Dispenda Kesulitan Ukur Omzet Warkop

Tak Pakai Struk

Ilustrasi Warung Kopi

eQuator.co.id Pontianak-RK. Sulitnya mengukur omzet sebuah warung kopi (Warkop) menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Pontianak. Padahal, saat ini usaha Warkop yang menjamur di Kota Pontianak tengah dibidik untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sulitnya mengukur omzet sebuah Warkop diakui Ruli Sudira, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Dispenda Kota Pontianak.

“Tidak seperti hotel, restoran atau tempat hiburan, Warkop tidak menyediakan bill atau struk pembayaran untuk konsumen. Sebenarnya di dalam konsep pajak restoran, mereka hanya perantara saja. Konsumen yang membayar pajak 10 persennya. Tetapi di Warkop, hanya kira-kira saja berapa omzetnya,” terangnya, Selasa, (13/9).
Kendati demikian, kata Ruli, pihaknya tetap melakukan verifikasi. Dispenda tak lantas percaya begitu saja atas angka omzet yang diberikan wajib pajak. Seperti pengalaman ketika pihaknya menanyai pemilik warung lamongan yang juga masuk wajib pajak restoran.

“Kami tetap melakukan uji petik dan pengecekan. Ada wajib pajak yang mengaku pendapatannya Rp2 juta per bulan. Tetapi kita lihat jumlah kursinya banyak dan ramai. Dan karyawannya bisa dua atau tiga orang,” katanya.

Dari omzet sebesar itu, lanjut dia, tidak mungkin wajib pajak bisa membayar gaji karyawannya apalagi mendapat untung.

“Apa mungkin omzetnya per hari hanya Rp70 ribu. Itu sederhananya. Jadi kalau ada yang seperti itu, kami minta laporannya diperbaiki,” tegas Ruli.
Ide lainnya adalah dengan menempatkan mesin bill yang terhubung secara online dengan komputer Dispenda. Rencana ini sudah dimasukan ke dalam revisi Perda yang membahas pajak daerah. Kelak alat tersebut akan ditempatkan di tempat usaha wajib pajak restoran. Kalau alat ini digunakan secara jujur, diyakini transaksi di tempat usaha wajib pajak akan termonitor setiap hari.

Mesin ini nantinya tidak hanya untuk ditempatkan di Warkop saja. Hal sama diberlakukan pada hotel, tempat hiburan, restoran dan kafe. Terutama tempat-tempat yang memiliki potensi omzet besar. Rancangan Perda ini bahkan sudah disetujui DPRD Kota Pontianak.

“Dewan sudah setuju. Saat ini prosesnya sudah sampai di Kementerian Keuangan, karena setiap kegiatan yang menghimpun dana masyarakat harus mendapat persetujuan dari Kemenkeu. Kalau ini bisa diterapkan, kami yakin peningkatan pajak restoran bisa mencapai 50 persen lebih,” tuntas Ruli.

 

Laporan: Gusnadi

Editor: Arman Hairiadi