‘Duduk-Duduk dapat Duit’ Diadukan ke Polisi Lagi

Para korban investasi bodong D4F melapor ke Dit Reskrimum Polda Kalbar, Rabu (25/4). Mereka diterima staf Reskrimum (baju merah). OCSYA ADE CP-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Bukan Raja Minyak bisa ongkang-ongkang kaki saja di rumah tapi dapat duit banyak? Jelas tak masuk akal. Namun yang namanya manusia, kalau dijanjikan uang berlimpah tanpa perlu berkeringat, ada saja yang tergiur.

Beranjak siang, sekitar pukul 10.00 WIB kemarin, ruang tamu Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Kalbar dipadati puluhan orang. Mereka mengaku ditipu perusahaan investasi Dream for Freedom (D4F).

“Kerugian yang dialami oleh anggota besarannya beda-beda,” ujar Heri Mulyadi, koordinator rombongan pengadu.

Dia sendiri mengalami kerugian sekitar Rp21 juta. Dari modal sebesar Rp30 juta, baru kembali Rp9 juta.

Belakangan, D4F jamak disebut usaha ‘duduk-duduk dapat duit (D4)’. Iming-imingnya memang sedap. Tanpa bekerja, cukup dengan memikat orang lain agar jadi anggota, modal yang disetor bisa membuahkan laba berlipat.

Melalui video presentasinya yang beredar di YouTube, perusahaan investasi itu menjanjikan keuntungan satu persen perhari. Pencairan reward-nya per 15 hari. Bonus diterima pada hari ke-17.

Hanya saja, sejak awal 2016, portal online D4F ditutup ketika terendus sebagai investasi bodong. Mereka mengganti nama menjadi MAQ dengan sistem yang lebih kurang sama.

“Saya tak terima kalau ada orang ngakal (menipu,red) gitu dibiar-biarkan,” tukas Heri kesal.

Dia menyebut ada yang ikut berinvestasi menggunakan dana pinjaman. Pengaduan yang dibuat dirinya dan kawan-kawan agar tak ada lagi yang menjadi korban.

“Kalau ada tawaran investasi yang modal satu juta balik dua juta, modal lima juta balik sepuluh juta, janganlah diikut. Masuk parit kita,” ucap Heri.

Anggota lain yang turut mengadu biasa disapa Jo. Pria berusia awal 30 tahun ini jadi anggota sejak Desember 2015. “Modal awal saya setor Rp40 juta, yang belum balik sebesar Rp30 juta,” ujarnya.

Nasib serupa menimpa Michele. Perempuan yang doyan game online ini menyetor dana awal sebesar Rp15 juta dan hanya kembali Rp9 juta sejak dia bergabung pada November 2015. Pun demikian Tia. Wanita berjilbab kuning itu menyetor dua akun sebesar Rp5 juta, duitnya itu baru balik Rp250 ribu.

Berbeda dengan Een. Mereka pemain lama dalam bisnis money game. “Saya ini salah perkiraan. D4F inikan mirip MMM. Dulu MMM bisa bertahan dua tahun. Saya pikir yang ini bisa capai paling ndak enam bulan,” terang Een.

Dia menyetor duit gara-gara melihat keponakannya yang masih kuliah bisa membeli mobil. Beberapa anggota keluarganya juga ikut serta di D4F ini. “Ada bibi yang pejabat Pemda tu ikut 40juta,” ujarnya.

Sementara itu, Rully yang juga pemain lama money game menjelaskan lebih banyak. Penampilannya parlente seperti layaknya eksekutif muda.

Rully menjelaskan, sistem yang digunakan D4F bermodel piramid. Pada setoran pertama, setiap member baru di bawahnya (downline) dipotong 20 persen sebagai dana talangan.

“Ini masuk otomatis ke kantor pusat,” bebernya.

Sisa setoran member baru akan masuk di rekening Rully sebagai upline. Anehnya, dia tidak tahu pasti di mana kantor pusat D4F. Rully hanya menyetor 20 persen dari downline-nya ke rekening perusahaan. “Rekening-rekening ini selalu berubah, sulit jadinya mau tau tempatnya,” ungkap dia.

Uang 20 persen tersebut digunaakan sebagai dana talangan dan operasional kantor. “Ketika ada kekurangan dana untuk membayar reward anggota, pake dulu dana itu sedikit,” tuturnya.

Imbuh dia, “Yang main tu orang-orang lama kok. Inikan money game berkedok komunitas. Cuma kan money game ndak boleh oleh Undang-Undang, jadi ya disebut jak arisan”.

Para pengadu ini diterima staf Reskrimum Polda Kalbar. Mereka diminta melengkapi aduannya itu dengan data anggota dan bukti transfer.

“Hal ini untuk mengantisipasi indikasi tindak pidana pencucian uang. Beragamnya latar belakang anggota menyebabkan kompleksitas tersendiri dalam penelusuran kasus ini,” tutur staf Reskrimum itu.

Laporan: Marselina Evy

Editor: Mohamad iQbaL