eQuator.co.id – Pontianak-RK. Wafatnya dr. H. Buchary A Rachman, SpKK Minggu (25/12) malam mengejutkan dan menyisakan duka mendalam banyak pihak. Tak terkecuali lembaga DPRD Kota Pontianak.
“Kami jelas merasa kehilangan, baik sebagai mantan walikota dan sebagai orangtua yang sangat kita hormati,” ungkap Satarudin, SH, Ketua DPRD Kota Pontianak, kemarin.
Jauh sebelum menjabat ketua bahkan anggota DPRD Kota Pontianak, Satarudin mengaku sudah kenal dan akrab dengan Buchary. Paling dia dikenang dari Buchary, karena humoris, santai, senang bercanda, cerdas, enak diajak diskusi dan tidak pernah membeda-bedakan orang dari status sosial. Tak heran Buchary dapat menerima dan diterima oleh semua kalangan.
“Saya (saat Buchary menjabat walikota) bukan siapa-siapa. Tetapi beliau mau menerima saya, diskusi, ngumpul. Jadi saya pribadi sangat kehilangan orang yang jadi panutan. Beliau murah senyum, kepada siapa pum selalu senyum, tidak pernah marah, kalau marah pun tidak ketahuan,” jelas legislator PDI Perjuangan itu.
Satarudin menilai, Buchary merupakan sosok pribadi yang hebat. Baik dari sisi pergaulan, sosial maupun pemerintahan. Buchary sosok penentu arah pembangunan Kota Pontianak. Selama 10 tahun memimpin, dia telah banyak meletakkan dasar-dasar pembangunan Kota Pontianak. Kemudian dasar itu dilanjutkan walikota sesudahnya.
“Memang waktu zaman beliau, APBD Kota Pontianak masih kecil. Tapi Pak Buchary sudah meletakkan dasar-dasar pembangunan di kota ini. Jadi beliau lah peletak dasarnya, sehingga siapaun walikotanya setelah Pak Sutarmidji, dasarnya sudah ada. Tinggal melanjutkan saja,” ungkap Satarudin.
Mengenang jasa-jasa Buchary dalam pembangunan, Pemkot Pontianak akan memberikan penghargaan. Nama dr. H. Buchary A. Rachman, SpKK akan dijadikan nama jalan atau gedung baru di Kota Pontianak. Agar nama Buchary kekal di hati warga Kota Pontianak. Sehingga generasi muda selalu ingat jasa-jasa Buchary selama ini.
“Itu akan kami bahas dengan Pemkot Pontianak. Jadi seandainya kita mau bangun jalan, kita kasih nama Jalan dr. H. Buchary A. Rachman, SpKK atau nama gedung, gedung H. Buchary A. Rachman, SpKK,” janji Satarudin.
Duka mendalam juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Heri Mustamin, SH. Almarhum dimata Heri merupakan sosok pemimpin yang mampu mengakomodir semua lapisan masyarakat. Di mana saat kepemimpinan beliau, isu keberagaman secara nasional mengalami perpecahan. Namun Buchary mampu mesolidkan pluralitas masyarakat Kota Pontianak.
“Banyak kesan yang harus diteladani. Selain beliau ahli medis, juga merupakan bapak pembangunan Kota Pontianak. Beliau juga mewujudkan keamanan di tengah multietnis di Kota Pontianak. Karena keamanan salah satu faktor dasar dalam memajukan Kota Pontianak,” ungkap legislator Partai Golkar itu.
Selain itu, Buchary senantiasa mengedepankan pola ke bapak-bapakan. Tidak terlalu serius namun tegas dalam menentukan sikap terhadap jajarannya. Sehingga terbangun dan mampu memotivasi sekaligus inspirator jajaran Pemkot Pontianak.
“Membangun Kota Pontianak bukan hanya melalui keterampilan saja. Tetapi beliau memberikan contoh solitadritas kemitraan, itu patut kita contoh,” paparnya.
Dikatakan Heri, Buchary merupakan cendekiawan muslim. Sebagai mitra kerja, dia mampu berkoordinasi dengan baik terhadap siapa saja, tidak peduli kalangan bawah maupun pejabat. Pernah masyarakat biasa hendak berkomunikasi di luar jam kerja, Buchary tetap menerimanya.
“Itu yang saya bilang komunikasi beliau baik. Dimanapun, kapanpun beliau selalu merespon,” kenangnya.
Senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Alwi Almuttahar. Kendati dirinya belum menjadi legislator ketika Buchary memimpin, namun gaya kepemimpinan mantan Walikota Pontianak itu sangat melekat dirasakannya. “Utamanya di bidang infrastruktur dan pendidikan yang sudah terbangun dengan baik,” kata Alwi.
Buchary sudah tiada. Sikap yang patut menjadi contoh dari gaya kepemimpinannya, santun dan ramah kepada semua kalangan.
“Semangat beliau itu, sikap santun beliau sebagai pemimpin, dia ramah kepada masyarakat dan canda tawanya yang paling berkesan,” kenang Alwi.
Tidak hanya kepada masyarakat, pejabat maupun politisi. Kepada awak media sendiri Buchary kerap meluangkan waktunya untuk diskusi, ngobrol bahkan sekedar bercanda. Namun demikian, dimata awak media Buchary dikenal tegas, terutama kepada bawahannya.
Hampir disetiap pidatonya, Buchary kerap melontarkan tiga penyakit yang tidak boleh diidap oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pelayan publik. Yakni Kurap, Kudis dan Kutil. Kurap kependekan dari kurang rapi, Kudis atau kurang disiplin dan Kutil alias kurang teliti. Dan diakhir pidatonya dia kerap menutup dengan pantun “Ikan Sepat Ikan Gabus, Makin Cepat Makin Bagus”.
Laporan: Gusnadi, Fikri Akbar
Editor: Hamka Saptono