Ganti Rugi Belum Disepakati, Lahan Marta Sanding Sudah Dikerjakan

Pelaksanaan Proyek Jalan Nasional di Entikong

PERTEMUAN. Andel sedang meminta penjelasan mengenai prosedur ganti rugi pengerjaan ruas jalan nasional di kawasan Entikong di Kantor Satker PJN Wilayah III di Jalan Subarkah, Pontianak Selatan, Senin (14/1)--Ocsya Ade CP

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pelaksana proyek pengerjaan ruas jalan nasional di kawasan Entikong, Kabupaten Sanggau diduga mengerjakan dan menggusur lahan milik warga yang belum terkena pembebasan ganti rugi lahan.

Hal tersebut membuat pemilik lahan, Marta Sanding melalui kuasa hukumnya Andel dan Dominikus Arif bersama pihak perwakilan keluarga mendatangi kantor Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah III di Jalan Subarkah, Pontianak Selatan, Senin (14/1).

Kedatangan tim kuasa hukum ini untuk mempertanyakan tentang persoalan ganti rugi lahan yang belum tuntas, namun proses pengerjaanya telah dilakukan oleh pelaksana proyek. “Kami datang meminta penjelasan berapa ganti ruginya dan kenapa belum ada ganti ruginya. Lalu, kenapa belum ada pembayaran, tapi proses pengerjaannya telah dilakukan,” ujar Andel.

Ia menjelaskan, kliennya merupakan pemilik salah satu hotel lama di Entikong. Serta memiliki lahan yang dibangun belasan ruko persis di seberang hotelnya. Status lahan dan bangunan yang terkena dampak pelebaran jalan tersebut, dikatakan Andel, memiliki surat yang jelas. Baik sertifikat lahan maupun IMB ruko dan hotel.

Lantaran terkena proyek pekerjaan jalan itu, sambung Andel, lahan di depan ruko milik kliennya hanya tersisa sedikit. Sehingga menyebabkan ruko tidak memiliki lahan parkir dan ruko tidak dapat dijual serta tidak bisa digunakan untuk menjalankan usahanya.

“Inilah hal yang mendorong kami untuk datang ke sini. Untuk menuntut hak daripada ibu Sanding sesuai surat kuasa yang kami terima dan untuk mempertanyakan dasar pembayaran, sejauh mana tanah yang dilepaskan dan bagaimana dengan ganti ruginya,” ungkap Andel.

Ia menambahkan, selain tanah yang terkena proyek jalan tersebut, Marta Sanding sebelumnya juga pernah menghibahkan lahan miliknya di lokasi lain yang digunakan untuk pembangunan kawasan PLBN Entikong.

Sebelum menempuh jalur ini, Sanding sempat meminta penjelasan kepada pihak pelaksana di lapangan. Namun tidak ada satupun penjelasan yang tuntas disampaikan. Sehingga diarahkan untuk bertanya kepada Satker di Pontianak.

Sebelum tanah itu dikerjakan oleh pelaksana proyek, sambung Andel, pihaknya sudah meminta untuk tidak dikerjakan. Karena belum ada kesepakatan mengenai ganti rugi. Namun tetap dilanjutkan pengerjaannya.

“Yang harus diingat dampak dari pembebasan lahan itu, ruko tidak ada yang mau beli. Hotel sepi karena tidak ada lahan parkir dan ruko yang digunakan untuk usaha juga tidak bisa,” ujar Andel.

Ia memastikan bahwa proses pengerjaan pelebaran jalan yang dilakukan di Entikong, telah merambah lahan milik klienya. “Saya sudah cek semua, ada kok foto dan videonya bahwa di sana sudah dikerjakan. Mungkin yang di lapangan yang memberikan laporan ke pimpinan di Satker tidak sesuai fakta di lapangan,” pungkasnya.

Suasana pertemuan antara pihak kuasa hukum dengan pihak Satker awalnya berjalan dengan alot. Namun mencair setelah masing-masing pihak menyampaikan penjelasan.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Satker PJN Wilayah III Tripomo didampingi Hadi Wiyono sebagai PPK Lahan dan Suhaimi sebagai Pejabat Penandatangan SPM.

PPK Lahan Satker PJN Wilayah III, Hadi Wiyono mengatakan, untuk sistem pelaksanaan ganti rugi diawali dengan pembentukan tim oleh BPN Sanggau. Tim yang dibentuk itu melakukan inventaris dan identifikasi.

“Data ini lalu dihitung oleh jasa penilaian dari lembaga independen dan dari lembaga inilah didapat nilai ganti rugi,” kata Hadi.

Dari harga itu, jelas Hadi, dilakukanlah musyawarah antara pemilik lahan dan BPN. Jika musyawarah disepakati barulah dimohonkan untuk dilakukan pembayaran. “Kami tidak berhak mengubah-ubah harga ganti rugi yang telah disepakati. Mekanisme ganti rugi pun tidak dibayar tunai tetapi melalui transfer ke rekening bank dan sertifikat tanah diserahkan kepada BPN,” ucapnya.

Penjabat Penandatangan SPM, Suhaimi dalam pertemuan tersebut menjelaskan bahwa ganti rugi yang dilakukan oleh pihaknya berdasarkan perintah tim validasi. Setelah ada kesepakatan terkait ganti rugi lahan, maka ada berita acara (BA) yang ditandatangani kedua belah pihak. Oleh BPN, BA itu dibawa lalu dibuat validasi untuk selanjutnya dibayarkan. “Yang kami bayar adalah yang sesuai dengan hasil validasi,” jelas Suhaimi.

Ia menambahkan, untuk lahan depan hotel milik Marta Sanding sebelumnya sudah pernah dilakukan pembayaran ganti rugi. Hanya saja, saat itu ganti rugi untuk pagar yang belum terhitung.

Sedangkan untuk lahan yang terdapat bangunan ruko, menurutnya memang sampai dengan saat ini belum ada musyawarah mengenai ganti rugi. Suhaimi memastikan untuk lahan yang di ruko hingga saat ini belum ada yang tahu.

Kalau ternyata pekerjaan sudah dilakukan, menurutnya, mungkin saja itu terjadi karena adanya komunikasi antara orang lapangan dan pemilik ruko.

Sementara itu, Kepala Satker PJN Wilayah III, Tripomo menjelaskan, hingga saat ini di lokasi yang dimaksudkan tersebut belum dilaksanakan penggusuran lahan. Sehingga pihaknya juga akan melakukan peninjauan di lapangan terkait hal tersebut.

“Kita akan tinjau ke lapangan apakah benar benar belum dilakukan pembayaran dan sudah dilakukan penggusuran,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan proyek tersebut, pihaknya tidak semena-mena melakukan penggusuran. Sebelum melakukan kegiatan penggusuran, tentu diawali dengan pemberitahuan kepada pemilik lahan.

Untuk diketahui, proyek pengerjaan jalan nasional di Kabupaten Sanggau ini juga mencakup wilayah Entikong sepanjang 42 kilometer yang terdiri dari dua jalur dan empat kilometer yang terdiri dari empat jalur. (oxa)