eQuator.co.id – Proses hukum setelah aksi demonstrasi 4 November bakal mendapat perhatian ekstra dari parlemen. Komisi III berancang-ancang mengaktifkan tim pengawas untuk secara khusus mengawal proses hukum yang kini sedang dilakukan kepolisian tersebut.
Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa mengungkapkan, selain berangkat dari usulan sejumlah anggota, tim dibentuk karena masih ada sejumlah pertanyaan besar yang muncul terkait penanganan kasus. Khususnya, menyangkut upaya kepolisian mencari pihak yang bertanggung jawab atas insiden kerusuhan di pengujung aksi damai tempo hari.
”Kalau kita lihat dari video yang beredar, masih ada sejumlah versi kalau ingin mencari siapa perusuh sesungguhnya,” kata Desmond di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin (8/11).
Dia membeberkan, selain video aksi dari massa yang menggunakan atribut Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), ada gambaran tentang peran aparat kepolisian. ”Ada (video) Kapolda yang berusaha membenturkan FPI dengan HMI. Jadi, siapa otaknya ini sebenarnya?” ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Termasuk, lanjut dia, perlu dipastikan pula mana yang lebih dahulu antara penembakan gas air mata dan insiden kerusuhan. ”Kalau lihat video pula, itu terjadinya kerusuhan setelah ada gas air mata. Kalau benar begitu, kan berarti ada provokasi,” imbuhnya.
Rencananya, komisi bidang hukum DPR akan mulai melakukan sejumlah pemanggilan setelah reses. Masa reses baru berakhir pada 15 November 2016. ”Selain itu, kalau ujung-ujungnya yang diciduk adik-adik HMI, kan lelucon yang enggak lucu ini jadinya. Ini namanya cuma dicari-carikan,” sindirnya, kembali.
Aksi demo besar pada 4 November ditengarai memiliki agenda tambahan untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah saat ini. Isu yang diembuskan itu dinilai mengada-ada karena tidak ada niat untuk melakukan kudeta yang dilakukan umat Islam peserta demo. ”Banyak yang bilang itu kudeta gagal. Padahal, tidak ada kudeta. Itu gerakan massa,” kata Fahri Hamzah, wakil ketua DPR, dalam diskusi di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (8/11).
Fahri menilai, upaya kudeta terhadap presiden sudah diatur secara konstitusi. Jika melalui gerakan massa, upaya tersebut harus melibatkan TNI. Dari posisi itu terlihat bahwa gerakan 4 November lalu bukanlah upaya kudeta. ”Kalau disebut ditunggangi aktor politik, sebut saja. Justru di sini Presiden yang tampak sudah ditunggangi. Presiden mendapat masukan yang tidak jelas,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menilai, setidaknya ada empat kelompok yang turun dalam aksi besar 4 November lalu. Pertama adalah kelompok riil, yakni yang tersinggung pernyataan Ahok. Kedua adalah kaum miskin kota yang terkena dampak kebijakan Ahok. ”Ini terlihat dari kasus di Penjaringan,” kata Qodari.
Kelompok ketiga adalah mereka yang berkepentingan terhadap turunnya elektabilitas Ahok. Kelompok keempat atau terakhir adalah lawan-lawan politik Presiden Jokowi. ”Kelompok keempat ini berharap elektabilitasnya turun. Mereka ingin menurunkan legitimasi Jokowi -JK,” ujarnya. (dyn/bay/c6/fat)