Gara-gara Investasi Bodong, Masyarakat Rugi Rp50 Triliun

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Masyarakat harus semakin waspada terhadap investasi bodong. Berbagai tindak penipuan dengan modus yang semakin beragam cukup membuktikan kelihaian pelaku. Buktinya, kerugian masyarakat dari kasus investasi bodong dalam lima tahun terakhir mencapai Rp 50 triliun.

Hal itu disebutkan Ketua Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) Tongam Lumban Tobing usai jumpa pers kemarin (1/10). “Dana segitu baru dari 30 kasus yang sudah dibawa ke jalur hukum, dan sebagiannya sudah masuk proses penyidikan,” katanya.

Sementara jumlah laporan masyarakat tentang dugaan investasi bodong sekitar 430 laporan. Artinya, uang sebesar Rp 50 triliun itu belum termasuk dalam laporan-laporan masyarakat yang belum diurus oleh pihak berwajib. Di sisi lain, kata Tongam, Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mencatat sejak tahun 1975 hingga 2015 kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 126,51 triliun.

Dana tersebut berasal dari 43 kasus, dengan jumlah korban mencapai 1.338.675 orang. Data tersebut terutama menggunakan modus skema piramida yang berindikasi penipuan. Korban yang banyak terjerat misalnya ibu rumah tangga PNS dan guru. Korban-korban tersebut bersal dari berbagai latar belakang pendidikan, mulai pendidikan rendah hingga tinggi.

Dari tahun ke tahun, modus-modus penipuan yang dilakukan kian canggih, yakni dengan menggunakan sistem informasi teknologi (IT) yang tertata rapi. Caranya dengan membuat akses yang terbatas pada website perusahaan. Calon investor harus membayar sejumlah uang kepada perusahaan untuk mendapat akses ke website sekaligus bimbingan dari seorang atasan, upline atau motivator.

Nantinya uang dari calon investor itu juga akan dinikmati oleh pemimpin perusahaan atau motivator yang sedang in charge. Namun investor itu tidak mendapatkan keuntungan yang dijanjikan. “Ada yang meng-kloning alamat website perusahaan yang terdaftar di Bappepti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi). Lalu website itu memberikan informasi dan penawaran investasi yang berbeda dengan perusahaan asli yang benar-benar terdaftar di Bappepti,” lanjut Tongam.

Kepala Biro Hukum Bappepti Kementerian Perdagangan Sri Hariyati mengatakan, banyak perusahaan mengingkari Surat Izin Perdagangan Usaha (SIUP). “Misalnya PT CSI (Cakrabuana Sukses Indonesia) yang punya perizinan koperasi dan juga perdagangan, tapi nyatanya mereka menghimpun dana masyarakat. Dalam hal ini izin perdagangan mereka harus dicabut,” ujarnya.

Kemarin, OJK mengumumkan tiga perusahaan yang ditindak akibat penipuan dan investasi bodong. Ketiga perusahaan itu antara lain PT CSI, PT Dream for Freedom, serta United Nations Swissindo World Trust International Orbit (UN Swissindo). Ketiga perusahaan itu merugikan sekitar 1.007.000 orang, dengan total kerugian masyarakat sebesar Rp 5,8 triliun. Wilayah operasi perusahaan-perusahaan itu antara lain di Jakarta, Cirebon, Bengkulu dan Palembang.

PT CSI beroperasi sebagai koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS) yang menghimpun dana masyarakat dengan nvestasi emas dan tabungan. Keuntungan atau imbal hasil yang dijanjikan sebesar 5 persen per bulan. Koperasi tersebut menggaet 7.000 investor dengan kerugian masyarakat sebesar Rp 2 triliun.

Perusahaan lainnya adalah Dream for Freedom atau D4F. Pesertanya mencapai 700.000 orang, dengan kerugian masyarkat sebesar Rp 3,5 triliun. Modus yang digunakan adalah dengan skema ponzi. Ponzi adalah modus pembayaran keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri, atau uang yang didapatkan dari investor berikutnya. Keuntungan itu bukan didapat dari aktivitas usaha.

Sementara itu, UN Swissindo menawarkan pelunasan utang bank kepada debitur, dengan surat pelunasan utang yang dikeluarkan oleh presiden RI. Padahal, presiden tidak pernah mengeluarkan surat tersebut. Selain menipu masyarakat, aktivitas UN Swissindo dinilai menimbulkan keresahan pada bank, karena membuat debitur kurang bertanggung jawab melunasi kredit macet. UN Swissindo mampu menggaet 300.000 peserta, dengan kerugian masyarakat Rp 300 juta.

“Beberapa kasus sudah dalam proses penyidikan, ada juga yang dalam tahap pengumpulan barang bukti. Yang kami upayakan bukan hanya menangkap pelakunya saja, tapi juga penyitaan aset para pelaku,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri Agung Setya.

Dia membeberkan, Bareskrim Polri segera meningkatkan penanganan kasus PT CSI ke penyidikan. Bareskrim juga sudah menahan seorang pimpinan D4F dan akan terus mengembangkan kasus itu untuk menjerat tersangka lain. Sementara untuk kasus UN Swissindo, Polresta Samarinda Kaltim telah menangkap Ketua Swissindo Korwil Kaltim pada 29 Oktober lalu. (Jawa Pos/JPG)