eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gubernur Drs. Cornelis, MH mengingatkan tenaga kesehatan, dokter, bidan dan perawat agar bekerja maksimal dan lebih mementingkan menyelamatkan nyawa pasien.
“Tenaga medis di rumah sakit harus memiliki jiwa pengabdian dan profesional,” tegas Gubernur Cornelis ketika memberikan sambutan pada pelantikan dan serah terima jabatan Direksi RSU St Antonius Pontianak periode 2016-2020 di aula RSU St Antonius Pontianak, Senin (18/7).
Direktur utama (Dirut) periode 2016-2020 rumah sakit swasta ternama di Kalbar itu dijabat dr. Gede Sandjaja, SPOTK, menggantikan dr. Sesilia Titik Nurwahyuni SS.
Pelantikan dilakukan Ketua Yayasan Dharma Insan, Pastor Mayong. Selain itu, juga melantik dr. Petrus Hasibuan, Sp.Pd sebagai Direktur Pelayanan Medis. Sr Daria Tumin SFIC, Man sebagai Direktur Keperawatan. Kemudian P. Kusmas OFM. Cap, MM, Direktur Keuangan serta dr. Karida Salim MM menjabat Direktur SDM.
Hadir saat pelantikan, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus, Ketua Pembina Yayasan Dharma Insan, Mgr. Emiritus Hieronimus Bumbun, OFM Cap, serta Ketua PMI Kalbar Ny. Frederika Cornelis, SPd.
Dalam sambutannya, Gubernur Cornelis meminta pembina dan yayasan RSU St Antonius harus mengontrol, termasuk mencari sponsor, agar rumah sakit tersebut tetap berjalan sesuai fungsinya.
Begitu juga dalam mengelola rumah sakit, pasien jangan sampai melayang nyawanya, karena kelalaian tenaga medis. “Pasien miskin harus tetap diberi jatah tempat tidur dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan harus diberlakukan. “Catatan statistik penyakit yang diderita harus diketahui. Sehingga penyakit yang banyak diderita di Kalbar bisa terdata,” ungkap Cornelis.
Gubernur Cornelis juga mengingatkan akreditsi rumah sakit. Sarana yang belum layak mesti diperbaiki. Tak kalah penting, mencari sponsor untuk membangun rumah sakit ini.
“Pelayanan rumah sakit harus benar-benar prima, supaya masyarakat puas. Karena dibangunnya rumah sakit Santo Antonius ini untuk menolong sesama,” ujar Cornelis.
Menurut Cornelis, RSU St Antonius didirikan untuk kepentingan umat Katolik yang tidak mampu. Yayasan ini perpanjangan tangan organisasi Gereja Katolik dalam memberikan pelayanan sesuai amanah undang-undang dan aturan di Kalbar. “Maka dari itu, harus taat dan patuh kepada pemerintah, termasuk membayar pajak,” ujar Cornelis.
Dirut RSU St Antonius Pontianak, dr. Gede Sandjaya menjelaskan tantangan ke depan, bagaimana mengembangkan RSU St Antonius agar semakin baik, berkualitas transparan dan bermutu.
“Seperti yang diungkapkan Dirut RSU St Antonius periode 2013-2016, dr. Titik yang mengungkapkan sertifikasi rumah sakit sudah mencapai target terakreditasi Paripurna Paling Pertama di Kalbar. Kemudian izin juga sudah diperpanjang,” kata dr Gede.
“Saat ini kita akan mengembangkan rumah sakit ini agar bertaraf internasional. Dengan para dokter profesional berjiwa melayani, sesuai semboyan RSU St Antonius, Seviam in Caritate (Melayani dengan Kasih),” sambung mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Pontianak itu.
Pria yang akrab dipanggil dokter Gede itu mengingatkan para dokter dan perawat di RSU St Antonius, agar tidak mengkomersilkan setiap pelayanan. Karena banyak pasien kurang mampu yang perlu pertolongan.
“Jangan gile duit bah. Jadi semua mau dibantai. Suka duit boleh, tapi jangan gila duit. Banyak orang susah tu. Ingat serviam in caritate,” tegas dokter Gede.
Dokter spesialis Ortopedi itu berkomitmen akan meningkatkan kualitas RSU St Antonius untuk mengantisipasi pasien yang banyak berobat ke luar negeri. Kemudian meyakinkan masyarakat, berobat di dalam negeri juga lebih baik.
“Mari kita update ilmu kita. Belajar yang benar, bukan belajar ilmu pasien. Kita ini dokter, kalau mau kaya jangan jadi dokter, jadi rampok saja. Kalau jadi dokter, kerja baik dan kaya itu efek. Kalau bisa, bekerja dengan HP (handphone) di-off-kan, biar tidak dikomplain pasien,” tegas dokter Gede.
Dokter Gede juga menginisiasi pembentukan tim darah dan akan berkomunikasi langsung dengan Ny. Frederika sebagai Ketua Palang Merah Indonsia (PMI) Kalbar. Di samping itu, diusulkan pula bagaimana Rumah Sakit Santo Antonius bisa mendapatkan pelayanan jaminan kesehatan provinsi atau biasa disebut Jaminan Kesehatan Cornelis (Jamkescor). Mengingat banyak pasien yang datang dari pedalaman dan tidak mampu. Jika dipulangkan karena tidak ada biaya, sangat tidak manusiawi.
“Alangkah bahagianya, kalau kami dapat Jamkescor. Karena banyak orang pedalaman, berobat tidak membawa KTP. Kalau dibantu Jamkescor, maka kami akan laksanakan dengan tertib,” janji dokter Gede.
Kejahatan Luar Biasa
Saat pelantikan Direksi RSU St Antonius Pontianak, Gubernur Cornelis juga menyikapi peredaran vaksin palsu. Bahkan menganggap penggunaan vaksin palsu oleh beberapa rumah sakit di Indonesia, merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
“Jangan sampai kasus vaksin palsu ini terjadi di Kalimantan Barat. Karena akan merugikan masyarakat,” tegas Cornelis saat memberikan sambutan pada acara pelantikan dan serah terima jabatan Direksi RSU St Antonius Pontianak periode 2016-2020, Senin (18/7).
Cornelis meminta para Kepala Dinas Kesehatan mengecek seluruh pelayanan kesehatan di Kalbar. Memastikan tidak adanya vaksin palsu di wilayah kerjanya. Gubernur mengingatkan tenaga medis, dokter maupun perawat harus memiliki jiwa pengabdian dan profesional dalam melayani pasien. “Ingat, jangan kita dikendalikan uang,” tegas Cornelis.
Sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, dr. Andy Jap memastikan tidak adanya vaksin palsu di rumah sakit pemerintah maupun swasta, serta diseluruh pusat pelayanan kesehatan lainnya di Kalbar. Termasuk pemberian imunisasi campak pada Agustus mendatang. Warga jangan takut, karena Kalbar aman dari peredaran vaksin palsu.
“Kita akan berikan informasi dan sosialisasi mengenai vaksin ini. Kita juga memastikan tidak ada vaksin palsu yang beredar di Kalbar,” katanya.
Sementara Komisi IX DPR, dr. Karolin Margret Natasa mendesak pemerintah meyakinkan masyarakat dan memastikan ketersedian vaksin. Agar tidak kembali terjadi peredaran vaksin palsu di pusat pelayanan kesehatan.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono