eQuator.co.id – Landak-RK. Sidang lanjutan kasus sabu seberat sekitar 21 kg atas terdakwa Sudirman dan Amir memasuki tahapan pembancaan tuntutan di Pengadilan Negeri Ngabang Kabupaten Landak, Selasa (9/10). Kedua terdakwa dituntut seumur hidup.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngabang Sri Ambar Prasongko mengatakan, terdakwa Sudirman diperintahkan Dagot di Pontianak untuk mengambil sabu di Kuching, Malaysia. Sudirman mendapat imbalan Rp30 juta per 1 kg. Kemudian Sudirman berangkat ke Malaysia dengan mengajak terdakwa Amir untuk mengambil sabu.
Setelah mendapatkan sabu, keduanya kembali ke tanah air. Karena tidak bisa lewat perbatasan, maka Amir minta tolong Jimmy, Santay dan Yanto. “Kemudian dimasukkan ke Indonesia lewat hutan, jalan tikus,” ujarnya kepada Rakyat Kalbar.
Setelah masuk Indonesia, Amir membawa sabu tersebut dengan menggunakan mobil Fortuner KB 1671 VL untuk diantar ke Sudirman. Amir janjian dengan Sudirman untuk mengantar sabu di Ngabang. Setelah sabu diserahkan ke Sudirman mereka ditangkap BNN.
“Penggeledahan ditemukan sabu sebanyak 21 paket dengan berat kurang lebih 21 kg. Kemudian mereka dibawa ke kantor BNN untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ucap Ambar.
Pelaku didakwa primair pasal 114 ayat 2 Jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Subsidiair pasal 112 ayat 2 Jo pasal 132 ayat 1 UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pada sidang pembacaan tuntutan ini dipimpin Hakim Ketua I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara serta hakim anggota masing-masing Indra Josep Marpaung dan Firdaus Sodiqin. Sedangkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Sri Ambar Prasongko, M. Bayu Segara, dan Afrid Sundoro Putro. Saat sidang tuntutan, kedua terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Lamran.
“Setelah tuntutan dibacakan, maka kami akan membacakan pembelaan pada 16 Oktober 2018,” ucap Lamran.
Dari Kota Pontianak di hari sama, Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono merilis
pengungkapan narkoba yang melibatkan sipir Rutan Kelas IIA Pontianak beserta tiga tersangka lainnya. Hasil pengungkapan tersebut, petugas mengamankan 2.130 butir ekstasi berbagai warna dan kualitas kelas wahid.
“Tujuh orang tersangka. Ada warga binaan, yang sudah dihukum pun masih juga bermain. Dari hasil pemeriksaan ekstasi ini kualitas nomor satu, kualitas bagus,” kata Kapolda.
Pengungkapan kasus ini merupakan kerja sama Polri, BNNP, Kanwil Kemenkumham, tokoh dan elemen masyarakat.”Sehingga apapun bentuknya pasti dapat kami ketahui dan kami lacak sesuai dengan informasi dari masyarakat,” ujarnya.
Selain barang bukti narkotika, aparat mengamankan sejumlah ponsel pintar maupun ponsel biasa, buku tabungan, sertifikat tanah, alat refleksi, dua unit mobil, sebuah sepeda motor.
Kapolda membeberkan pil haram tersebut dimasukan ke dalam alat pijat refleksi, bertransaksi pun melalui elektronik.
“Kecanggihan alat komunikasi memudahkan mereka untuk bertransaksi, tapi kejelian kita, ini handphone jadul untuk tidak dilacak, ternyata kalah dari informasi, cepat juga kita lacak,” papar Kapolda sambil menunjukan barang bukti HP senter.
Pengungkapan kasus ini bermula, Kamis (4/10) sekira pukul 22.00, aparat gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalbar dan BNNP Kalbar mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada seorang pria (kurir) akan mengantar paket narkotika dari Entikong, Kabupaten Sanggau menggunakan taxi, Toyota Inova warna Silver KB 1420 OM. Mendapat informasi tersebut, tim bergerak ke Jalan Trans Kalimantan, Desa Ambawang, Kabupeten Kubu Raya. Sekira pukul 00.50 WIB tim melihat mobil Toyota melintas di depan Kampus IPDN, Jalan Trans Kalimantan.
