eQuator.co.id – Pontianak-RK. Permasalahan rumah tangga yang akan menuju perceraian antara EF dan Nur, masih bergulir di Pengadilan Agama (PA) Pontianak. Rencananya, hari ini (Senin, 23 Juli) sidang agenda pembacaan kesimpulan akan dilaksanakan. Sehari sebelum sidang, EF didampingi kuasa hukumnya dari Kantor Advokat Syarif Kurniawan SH dan Rekan, memberikan klarifikasi atas apa yang disampaikan Nur dalam pemberitaan di media ini, terbit pada Selasa (17/7).
“Kami melihat dan membaca pemberitaan tentang permasalahan yang sedang terjadi dari keterangan Nur, istri klien kami bersama penasehat hukumnya. Kami tegaskan itu semua tidak benar,” ujar Syarif kepada sejumlah wartawan.
Sebenarnya, lanjut dia, pihaknya tidak ingin menanggapi apa yang sudah disampaikan Nur beserta penasehat hukumnya. Namun, karena ada perkembangan dan komentar-komentar liar di media sosial atas pemberitaan itu, makanya EF dan kuasa hukumnya mengambil tindakan untuk membeberkan semua bukti.
“Kami harus mengklarifikasi ini, agar orang yang tidak mengetahui permasalahan rumah tangga klien kami ini, tidak terjebak dengan permasalahan sehingga masuk ke ranah hukum terkait Undang-undang ITE. Kami orang Islam sangat menjaga sekali jangan sampai terjadi ghibah,” tegasnya.
Pertama yang diklarifikasi, kata Syarif, terkait pernyataan Nur yang mengaku bukan seorang pengguna atau pecandu narkoba. “Dia mengatakan bahwa yang mengenalkan narkoba adalah klien kami. Justru kami dalam duplik Pengadilan Agama, kami mengajukan permohonan agar dilakukan tes urin kepada dia. Juga kepada klien kami. Biar adil. Kami masih menunggu itu,” ucapnya.
Bila perlu, lanjut Syarif, Senin nanti tes urin dilakukan di BNN. “Dan, hasilnya akan di-publish agar semua orang tahu siapa yang benar, kalau memang mau mencari kebenaran. Kalau perlu kedua belah pihak tes kejiwaan juga. Karena kuasa hukum dia menyebutkan klien kami harus bersikap waras. Nah, kewasaran ini harus dibuktikan dengan tes,” ucapnya lagi.
Menurut Syarif, jika apa yang disampaikan pihaknya adalah suatu kebohongan, maka ia meminta pihak Nur unntuk membuat laporan dan pembuktian. “Silakan laporkan. Kami baca di media, bahwa pihak mereka akan mempertimbangkan membuat laporan. Saran saya jangan lagi dipertimbangkan, kalau memang kami dianggap bohong, laporkan segera,” tegasnya lagi.
“Bahkan kalau mereka kurang cukup bukti, akan kami berikan bantuan bukti, walau mereka adalah lawan kami. Secara profesional, mari kita bertarung di pengadilan atau di kepolisian,” sambungnya.
Sebelumnya, sambil menangis dan tangan gemetaran, Nur menyampaikan kepahitan yang dialaminya atas perbuatan EF. Penyampaian itu disampaikan di Kantor Advokat Indonesia, Drs. I Nyoman Sena, SH di Jalan Budi Utomo, Siantan Hilir, Pontianak Utara, Senin (16/7) siang.
Wanita kelahiran Sekadau 1977 itu mengaku mendapat perlakuan kasar dan difitnah. Pelakunya tak lain adalah suaminya sendiri, EF. Fitnah yang dimaksud Ibu dua anak ini, ketika fotonya disebar ke grup facebook Pontianak Informasi (PI), pada Kamis (12/7) pukul 18.12 Wib. Foto bersama-sama temannya itu, dibumbui keterangan yang seakan Nur melakukan poliandri dengan seorang mahasiswa, berinisial WD.
“Kami tidak pernah fitnah. Perselingkuhan atau poliandri itu memang benar adanya. Kami sudah keluarkan semua bukti. Dan, saat ini sudah kami laporkan ke kepolisian terkait perselingkuhan istri klien kami. Untuk yang memposting di media sosial, kami tidak kenal. Bisa saja itu orang yang ingin merusak rumah tangga klien kami,” tegas Syarif.
Syarif juga meminta bukti terkait pengakuan Nur yang mengaku dianiaya, ditodong senjata api dan tajam oleh EF. Karena, bicara soal hukum, kata Syarif, harus ada saksi dan bukti. “Justru apa yang disebut mereka kalau kami ini fitnah, kami bisa buktikan bahwa poliandri itu benar. Kami juga sudah hadirkan saksi-saksi kuat yang sudah diambil sumpah saksinya,” tutur Syarif.
