eQuator.co.id – Sintang-RK. Petrus Bakus, anggota polisi pembantai dua anak kandungnya secara keji hingga memutilasi Fabian (4) dan Amora (3) dengan tenang, akhirnya dinyatakan tidak waras alias gila.
Majelis Hakim akhirnya percaya dengan kejiwaan terdakwa sebagaimana keterangan saksi ahli sehingga menjatuhkan vonis bebas kepada Petrus Bakus, pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kamis (1/12) sore.
Dalam putusannya, Hakim Ketua Edy Alex Serayok berpegang pada ketentuan Pasal 44 KUHP bahwa terdakwa Bakus tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum, lantaran dianggap tidak waras atau gila. Dengan demikian, Petrus Bakus tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya merenggut nyawa kedua anak kandungnya.
“Sesuai Pasal 44 ayat (1) KUHP, tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal,” ujar Hakim Ketua membacakan putusan.
Satu-satunya yang bisa dilakukan majelis hakim sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP, Petrus Bakus harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sungai Bangkong Pontianak.
“Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Maka, dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa,” ujar Edy Alex Serayok.
Tentu saja Jaksa Penuntut Umum (JPU) kecewa berat melihat kenyataan dibebaskannya Bakus. Terkait vonis bebas tersebut, Ketua Tim JPU yang juga Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kasi Pidum Kejari) Sintang, Hadi Susilo, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam.
“Kami akan upayakan upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri. Karena kami merasa tidak puas terhadap putusan yang diberikan kepada terdakwa. Kami akan lakukan Kasasi,” ungkapnya saat diwawancarai usai Sidang Putusan Akhir di PN Sintang, Kamis (1/12).
Permohonan kasasi tersebut akan diajukan kepada Mahkamah Agung (MA). Terlebih dahulu, pihaknya mempersiapkan alasan-alasan permohonan kasasi yang nantinya termuat dalam memori kasasi. “Kami akan pelajari, bunyi putusan lengkapnya gimana. Lalu pertimbangan hukum untuk kasus ini apa saja,” imbuhnya.
Pengajuan Kasasi, lanjut dia, bertujuan untuk mencari keadilan. Sebab, putusan hakim saat ini jauh dari ekspektasi tuntutan JPU yakni pidana penjara seumur hidup.
“Alasan terdakwa gila masih belum bisa kami terima. Kenapa? Karena secara kasat mata setiap hadir di persidangan itu kondisi terdakwa juga sehat. Semua orang bisa lihat sendiri,” katanya.
Tentu saja pihak keluarga terdakwa menyambut baik vonis bebas. Adik kandung Petrus Bakus, E Pandi mengaku bahagia atas vonis yang diberikan oleh Hakim Ketua. “Kami dari pihak keluarga tidak berhenti bersyukur. Kami percaya dengan pepatah yang mengatakan tidak ada harimau yang mau makan anaknya,” ungkapnya.
Pandi mengaku kasus Petrus Bakus merupakan cobaan bagi pihak keluarga. Keputusan Majelis Hakim, terang dia, merupakan keputusan terbaik bagi kasus ini.
“Ini keputusan terbaik. Kami percaya keputusan hakim. Keputusan hakim sangat berdampak luar biasa bagi keluarga. Abang saya memang sakit jiwa. Putusan hakim merehab dia di Rumah Sakit Jiwa sangat tepat untuk kebaikan selanjutnya,” tuturnya.
Kuasa hukum Petrus Bakus, Samuel Sihotang, menghormati sepenuhnya putusan majelis hakim. Kendati sejak semula pihaknya sudah berkeyakinan kalau Petrus tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum pidana. Pasalnya, Petrus mengalami gangguan jiwa. Kondisi demikian diperkuat dengan pernyataan ahli.
Menurut Samuel gangguan jiwa dialami Petrus bukan tim penasehat hukum menyebut maupun dari Petrus sendiri. Namun saksi ahli yang menyatakan, yakni ahli jiwa, psikiater, dan psikolog. “Bukan perkataan terdakwa atau penasehat hukum tapi sesuai keterangan ahli,” kata dia.
Ia berharap putusan majelis hakim dapat segera dilaksanakan jaksa penuntut umum. “Kami sangat menghormati putusan majelis hakim. Kami berharap JPU dapat menjalankan segera menempatkan Petrus ke Sungai Bangkong,” katanya.
Laporan: Ahmad Munandar
Editor: Mohamad iQbaL