis untuk mempertimbangkan putusan pidana terhadap terdakwa,” ungkapnya.
Soal kemungkinan kasus tersebut dikembangkan ke nama-nama lain yang muncul dalam sidang, Erni tidak bisa menjawab dengan gamblang. Menurut dia, hanya pimpinan yang bisa menjawab karena majelis hakim tidak menyebutkan nama lain dalam vonis. Meski, tidak bisa dimungkiri, sebelumnya hakim meminta agar peran Abdullah selaku penyambung Fauzi dan Manaf didalami. “Dasar penyidik mengembangkan kalau ada di dalam putusan majelis,” terangnya.
Sementara itu, dalam sidang terpisah, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi kepada Abdul Manaf. Pria asal Madura yang diperas Fauzi itu dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta (subsider tiga bulan penjara). Hukuman tersebut setahun lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Hakim Wiwin Arodawanti dalam pertimbangannya tidak melihat adanya upaya Manaf untuk menghindar dari pemerasan yang dilakukan Fauzi.
Dalam putusannya, hakim menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan, antara lain, Manaf dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Tindakan Manaf juga bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kejaksaan.
“Tindakan terdakwa juga menjadi contoh buruk bagi masyarakat dan keluarga,” ucap hakim. Untuk hal yang meringankan, Manaf mengaku dan menyesali perbuatannya.
Setelah sidang, Manaf juga tidak mau berkomentar. Dia memilih langsung kembali ke mobil tahanan. Pengacara Manaf, M. Sodiq, menyatakan masih akan pikir-pikir. “Kami tentu tak menyangka vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Saya masih harus berkomunikasi dulu dengan Pak Manaf dan keluarganya,” ujar Sodiq. (Jawa Pos/JPG)