
eQuator.co.id – Mempawah-RK. Pemerkosaan massal bukan hanya terjadi di Rasau Jaya, Kubu Raya. Kasus serupa juga terjadi di Desa Sungai Duri, Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah. Bahkan korbannya berinisial PM, gadis bawah umur yang digilir sebelas pria.
Gadis 16 tahun itu diperkosa berulang-ulang kali di lokasi yang berbeda. Terungkapnya kasus pemerkosaan warga Sungai Kunyit, Mempawah ini, setelah keluarganya melapor ke Mapolsek Sungai Kunyit, Kamis (23/2) pukul 22.00. “Berawal dari laporan itu, kami langsung menindaklanjuti kasus tersebut,” kata Kapolres Mempawah AKBP Dedi Agustono, SIK melalui Kapolsek Sungai Kunyit, Ipda Dodi Supomo, Jumat (24/2) siang.
Dari keterangan pelapor, PM diperkosa lima pria. Setelah kasusnya dikembangkan polisi, pelaku bertambah menjadi sebelas pria. Bahkan beberapa diantaranya masih berusia di bawah umur. Pelaku yang sudah dibekuk polisi berinisial BB, 19, MY, 15, MJ, 18, SD, 18, AJ, 16, RS, 17, AR, 16 dan PT, 17. Semua pelaku merupakan warga Desa Sungai Duri 2, Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah.
“Sedangkan tiga pelaku lainnya, AL, PR dan BY sedang dalam pengejaran dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” tegas Dodi.
Kasus pemerkosaan bermula Jumat (6/1) pukul 22.45 di sebuah pondok di Jalan Tani, RT.001/RW001, Desa Sungai Duri 2, Sungai Kunyit. Saat itu pelaku AJ (DPO) memperkosa PM. Kemudian AJ kembali memperkosa korban keesokan harinya, Sabtu (7/1) sekitar pukul 22.00. Setelah itu PM kembali diperkosa pelaku BB dan MJ di lokasi berbeda, di Jalan Semen dan Jalan Tani, masih di desa yang sama.
“Setelah dieksekusi oleh kedua pelaku tersebut, korban digiring untuk dibawa ke pondok. Kemudian kembali digilir oleh SP, AL dan PN yang saat ini masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” ungkapnya.
Selang beberapa hari, kata Dodi, Jumat (13/1) sekitar pukul 21.00 di pondok Jalan Tani di tempat PM diperkosa sebelumnya, dia kembali mengalami kekerasan seksual yang dilakukan MY, AJ dan PN.
“Keesokan harinya, Sabtu (14/2) sekitar pukul 21.00, kembali para pelaku yaitu MJ membawa korban PM ke Jalan Beton untuk melakukan hal yang sama. Setelah itu korban dibawa kerumah AJ dan lagi-lagi perlakukan tersebut dilakukan oleh SD,” jelas Dodi.
Kemudian pada 27 Januari 2017, gadis 16 tahun itu kembali diperkosa oleh MJ dan SD. Kali ini mereka memperkosa PM di Pantai Pangsuma, Desa Sungai Raya, sekitar pukul 22.00.
Karena sering kali mengalami kekerasan seksual, korban sempat menderita pendarahan. Bahkan sempat dirawat di Rumah Sakit Vincensius Singkawang. “Saat ini korban masih menderita sakit dan trauma,” katanya.
Polisi masih memeriksa saksi dan melakukan gelar perkara di beberapa tempat kejadian perkara (TKP). “Kita akan melakukan visum et repertum terhadap korban dan akan berkoordinasi dengan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polres Mempawah,” jelas Dodi.
Kepala Unit PPA Polres Mempawah, Ipda Mutia Kanza menuturkan, para pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Ancamannya maksimal 15 tahun penjara.
“Pelaku yang di bawah umur, pasal yang digunakan sama. Hanya saja hukuman maksimal setengah dari hukuman pelaku dewasa, yakni tujuh tahun penjara,” jelas Mutia. PPA akan melakukan gelar perkara, secepatnya para pelaku diproses hukum.
Sekretaris Gerakan Anak Indonesia Bersatu (GAIB) Mempawah, Mohlis Saka menyayangkan kasus pelecehan seksual terhadap anak bawah umur. Dia menganggap kasus tersebut menjadi pukulan telak bagi seluruh masyarakat.
“Tentunya hukuman berat harus diterapkan terhadap para pelaku,” tegasnya.
Menurutnya, solusi tepat dalam menekan angka pelecehan anak harus dilakukan semua pihak. Awasi anak-anak dalam pergaulannya, terutama di lingkungan terdekat. “Hampir semua kasus pelecehan seksual anak dilakukan oleh orang-orang terdekatnya,” jelas Mohlis.
Kecanggihan teknologi informasi publik juga bisa menjadi awal dari hal-hal negatif. Anak anak begitu mudah membuka apapun, termasuk situs atau website berbau pornografi. Media televisi juga kadang menyuguhkan acara-acara yang tidak mendidik. Seperti sinetron yang sering mempertontonkan kekerasan fisik, anak sekolah berpakaian minim. “Jadi ini terkadang dicontoh oleh generasi muda kita. Mereka anggap itu hal kekini-kinian,” tuturnya.
Tontonan yang kurang mendidik merupakan hal negatif. “Kita berharap KPI benar-benar mengawasi siaran TV. Bayangkan kartun saja terkadang berbau pornografi. Semuanya jauh dari kesan edukasi,” kesal Mohlis. (sky)