eQuator.co.id – Ada yang berbeda di area bongkar muat peti kemas Pelabuhan Dwikora Pontianak, kemarin. Di sana, suasana haru terasa mengiringi pelepasan 360 prajurit yang bertugas di Kalbar ke NTT. Mereka akan menjaga tapal batas Indonesia-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Marselina Evy, Pontianak
Mendung menurunkan rintik airnya dari langit. Hawa kesedihan campur kebanggaan mengambang. Menyelimuti ratusan istri dan keluarga para prajurit dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 641/Beruang yang sembilan bulan kedepan akan bertugas di perbatasan bekas teritori Indonesia itu.
Seorang wanita bertubuh kecil berkemeja biru dengan jilbab polkadot merangsek maju, berupaya menerobos kerumunan. Sama seperti istri prajurit lainnya, Aprilia ingin mengantar kepergian suaminya. Dua kali ia berhenti, menghela punggung. Perutnya yang membuncit membuatnya mudah lelah.
Ya, kurang dari delapan minggu lagi, Apri —kerap dia disapa— akan melahirkan anak pertamanya dengan Pratu Heryantono. Ia hampir tak peduli dengan keadaan sekitarnya. Tatapannya hanya tertuju ke Kapal Republik Indonesia (KRI) Teluk Bone 511. Sesekali tangan Apri mengusap perutnya, juga menyeka keringat di wajah dengan ujung jilbabnya.
“Saya tadi diantar adek pake motor,” tutur dia, ketika dihampiri Rakyat Kalbar, sambil terus celingak-celinguk ke arah kapal, Rabu (8/6).
Tak lama, yang ditunggu turun juga. Anggota Yonif Raider 641/Beruang turun dari dek Teluk Bone. Setiap pria berseragam loreng hijau itu bergegas menghampiri mereka yang telah menunggu di dermaga.
Sesosok tegap sedikit kurus menghampiri Apri yang akhirnya memilih berdiri di sudut salah satu peti kemas. Seperti layaknya adegan di film Bollywood, setelah sempat saling menatap tiba-tiba mereka tersenyum. Tidak lebar, sedikit canggung. Perpisahan, meski sementara, memang menyedihkan.
Hery, sapaan karib Pratu Heryantono, langsung menyentuhkan tangannya di perut Apri. Tempat di mana buah hatinya bermukim sementara sebelum menghirup udara pertama di dunia. Tangannya agak bergetar, barangkali dia sungkan untuk memeluk istrinya itu di tengah keramaian.
Namun, ketika awak media memintanya mencium perut Apri, Pratu Hery tanpa ragu membungkuk. Ia mencium perut istrinya. Para prajurit dan istri lainnya seketika menatap haru menyaksikan momen itu.
Air mata Apri berlinang. Sambil menggigit bibir bawahnya, ia mengangkat tangan mengusap wajah suaminya. Digenggamnya tangan Hery yang berada di perutnya. Mungkin sama-sama merasakan gerakan janin mereka. Komunikasi tanpa suara itu berlangsung seolah selamanya.
“Bang Hery pergi sembilan bulan kali ini. Semoga selalu sehat, ingat anak-istri. Semoga tugas demi negara ini berhasil baik,” lirih Apri berpesan. “Saya hanya bisa berpasrah, menitipkan adek kepada Allah dan keluarga di sini,” tutur Hery sambil merangkul bahu Apri.
Ia terlihat tegar ketika ditanya bagaimana persiapannya melahirkan tanpa didampingi suami. “Saya pasrah. Ini konsekuensi sebagai istri tentara. Harus strooong, bukan cuma stong (kuat),” selorohnya, masih terus menggenggam tangan Hery.
Di samping pasangan itu, Mariska menahan air mata. Ia mengantar kepergian tunangannya, Bripka Bonaventura. Jauh-jauh Mariska berangkat dari Putussibau, Kapuas Hulu.
“Baru sampai kemarin,” ungkapnya. Ia membawakan Bonaventura beberapa cup pop mie. “Untuk sekedar bekal,” ujarnya.
