eQuator.co.id – SURABAYA – Penurunan harga BBM pada Januari lalu dinilai belum memberi dampak signifikan pada sektor riil. Karena itu, penurunan harga BBM pada 1 April diharapkan lebih dari Rp 200 per liter. ’’Kalau turun Rp 200 buat apa, nggak ada gunanya,’’ kata ekonom Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi di Surabaya kemarin (23/3).
Dia menilai harga BBM bersubsidi seperti premium seharusnya turun menjadi Rp 6.000 sampai Rp 6.500 per liter. Perhitungannya, harga minyak mentah dunia berada di kisaran USD 40 per barel dan nilai tukar rupiah terhadap USD berkisar Rp 13.500.
Ichsanuddin menilai harga jual BBM yang mahal berpotensi mengurangi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor migas. Implikasinya berdampak pada pencapaian target penerimaan negara di APBN. ”Lifting akan berkurang dan belanja impor naik,” ucapnya.
Ichsan juga menyoroti ketahanan energi Indonesia yang masih dinilai buruk oleh International Energy Agency (IEA). Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 129 negara. Ketahanan energi tersebut meliputi ketersediaan sumber energi, keterjangkauan pasokan energi, dan kelanjutan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). (rin/c20/noe)