Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2016, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Entikong di Kabupaten Sanggau menjadi ikon. Juga pusat pertumbuhan ekonomi baru di perbatasan negara.
Ocsya Ade CP, Entikong
eQuator.co.id – Kepala Bidang Pengelolaan PLBN Terpadu Entikong, Viktorius Dunand, mengatakan dampak perekonomian PLBN Terpadu Entikong sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Baik dari sisi ketenagakerjaan selama proses pembangunan, maupun meningkatkan pemasaran hasil produksi pertanian.
“Dalam situasi dan kondisi normal, pergerakan pelintas batas mencapai 700 hingga 1.000 orang. Tapi memasuki hari besar keagamaan atau tahun baru, jumlah pelintas batas bisa meningkat hingga lebih dari 100 persen,” ujar Viktorius kapada sejumlah wartawan, ditemui di PLBN Entikong, Jumat (17/8).
Saat ini, pembangunan PLBN Entikong tahap I telah diselesaikan Kementerian PUPR. Sesuai perintah Presiden Jokowi, untuk membangun Indonesia dari pinggiran dan menjadikan pos lintas batas sebagai beranda depan Indonesia. Yang membanggakan sebagai sebuah bangsa besar.
“PLBN Entikong setelah dibangun, memiliki dampak strategis secara politik dan ekonomi. Kegiatan lintas batas di PLBN yang beroperasi setiap hari dari pukul 05.00 hingga 17.00 itu sangat tinggi,” ucapnya.
Sementara itu, pembangunan PLBN ini tidak hanya sebagai gerbang masuk. Namun menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi. Wilayah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan.
Makanya, pembangunan kawasan PLBN ini masih dilanjutkan. Saat ini tengah diselesaikan pekerjaan pengembangan Zona Sub Inti dan pendukung PLBN Entikong. Progresnya sudah mencapai 57,04% dan ditargetkan selesai pada Oktober 2019.
Total anggaran untuk pembangunan PLBN Entikong tahap 2 ini sebesar Rp 421 miliar. Dikerjakan kontraktor PT. Adhi Karya-Hutama Karya (KSO).
Luas kawasan yang dikembangkan 37,068 m2 meliputi zona sub inti yakni gedung karantina kesehatan dan kantor, mess pegawai, masjid, car wash, mobile x-ray. Sementara untuk zona pendukung meliputi pasar tradisional, wisma Indonesia, convenience store (toserba), food court, parkir kendaraan, dan plaza Entikong (Ruang Terbuka Hijau).
Untuk pembangunan pasar didesain dengan mengakomodir kearifan budaya lokal dilengkapi landsekap. Pasar perbatasan yang dibangun di PLBN Entikong terdiri dari pasar tradisional seluas 2.729 m2 dan toserba seluas 3.786 m2.
Pasar tradisional nantinya memiliki kios sebanyak 52 unit, lapak 48 unit dan pusat makanan. Sementara untuk toserba akan diisi oleh 30 unit kios, 5 unit toko, lengkap dengan fasilitas ATM dan pusat makanan.
Sulung Maha Indra, tenaga ahli Tim Satuan Kerja Pengembang Kawasan Permukiman Strategis, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang tengah mengerjakan PLBN Entikong tahap II menyatakan optimis pembangunan bakal rampung Oktober 2019.
“Setelah gedung PLBN berdiri megah, proyek tahap II meliputi pembangunan zona sub inti dan pendukung, meliputi bangunan kantor pengelola, klinik, mess pegawai, wisma Indonesia, pasar perbatasan, masjid, food court dan convenience store serta mini terminal. Dengan luas bangunan mencapai 37.068 m2. Tahapan konstruksi direncanakan selesai pada 1 Oktober 2019,” paparnya.
Menurut dia, ini sesuai pernyataan Presiden Jokowi bahwa kalau ada pasar yang besar di sekitar PLBN, maka akan ada pergerakan ekonomi yang besar pula. “Inilah manfaat yang kita dapatkan dari adanya perbatasan di Entikong sebagai kawasan terdepan kita,” katanya.
Terkait kendala di lapangan menurutnya hampir sama terjadi dengan pengerjaan jalan. “Ada persoalan pembebasan lahan terutama masyarakat yang terkena dampak. Kita tentu menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan yang ada,” jelas Sulung.
Fajar Mulia, Asisten Pengawasan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi Kalimantan Barat Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan, pihaknya saat ini juga tengah mengerjakan jalan 4 lajur sepanjang 4,80 kilometer menuju PLBN. Dari jumlah itu, 3,10 kilometer lahan sudah dikerjakan.
“Ini sesuai arahan Presiden Jokowi agar akses menuju perbatasan tidak kalah dengan jalan di Malaysia,” tegasnya.
Fajar menambahkan, pihaknya juga menargetkan pembangunan jalan yang dua jalur dari PLBN Entikong ke arah Sekayam selesai pada Novemver 2018.
“Pengerjaan jalan yang dua jalur dengan empat lajur tersebut memiliki panjang 4,8 kilometer. November tahun ini ditargetkan terealisasi. Begitu juga dengan jalan yang satu jalur yang total dengan dua jalur ke arah Sekayam sepanjang 42 kilomter selesai juga,” ujarnya.
Ia menyebut, hanya saja, di lapangan dalam pengerjaan jalan masih ada sejumlah persoalan terutama pada pembebasan lahan masyarakat. “Kita terus melakukan pendekatan-pendekatan. Kita tentu tetap mengacu pada aturan yang ada,” tukas Fajar.
Contohnya, persoalan lahan yang masih menjadi masalah. Ada masyarakat yang tidak mau melepaskan tanahnya atau diganti. Kemudian ada yang merasa harga penggantian tidak sesuai dengan keinginan.
“Bahkan ada yang sudah kita ganti namun tidak mau pindah. Itu persoalan di lapangan,” jelas dia.
Pihaknya terus berusaha agar proyek pembangunan strategis nasional dan percepatan pembangunan perbatasan sebagaimana keinginan Presiden RI berjalan sebagaimana mestinya.
“Jadi kita mengimbau dan meminta kepada masyarakat untuk mendukung proyek pemerintah tersebut. Apalagi hal ini untuk kemajuan daerah sini juga,” tegasnya.
Dikatakan Fajar, di sepanjang pengerjaan jalan, terdapat 623 bidang tanah masyarakat yang terkena dampak. Hingga saat ini sudah ada 393 bidang tanah diganti.
“Dan 266 belum dilakukan. Belum dilakukan karena memang pemilik masih bersikeras dan tidak mau. Kita siap menganti rugi. Untuk kebutuhan ganti rugi dianggarkan Rp94 miliar,” ungkapnya.
Selain persoalan lahan yang dihadapi pihaknya juga terkendala utilitas PDAM yang belum dipindahkan. Belum lagi ada gedung pemerintah yang terkena dampak dan urusan birokrasi harus dilakukan.
“Sebab manyangkut banyak instansi,” beber Fajar.
Ia menjanjikan, pihaknya terus bekerja keras untuk mencapai target yang ada agar keinginan pemerintah untuk membangun dari pinggiran dapat dirasakan masyarakat lebih cepat. Namun, hal itu butuh dukungan semua pihak.
“Ini agar daerah atau beranda negeri ini lebih maju dan berkembang dengan cepat sebagai harapan pemerintah dan masyarakat itu sendiri,” tandasnya.
Rasa terima kasih atas pembangunan perbatasan pada era kepemimpinan Presiden Jokowi disampaikan seorang veteran dari Entikong, Singki Margono. “Saya merasa bangga dengan pembangunan wilayah perbatasan era Presiden Jokowi. Saat inilah, kami baru merasa perjuangan dan pengorbanan untuk bangsa ini begitu dihargai,” ungkapnya.
Memasuki tahun keempat periode pertama pemerintahannya, visi Presiden Jokowi memperhatikan dan menyejahterakan rakyat di perbatasan, pedalaman, dan wilayah kepulauan Indonesia, mulai konkret dirasakan.
PLBN Entikong merupakan pos lintas batas pertama di Indonesia, beroperasi sejak 1 Oktober 1989. Awalnya di bawah naungan Kabupaten Sanggau, kemudian dikelola Provinsi Kalimantan Barat dan kini berada dalam naungan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Kementerian Dalam Negeri.
Sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi butir ketiga ‘Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan.
Pada awal pemerintahannya Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres 6/2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Pendukungnya.
Tujuh PLBN Terpadu yang telah direvitalisasi dan diresmikan Presiden Jokowi yakni Entikong, Aruk, Nanga Badau (Kalimantan Barat), Wini, Motaain, dan Motamasin (Nusa Tenggara Timur) serta Skouw (Papua).
Tak lama setelah dilantik jadi presiden, Jokowi mengunjungi PLBN Entikong pada 21 Januari 2015 dan tegas menekankan bahwa wilayah perbatasan merupakan cerminan wajah Indonesia. Hampir dua tahun kemudian, 21 Desember 2016, Presiden Jokowi datang lagi dan meresmikan kemegahan PLBN Entikong sebagai teras rumah yang memisahkan antara Indonesia dan Malaysia.
“Ini masalah kebanggaan, masalah nasionalisme, masalah martabat dan harga diri kita. Kalau saya tidak mau seperti itu. Di sana saya bisa melihat, yang di sebelah sangat megah, yang di kita sangat jelek sekali,” tuturnya kala itu.
Imbuh dia, “Saat itu juga saya perintahkan Menteri PU seminggu harus diruntuhkan. Saya minta dua tahun harus lebih baik dari yang di sana. Inilah sebuah kebanggaan yang ingin kita bangun bahwa kita ini negara besar.”
Kini, PLBN Entikong berdiri jauh lebih megah dibandingkan pos lintas batas di sisi Tebedu, Negara Bagian Serawak, Malaysia. (*)
Editor: Mohamad iQbaL