Sebelumnya, Juriah sempat ditemui. Wanita paruh baya itu mengantar kepergian anaknya yang nomor empat, Bripka Adi, ke Timor Leste. Juriah datang ke pelabuhan ditemani anak bungsunya dan tunangan putranya tersebut.
“Ya kita undurlah acara nikahnye,” ungkap dia yang disambut senyum malu calon menantunya. Tak lupa Juriah memanjatkan doa bagi anaknya, “Pergi sehat, pulang sehat juga”.
SIAPKAN 21 POS PENJAGAAN
Keberangkatan 360 prajurit Yonif Raider 641/Beruang ini dilepas oleh Kepala Staf Kodam (Kasdam) XII/Tanjungpura, Brigjen TNI Supriyadi. Mereka diplot untuk menjaga perbatasan Republik Indonesia – Timor Leste.
Tugas pokoknya mencegah berbagai tindakan ilegal terutama penyelundupan Narkoba yang mulai jadi momok di sana. Juga melakukan pembinaan teritorial sebagai guru bantu, tenaga kesehatan, dan aktivitas sosial lainnya.
“Satuan Raider adalah kebanggaan angkatan darat. Kami banyak berharap mereka akan berhasil mengharumkan nama satuan itu sendiri,” ungkap Supriyadi.
Latihan intensif selama enam bulan telah dijalani mereka sebagai persiapan untuk keberangkatan. “Ini personil terpilih yang dikirim ke sana, mereka siap secara personil, materiil,” terangnya.
Yonif Raider 641/Beruang bertugas menjaga wilayah dari Mota Ain sampai Mota Masin di kawasan selatan. “Sekitar tanggal 21 akan masuk daerah yang dijaga. Mohon doa restu masyarakat Kalbar sehingga tugas ini berhasil,” pungkas Supriyadi.
Terpisah, Komandan Batalyon, Lekol Inf Wisnu Herlambang menyatakan, perbedaan tingkat perekonomian dan kondisi politik antara Indonesia dan Timor Leste merupakan penyebab munculnya banyak penyelundupan di perbatasan. “Sektor Timur, Kabupaten Belu, hanya ada satu lintasan PLB yang resmi di Mota Ai. Selebihnya jalur-jalur ilegal, ini jadi fokus utama Satgas (satuan tugas) kami. Pemeriksaan akan dilakukan siang malam,” tutur Wisnu.
Baru kali ini Wisnu dan anak buahnya menjaga perbatasan. “Ini hal baru bagi prajurit. Tapi, kami juga didukung oleh Imigrasi, Bea Cukai. Kami pelajari banyak hal baru dari mereka sehingga nantinya kami tidak salah menangani masalah di sana,” ungkapnya.
Di sektor timur, Yonif Raider 641/Beruang akan menyebar di 20 pos dan satu Markas Komando Satgas. “Total 21 pos. Di sektor barat masih ada kewenangan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), karena masih ada urusan terkait sengketa tanah,” pungkas Wisnu.
Sehari sebelumnya (7/6), di Lapangan Makodam XII/Tanjungpura, Jalan Arteri Ali Anyang No. 1, Sungai Raya, Kubu Raya, Kepala Penerangan Kodam, Kolonel Inf Tri Rana Subekti memaparkan Yonif Raider 641/Beruang ditugaskan di Nusa Tenggara Timur menggantikan Batalyon Armed 10/Kostrad.
“Mendapat kehormatan dari Mabes TNI untuk melaksanakan tugas pengamanan perbatasan di NTT,” paparnya.
Penugasan tersebut telah melalui cek akhir yang dilakukan Mabes TNI melalui Wakil Asisten Operasi Panglima TNI, Laksma TNI Harjo Sasmoro. Tri Rana menyatakan Satgas telah dibekali pengetahuan akan sistem sosial, budaya, dan tradisi masyarakat.
“Dengan penguasaan sosiokultural masyarakat di daerah operasi, memungkinkan Satgas untuk dapat melakukan komunikasi dengan masyarakat dan memudahkan beradaptasi terhadap lingkungan tugas,” tutupnya.
Doa dan harapan akan mengiringi langkah tegap Yonif Raider 641/Beruang demi menjaga perbatasan negara. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan harga mati, cukup Timor Timur saja yang tak lagi menjadi bagian NKRI. (*)