Namun, ia tak memungkiri kemungkinan Dona mengalami gangguan jiwa jika dilihat dari gejala atau kecurigaan sementara. Faktor kecurigaan itu dilihat dari aksi heboh yang dilakukan Dona di luar batas kewajaran orang normal beberapa hari lalu. Termasuk dari tutur bicaranya, perilakunya, dan rasa ketakutan atau halusinasinya saat dokter memeriksanya.
“Rasanya tidak mungkin orang normal bisa berkelakuan seperti itu (bermotor sambil telanjang). Ini menjadi salah satu faktor kecurigaan kita bahwa dia sudah mengalami gangguan jiwa. Karena dia melawan kaedah-kaedah masyarakat. Ada hal lain menjadi faktor kecurigaan kita,” ucap Ferry.
Hasil tes urin Dona di RSJ juga negatif. Sama halnya dengan tes di RS Bhayangkara. Artinya, aksi tak lazim bermotor sambil telanjang yang dilakukan Dona bukan karena pengaruh zat narkotika pada saat itu juga. Tapi, bisa saja zat-zat narkotika yang sudah lama mendarah daging kembali mempengaruhi dan mengganggu kejiwaan Dona.
“Kondisi penggunaan narkoba dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya akan menimbulkan gangguan jiwa. Gambarannya ya seperti kasus (Dona, red) ini. Tapi saya tidak mengatakan kasus ini ada hubungannya dengan narkoba. Namun, kecurigaan kita ada ke arah situ,” paparnya.
Tambah Ferry, “Kita hanya sebatas curiga ya bahwa yang bersangkutan ada gangguan jiwa”. Artinya, ia menegaskan kembali, perlu observasi lebih dalam. Sebab, gangguan jiwa tidak seperti gangguan fisik yang bisa cepat didiagnosa dan ditangani. “Gangguan jiwa ini yang terganggu adalah alam pikiran. Jadi membutuhkan waktu lama untuk memunculkan kondisi alam pikirannya sampai timbullah kesimpulan akhir,” tekannya.
Lantas, bisakah orang dengan gangguan jiwa mengendarai sepeda motor dan menaati aturan berlalu lintas? “Orang yang mengalami gangguan jiwa bisa membawa motor. Tetapi mungkin rambu-rambu lalu lintas tidak ditaati, termasuk hal berpakaian yang mungkin tidak sesuai dengan kondisi normal. Seperti pasien yang ini,” jawabnya.
Hingga kini, Dona masih dirawat di ruangan Melati RSJ. Selama masa observasi, ia tak boleh dijenguk. Bahkan, pihak keluarga pun tidak bisa bertemu jika belum ada keputusan dari dokter yang menangani Dona.
“Nanti, jika kondisi yang bersangkutan sudah normal, maka kita akan kembalikan kepada siapa yang menyerahkan. Dalam hal ini, ya Dinsos Kota Pontianak,” pungkas Ferry.
Soal penggunaan Narkoba yang mempengaruhi kondisi psikologis dalam waktu lama ini diamini Maria Nofaola. Ia seorang psikolog yang kini berkerja di klinik psikologis RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.
“Dalam jangka waktu yang panjang, penggunaan narkoba bisa mempengaruhi syaraf otak, yang kemudian akan menimbulkan gangguan kejiwaan,” terang dia ketika Rakyat Kalbar meminta pendapatnya.