eQuator.co.id – Sebagai seorang guru, penulis berdecak kagum dengan keberanian seorang siswi bernama Greta Thunberg. Tanggal 15 Maret 2019 di seluruh pelosok dunia, sekitar 1,6 juta pelajar mogok sekolah pada hari Jumat. Mereka melakukan mogok sekolah dengan melakukan protes keras dan mendorong para pembuat kebijakan untuk berbuat sesuatu mengatasi perubahan iklim. Sejak itu, tagar #FridayForFuture dan #YouthStrike4Climate mempersatukan para pelajar di seluruh dunia.
Dari media massa Kompas yang penulis baca, bahwa di Jakarta pun puluhan pelajar melakukan aksi yang sama pada hari itu. Pengikutnya di instagram telah lebih dari 1,6 juta. Greta Thunberg bukan lagi sosok siswi biasa, dia bertransformasi dan bermetamorfosis dari zero from hero. Thunberg yang sosok pendiam, tak pernah bersuara menjadi siswi yang sangat disegani. Di parlemen Inggris, di depan anggota PBB peserta konferensi iklim global, di hadapan forum pertemuan ekonomi dunia, bahkan Thunberg juga berbicara dengan Paus, Barack Obama, dan banyak politisi penting lain.
Apa yang menarik dari pribadi sosok siswi Greta Thunberg ini? Tentu ini ada hubungannya dengan pelatihan K-13 yang pernah penulis ikuti. Adanya keterampilan abad 21 yang dibutuhkan setiap siswa, yaitu diantaranya kualitas karakter, literasi dasar, dan kompetensi. Pembelajaran yang bermaknan serta tahapan internalisasi nilai-nilai karakter menjadi salah satu kunci penting munculnya sosok siswi Greta Thunberg ini.
Semua berawal pada usia delapan tahun saat Greta pertama kali mengenal apa itu perubahan iklim. Gurunya di kelas memutarkan film tentang sampah plastik di lautan, beruang kutub yang kelaparan, dan sebagainya. Greta mulai sadar akan hal tersebut. Sepanjang film tersebut diputar, Greta menangis. Dia terguncang dan heran mengapa orang dewasa tidak memandang isu iklim sebagai sesuatu yang serius.
Greta tersadar, untuk mengatasi depresi tersebut ia harus berbuat sesuatu untuk membuat perubahan. Thunberg memutuskan mogok sekolah dan berdiri di luar Gedung Parlemen Swedia pada Agustus 2018 untuk menyatakan keprihatinannya soal perubahan iklim serta regulasi terkait senjata api. Ia berdiri dengan memegang banner bertulis tangan “Skolstrejk for climate” (mogok sekolah untuk iklim). Delapan bulan kemudian, ia berhasil membuat para pemimpin dunia tersentak.
Berbicara tentang Greta Thunberg mengingatkan, penulis pada 15 Maret 2019 yang lalu, di mana para siswa dari Nelson College di Selandia Baru menampilkan tarian Haka yang mana tarian ini dilakukan sebagai bentuk aksi protes mereka pada perubahan iklim yang besar-besaran. Para aktivis iklim muda berharap agar ada pembahasan lebih lanjut mengenai perubahan iklim. Menurut laporan panel antar pemerintah dari PBB tentang perubahan iklim Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), para pemimpin dunia hanya memiliki 11 tahun lagi untuk menghindari tingkat pemanasan global yang melaju begitu cepat. IPCC menambahkan pemanasan global yang berkepanjangan akan menempatkan bumi pada peristiwa seperti kekeringan yang ekstrim, kebakaran hutan, banjir, dan kekurangan pangan.
Dilansir dari web Youth Climate Strike, para siswa menginginkan diantaranya, mengakhiri proyek infrastruktur bahan bakar fosil, deklarasi darurat nasional tentang perubahan iklim, pendidikan wajib tentang perubahan iklim dan dampaknya, menambah pasokan air bersih, dan pelestarian tanah publik dan margasatwa. Semangat Thrunberg dan seluruh pelajar di dunia menjadi bahan permenungan yang patut dicontoh, tentunya juga bagi para siswa kita di Indonesia.
Ada empat kompetensi atau kecerdasan utama yang sangat dimiliki oleh Greta Thunberg sehingga ia menjadi sosok yang bertransformasi sebagai generasi yang berani menyuarakan perubahan iklim.
Pertama, kemampuannya berpikir kritis (Critical Thinking). Berpikir kritis yang dimaksud adalah suatu kemampuan yang dimiliki siswa untuk melihat dan memecahkan masalah yang ditandai dengan sifat-sifat dan bakat kritis yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi imajinatif dan selalu tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko dan mempunyai sifat yang tak kalah adalah selalu menghargai hak-hak orang lain, arahan bahkan bimbingan orang lain.
Berpikir kritis mempunyai makna yaitu kekuatan berpikir yang harus dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu watak atau kepribadian yang terpatri didalam kehidupan siswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya. Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena dengan keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalannya untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya.
Dapat disimpulkan bahwa sosok Greta, setelah menonton film yang diputarkan gurunya ada muncul berbagai pertanyaan dibenaknya. Ia mulai berpikir, mengapa orang dewasa tidak memandang isu iklim sebagai sesuatu yang serius.
Kedua, kemampuan Greta Thenberg soal komunikasi. Pada karakter ini, soal kemampuan komunikasi siswa dituntut untuk memahami, mengelola dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan serta multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidiknya.
Dalam hal ini, sosok Greta tentu dikenal oleh banyak kalangan di dunia karena kemampuannya dalam hal berbicara atau komunikasi soal isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. Bahkan ia yang dulunya dikenal pendiam, sekarang menjadi terkenal karena kemampuan dan keberaniannya untuk bersuara, baik di parlemen Inggris, di depan anggota PBB peserta konferensi iklim global, di hadapan forum pertemuan ekonomi dunia dan masih banyak lagi.
Ketiga, kemampuan Greta Thenberg soal kemampuan berkolaborasi atau kerjasama. Pada karakter ini, siswa menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Siswa juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan.
Tentu dalam hal ini, Greta berhasil mengajak para pelajar di seluruh dunia untuk bergerak melakukan aksi bersama menyuarakan isu perubahan iklim dengan tagar #FridayForFuture dan #YouthStrike4Climate. Walaupun hanya lewat instagram, tetapi pengikutnya berjumlah 1,6 juta jiwa.
Keempat, kemampuan Greta Thenberg soal kreativitas dan inovasinya. Pada karakter ini, tentunya Greta memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka serta responsif terhadap perspektif baru dan berbeda. Apapun yang dilakukan oleh Thunberg ini telah bergaung di Jerman dan Swedia yang memunculkan “Efek Greta” (Effect Greta).
*Penulis, Alumnus USD Yogyakarta, Guru/Pendidik SMP & SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak.