Dihargai Mahal, Warga berburu Ringau

Rasau Jaya Heboh, Ramai-ramai Berendam di Sungai

MENANGGUK. Sejumlah warga menangguk ikan Ringau di sungai kawasan Rasau Jaya, Senin (8/10). Ocsya Ade CP-RK

Sudah sepekan, hampir di setiap sungai di kawasan Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya mendadak ramai. Semua kalangan, anak-anak, dewasa, laki-laki bahkan perempuan, turun ke sungai. Apalagi di semak-semak atau rumput sungai (bakung). Ada apa?

Ocsya Ade CP, Rasau Jaya

eQuator.co.id – Mereka bukan dalam rangka membersihkan sungai. Tapi mengais rezeki dengan serokan ikan. Kadang, ada yang pakai tudung saji.

Ya, warga-warga itu menangguk ikan. Ikan yang lagi jadi primadona ini bernama Tiger Fish. Ikan bertubuh belang-belang itu juga lebih dikenal Ringau.

“Sudah sepekan lalu heboh ikan ini harganya mahal, di sini. Tapi saya turun ikut menangguk sejak dua hari lalu,” kata Junaidi, salah seorang warga Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya kepada Rakyat Kalbar, Senin (8/10).

Pemuda 23 tahun ini menjelaskan, di pasaran harga ikan Ringau Rp20 ribu per ekor. Dulunya, saat baru-baru heboh, pengepul berani membayar ikan ini seharga Rp11 ribu sampai Rp13 ribu.

“Itu harga beli ikan dari pengepul. Belum tahu kalau harga pasaran di kota (Pontianak). Ikan ini, ukurannya tak lebih besar dari biji kacang, harganya segitu,” ujarnya.

Selama dua hari ini, kata Junai, ia berhasil menangguk tak kurang dari 30 ekor ikan. Dia menangkap ikan tersebut menggunakan serokan yang dibuatnya sendiri pakai jaring.

“Saya lihat orang-orang ramai di sungai belakang rumah, jadi saya ingin turun juga,” jelasnya.

Melihat potensial ini, Junai bahkan izin tak kerja demi turun berburu ikan Ringau bersama warga lainnya. Dan kebetulan ia diizinkan bosnya. “Karena di sini memang heboh, jadi semuanya pada menangguk ikan Ringau. Bos memaklumi,” terangnya.

Karyawan mebel ini mengaku tak mengetahui kegunaan dari ikan Ringau. Hingga sampai-sampai dibayar mahal untuk ukuran sekecil itu. Yang dia tahu, ikan ini kadang mudah ditemui di benda berlumut dan rumput-rumput di sungai.

“Katanya ikan ini untuk diekspor. Nggak tahu juga untuk apa. Saya manfaatkan peluang saja. Anak-anak SD juga banyak yang nangguk ikan ini. Lumayan untuk jajan,” ucap Junai.

Dedek Hermansyah juga tak mau ketinggalan. Saat melihat orang-orang ramai di sungai dekat rumahnya, warga Desa Rasau Jaya Umum ini pun turun ikut menangguk.

“Saya pas pulang kerja, saya lihat ramai orang. Saya langsung ganti celana dan ikut menangguk ikan,” kata pemuda 28 tahun ini.

Pria yang keseharian sebagai Manager Pemasaran Cabang salah satu dealer sepeda motor ini mengaku, juga geram melihat warga turun ke sungai. “Makanya saya jadi pengen nangguk. Dua hari ini saya dapat 28 ekor ikan. Lumayan kan,” paparnya.

Saat ini, setiap kali kondisi air sungai surut, warga pasti ramai menangguk ikan. Bahkan, saking ramainya, kondisi air jadi keruh. Hal itu juga menjadi kendala untuk mendapat ikan dalam jumlah yang banyak.

“Kalau yang nangguk ramai, agak susah dapatnya. Bahkan, ada warga yang cerita, di salah satu daerah tidak boleh ada warga luar atau bukan warga setempat yang menangguk di sana,” timpal Rizky, warga lainnya yang juga ikut menangguk.

Awak koran Rakyat Kalbar (Jawa Pos Grup) ini juga mencoba merasakan perjuangan mendapatkan ikan Ringau. Ternyata, memang susah juga untuk mendapatkannya. Hampir setengah hari berendam, hanya satu ekor ikan Ringau yang sangkut di serokan.

Kepada koran ini, Ahmadi Ramsyah, salah seorang pengepul menerangkan, ia membeli ikan Ringau seharga Rp20 ribu dari setiap warga yang menangguk. Pria 26 tahun ini kemudian menjual ikan yang dikumpulkan itu ke agen. Ia mendapat untung untuk seekor ikan berkisar Rp3 ribu sampai Rp5 ribu.

Di samping keuntungan itu, Ahmad juga harus siap menerima risiko bila ikan yang dibelinya kemudian mati. “Saya beli dalam keadaan hidup. Kalau mati pas di tangan saya, ya saya yang rugi. Makanya harus siapkan oksigen,” terangnya.

Ia mengaku, niat menjadi pengepul ketika melihat potensi yang menggiurkan. “Karena kalau sudah ramai yang menangguk, ikannya susah dapat. Makanya, baiknya saya jadi pengepul saja. Untungnya juga lumayan. Walaupun ada risiko,” jelas Ahmad.

Selama ini, dia sudah berhasil membeli dan menjual kembali ratusan ekor ikan Ringau dari warga. “Lumayan lah untungnya. Kalau ditanya untuk apa, saya juga tidak tahu. Cuma mengepul. Katanya sih untuk ekspor,” tuturnya.

Selain di Kabupaten Kubu Raya, sejak dua tahun lalu ikan ini juga sudah diburu masyarakat dan nelayan di Kabupaten Kapuas Hulu. Salah satunya di Kecamatan Selimbau. Di sana, kala itu harga untuk satu ekor ikan Ringau dihargai sekitar Rp700 ribu sampai Rp1 juta. Harga itu tergantung ukuran, garis dan warna. Pada dasarnya, ikan ini bewarna hitam, bergaris kuning.

Bahkan jika ikan Ringau dengan warna dan garis yang lebih menarik, bisa dihargai lebih dari Rp1 juta per ekor.

Informasinya, ikan ini digunakan sebagai ikan hias dan diikutkan kontes. Baik dalam maupun di luar negeri. “Kemungkinan warnanya yang menarik, dan makin sulit ditemukan, makanya punya nilai jual tinggi,” kata Andi Fachrizal, Pemerhati Lingkungan Kalbar.

Ia menerangkan, ikan jenis hias dan konsumsi ini habitatnya dulu ada di kawasan Danau Sentarum dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas Hulu. Tapi, sekarang susah ditemui.

Hal itu, menurutnya, ada kemungkinan terjadi eksploitasi besar-besaran. Lantaran ikan ini punya nilai ekonomi tinggi. “Sehingga risiko kepunahan sangat tinggi juga,” ujarnya.

Pria yang akrab disapa Daeng ini berpandangan, setiap satwa yang nyaris punah, sudah seharusnya dilindungi. “Saya belum lihat regulasi baru soal jenis satwa dilindungi. Tapi sejatinya, jika memang sudah terancam punah, ikan ini harus dilindungi. Artinya, yang berwenang adalah pemerintah pusat. Dalam hal ini KLHK,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Arman Hairiadi