Petugas meminta agar sopir maupun penumpang yang berada di dalam mobil untuk keluar satu per satu sambil membawa barang-barangnya. Penggeledahan pun dilakukan baik kepada penumpang maupun mobil tersebut. Petugas menemukan barang yang diduga narkotika diletakan di belakang sebelah kiri. Salah seorang penumpang bernama Iskandar mengakui barang itu miliknya dan menunjukkan lagi sebungkus narkotika yang disimpan di bawah jok mobil. Dari hasil introgasi, barang haram tersebut diperintahkan oleh narapidana di Rutan Kelas IIA Pontianak bernama Darmadi alias Dar. Narkoba tersebut akan diambil oleh orang yang diutus oleh Darmadi.
Selanjutnya, Jumat (5/10) sekira pukul 07.00 WIB tim melakukan pengembangan di Gang Teluk Melano, Kelurahan Siantan Hilir, Kecamatan Pontianak Utara. Petugas berhasil mengamankan Abdurahman alias Man dan Warly bersama sebuah mobil Ford warna Silver B 1051 LH. Mereka berperan sebagai penerima barang dari Iskandar.
Kemudian, sekira pukul 12.50 WIB tim melakukan pengembangan ke Jalan Sungai Raya Dalam, depan Kompleks Permata Khatulistiwa. Di lokasi ini petugas berhasil mengamankan Wahyu Farmurianto alias Wahyu, petugas Rutan Kelas II A Pontianak. Sekitar pukul 19.00 WIB tim melakukan penjemputan narapidana, Darmadi, Andi Ridawan dan Burhanudin di Rutan Kelas IIA Pontianak.
“Kronologisnya ini memang berangkatnya dari per telepon pesanan kepada salah seorang tersangka ini. Kita telusuri lah akhirnya dapat melakukan penangkapan dan terus ditelusuri lagi, ternyata sumbernya dari warga binaan, terbongkarlah semua ini,” tuturnya.
Adapun profil para tersangka, yakni Burhannudin alias Boang, warga binaan Rutan Kelas II A Pontianak, pada tahun 2013 di Tanggerang Kasus Narkoba dengan barang bukti 2 kg. Dia divonis 10 tahun penjara. Tahun 2017, di Jalan Pararel Tol Pontianak, barang bukti 2 kg sabu, divonis 20 tahun. Sudah menjalani hukuman satu tahun.
Andi Ridwan merupakan warga binaan Rutan Pontianak, pada 2007 dihukum 4 tahun penjara di PN Pontianak sabu sebanyak 96 gram. Pada 2010 dihukum 10 tahun di PN Pontianak kasus sabu sebanyak 100 gram. Kemudian pada 2016 vonis 16 tahun, kasus narkoba dengan barang bukti 5 Kg sabu. Ia sudah menjalani satu tahun satu bulan hukuman. Dia menerima tawaran perkerjaan dari Boang. Memberikan uang kepada Boang sebesar Rp 27 juta.
Sedangkan Darmadi tahun 2010 pernah dihukum 4 tahun oleh PN Pontianak kasus narkoba. Pada 2016 dihukum tujuh tahun PN Pontianak kasus narkoba. Kembali pada 2017 divonis 12 tahun kasus sabu 1 Kg dan ekstasi 1.993 butir. Dia melibatkan Sipir bernama Dedi Rahmadi yang divonis 8 bulan. Dar sudah menjalani hukuman 1 tahun 2 bulan, dia menerima tawaran yang diberikan Boang dan bertugas mencari kurir atau pilot.
Sedangkan Iskandar sebagai kurir dan atas perintah Dar mengambil barang haram di Kuching, Malaysia. Dia sudah dua kali mengambil narkotika. Pertama 2 Kg sabu pada September 2018, mendapat imbalan Rp50 juta. Kedua, kasus 2.130 butir ektasi. Ia mendapat imbalan Rp10 ribu per pil ekstasi.
