eQuator.co.id – Kuching-RK. Kejahatan penipuan dan perampokan dengan modus menawarkan barang antik berkhasiat disertai dengan aksi gendam (hipnotis) yang kerap terjadi di terminal besar negara bagian Sarawak, Malaysia, ternyata melibatkan warga Jiran.
Sebagaimana dialami Subandi, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perusahaan Firstmark Ltd Papua Nugini di negara bagian Sarawak, Kuching, Malaysia. Pria asal Kabupaten Sambas itu ditipu dan dirampok di Terminal Bus Kuching Central, Jumat (26/8) pukul 20.00 waktu Malaysia.
Selain Hamka, warga Pontianak Tenggara dan rekannya yang melibas uang Subandi sebesar RM10.000 atau sekitar Rp32 juta, pelakunya juga tiga warga Malaysia.
“Hamka mengaku bahwa dia pelaku pukau (sebutan gendam/hipnotis di Malaysia). Dia juga mengaku komplotan mereka berjumlah lima orang. Dua WNI dan tiga warga Malaysia,” kata Windu Setiyoso, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching kepada Rakyat Kalbar, Senin (29/8) sore.
Informasi tersebut, kata Windu, diperoleh dari staf KJRI yang mendampingi Subandi dan tersangka saat diambil keterangannya oleh Polis Di Raja Malaysia (PDRM). “Sejauh ini, menurut siasatan awal Polis (pemeriksaan awal polisi), Hamka mengaku bahwa dirinya hanya menerima uang sebesar RM1.500,” lanjutnya.
Windu melanjutkan, Senin kemarin, Subandi, warga Gunung Kidul yang menikah dengan warga Sambas itu kembali dimintai keterangan oleh PDRM. Keterangannya untuk pengembangan kasus. “Setelah itu dia bertemu dengan Pak Konjen untuk mengklarifikasi kebenaran kejadian tersebut. Pak Konjen juga menyampaikan apa yang sudah diupayakan KJRI selama ini. Yakni dalam Courtesy Call, Pak Konjen dengan Datuk Chief of Police Mazlan sudah mengetahui secara detail soal tindak pidana gendam ini,” jelas Windu.
Selama kasus ini disidik PDRM, Subandi, kata Windu, akan didampingi KJRI. Begitu juga akomodasi seperti penginapan diarahkan untuk menginap di Shelter KJRI.
Basmi Pukau
Liaison Officer (LO) Polri di Kuching, Komisaris Taufik Noor Isya mengatakan, kasus gendam dengan korban Subandi ini masih dikembangkan PDRM. Hasilnya, identitas pelaku WNI maupun warga Malaysia sudah dikantongi.
“Sementara ini baru pengakuan terkait peran mulai dari driver, tim surveillance hingga eksekutor, serta pengakuan soal bagian yang diperoleh. Saya tidak terlalu gali dahulu, sebab masih memberikan keleluasaan bagi rekan-rekan PDRM untuk melakukan pengembangan dan penyidikan,” kata Taufik.
LO, kata Taufik, hanya mengikuti progress dari penyidik. Sebab sudah dalam kuasa pihak PDRM, mengingat tempat terjadinya tindak pidana atau locus delicti di Malaysia. Taufik berharap, kerjasama kedua belah negara bisa menyelesaikan masalah yang menahun ini. “Kejahatan ini sudah seperti kanker stadium empat rasanya,” katanya.
Menurutnya, penyelesaian kejahatan ini hanya butuh niat dan keseriusan saja. Selama ini ia memandang, kurangnya keseriusan dalam membasmi kejahatan gendam dari kedua negara. Padahal hukum Malaysia cukup ketat. “Intinya asal ada niat saja kok,” ucap Taufik.
Selain itu, kata Taufik, harus ada langkah konkrit yang dinamis sesuai dengan ketentuan perundangan. Kolaborasi semua stakeholder perlu dilaksanakan. “Penjahat saja berkolaborasi, masa kita tidak. Baik di Indonesia maupun dengan pihak Sarawak (Polis, Imigrasi). Ini yang sedang kami bangun,” ujarnya.
Meski demikian, tantangan dan hambatan pasti ada. Bisa dari pihak Sarawak maupun Indonesia sendiri. Karena jaringan dan benteng pelaku gendam atau pukau ini luar biasa kuat di kedua negara. Pelaku pukau sudah terstruktur dan masif, serta banyak.
“Tapi, semua ada saatnya. Dan ada waktunya, tinggal bagaimana kita merumuskan dengan baik langkah-langkah antisipasinya,” tegas Taufik.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Hamka Saptono