Saksi yang dimaksud adalah, penghulu yang menikahkan Nur dan WD, orang yang memesankan kamar hotel untuk prosesi pernikahan siri, orang yang menyediakan jasa catering serta teman baik dari Nur.
Dalam konferensi pers Minggu malam itu pun, pihak kuasa hukum EF menghadirkan semua saksi-saksi yang mengetahui persis kejadian sebenarnya. Tanpa ingin disebutkan namanya, semua saksi menyatakan bahwa pernikahan Nur dan WD memang benar terjadi.
Bahkan seorang penghulu yang menikahkan mereka mengaku tertipu atas manipulasi identitas. Dimana, Nur mengaku lebih muda dari umur sebenarnya. Dan, WD yang kelahiran 1989 mengaku lebih tua dari sebenarnya. Keduanya juga menyebutkan alamat yang bukan sebenarnya.
“Parahnya lagi, Nur mengaku sudah janda kepada penghulu. Padahal, dia masih istri sah klien kami,” beber Syarif.
Syarif tak menampik bahwa kliennya melakukan kekerasan terhadap Nur. Namun, semua beralasan. Menurutnya, suami mana yang tidak marah ketika istrinya tidak taat kepada suami. Kemudian, suami mana yang tidak marah ketika istrinya keluar malam bersama pria lain disaat suaminya tidak berada di rumah.
“Kami analogikan apa yang terjadi terhadap Nur ini adalah, ibarat dia tidak bisa berenang dan tenggelam. Apapun yang hanyut di depannya, maka akan digapainya. Inilah analoginya,” ujarnya.
Nur juga mengaku tidak diberi nafkah selama dua tahun. Menurut Syarif, itu adalah kebohongan besar. “Klien kami orang yang bertanggung jawab. Untuk kebutuhan atau nafkah lahir, sudah diberikan. Bahkan angkanya cukup besar, lebih besar puluhan kali lipat dari yang saya berikan kepada istri saya. Perbulan. Untuk nafkah biologis, dia (Nur) selalu menolak ketika klien kami sedang membutuhkan penyaluran hasrat biologis,” bebernya.
Syarif juga tak membantah tuduhan bahwa kliennya nikah siri. Karena, menurut dia, kliennya mempunyai alasan kuat untuk melakukan pernikahan siri itu. “Klien kami melakukan nikah siri, karena istri sahnya tak lagi memberikan kebutuhan biologis. Tapi, jauh hari kasus ini disidangkan, tidak ada lagi hubungan antara klien kami dengan istri siri,” tegas Syarif.
Meski kasus ini masih bergulir di PA Pontianak, dan akan menuju perceraian, EF, kata Syarif masih memenuhui kebutuhan ekonomi untuk anak dan Nur. Meski aliran dana itu juga diketahui digunakan untuk bersenang-senang dengan WD. “Klien kami tetap memperhatikan hal itu, meski sudah pisah rumah dan dalam proses perceraian,” terangnya.
Februan Toni, rekan kuasa hukum lainnya menambahkan, kasus ini sepatutnya diselesaikan secara hokum yang berlaku. Karena, kalau saling serang di media sosial, yang ada justru menambah masalah baru.
“Karena semua orang yang tidak paham dengan masalah, justru akan nimbrung dengan pemikiran berbeda. Lebih baik kuasa hukum lawan kami lakukan jalur hukum. Kalau klien kami bersalah dan ada bukti silakan proses. Kami tidak akan memulai, karena kami tergugat,” tegasnya.
Ditegaskannya, pihaknya tidak mau membuka jauh lebih banyak bukti kuat. Karena, itu menyangkut aib keluarga. “Kami cukup keluarkan bukti yang diperlukan saja. Kami berusaha menjaga rapat-rapat aib keluarga ini. Masa lalu biarkan terjadi. Dikubur saja. Karena pihak sebelah minta cerai baik-baik, ya kita tunggu keputusan cerai itu saja,” demikan Toni.
Sementara itu, EF mengajak agar semua pihak yang terlibat dalam permasalaha ini untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan proses hokum yang berlaku.
“Seandainya saya memenangkan hak asuh anak, maka saya tidak akan melarang dia (Nur) untuk menjenguk anak kita berdua. Begitu juga sebaliknya, jangan larang saya untuk bertemu dengan anak-anak saya. Karena, tidak ada yang namanya mantan anak atau mantan orang tua,” pungkasnya. (oxa)