Abdurahman, bertugas menerima dan menampung barang, atas perintah Darmadi. September 2018 pernah menerima 2,1 Kg sabu dari Iskandar atas suruhan Darmadi. 100 gram atas perintah Darmadi diserahkan kepada Wahyu (Sipir Rutan) untuk diserahkan kepada Darmadi yang berada di dalam Rutan. Sedangkan 2 Kg diserahkan kepada orang suruhan Darmadi.
Sementara Warly hanya menemani Abdurrahman pada saat menerima barang. Sedangkan Wahyu Femurianto merupakan Sipir Rutan Pontianak, dia sebagai perantara masuknya narkotika dari luar ke dalam Rutan atas perintah Darmadi. Dia sudah dua kali memasukan narkoba ke dalam Rutan. Setiap memasukan dia mendapat imbalan Rp500 ribu.
Terkait ganjar hukuman yang diterima para pelaku tindak pidana narkoba dinilai terlalu ringan. Sehingga tidak memberikan efek jera. Kapolda mengatakan, vonis hukuman di pengadilan, media juga harus berperan sebagai kontrol sosial. Sehingga dapat memberikan efek jera.
“Kalau itu (vonis) pengadilan. Kalau Ancamannya mulai dari 6 tahun, 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati,” tutup Kapolda.
Turut hadir dalam konferensi pers pengungkapan kasus ini, Direktur Resnarkoba Polda Kalbar, Kepala BNNP Kalbar.
Ditempat yang sama, menurut Kepala Kanwil Kemenkumham Kalbar Rochadi Iman Santoso, keterlibatan pegawainya menggambarkan bagaimana interaksi warga binaan narkotika dengan petugas penjara. Rochadi mengatakan pihaknya bukan berarti tidak memiliki skema manajemen sumber daya manusia terkini di Lapas dan Rutan. Pemerintah saat ini menyiapkan CPNS untuk Lapas dan Rutan.
Pegawai atau sipir di Lapas dan Rutan yang telah lama berinteraksi dengan napi narkotika akan disisir. Pihaknya juga telah memiliki pemetaan juga, tapi sedang lakukan pembenahan.
“Kita harapkan ke depan tidak akan ada lagi petugas yang terlibat. Manajemen SDM yang digunakan kedepan, kita juga akan mereka yang sudah lama di rutan akan ditarik,” terangnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan intensitas peredaran narkotika. Rochadi menjelaskan di Lapas maupun Rutan, ada 19. 10 hukuman mati, 9 seumur hidup. Kebanyakan narpidana narkotika itu sudah tau akan menghadapi hukuman, bisnisnya makin kencang biasanya.
“Mereka ini nothing to lose, apapun dilakukan. Pengawasan ini di tengah keterbatasan yang ada, kita harus juga mengawasi mereka yang telah bergelar gembong narkoba sampai ke mereka yang baru dan menengah,” tuturnya.
Dia meminta antara aparat penegak hukum yang lain terutama Polri dan BNN untuk bersama-sama mengawal agar Kalbar benar-benar zero narkoba. Kemenkumham juga memiliki komitmen yang sama, bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Apalagi jika pelanggaran berat seperti narkoba, akan diproses.
“Kita masih menunggu hasil Polda sampai status penahannya ditetapkan, status kepagawaiannya akan berjalan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.
Rochadi menuturkan, penanggkapannya di luar, belum sempat masuk ke Rutan. Sumberdaya yang ada, baru tiga X Ray, yakni alat yang bisa mendeteksi narkotika di Lapas dan rutan pontianak dan Rutan Sambas. Pihaknya juga telah menggagalkan upaya memasukan 5 gram sabu di Rutan Mempawah.
“Namun Bukan berarti kita tergantung pada X Ray tersebut, mereka (pegawai) juga kita didik untuk melakukan penggeledahan keluar dan masuk secara intens,” kata Rochadi.
Rochadi menambahkan, dirinya telah menulis surat kepada kementerian untuk tidak ada pemindahan napi kasus narkoba ke Kalbar. “Sudah direspon pak menteri, tidak ada pemindahan lagi, khususnya narkoba,” jelasnya.
Laporan: Kurnadi, Ambrosius Junius
Editor: Arman Hairiadi