eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan pencarian korban hilang dan penanganan korban luka bencana tsunami Selat Sunda menjadi prioritas. Data sementara menyebutkan ada 154 korban hilang dan 1.485 korban luka. Sedangkan korban meninggal terus bertambah dengan angka terkini 429 orang.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan fokus utama penanganan dampak tsunami saat ini adalah evakuasi dan pencarian korban. Selain itu juga penanganan korban yang mengalami luka. ’’Karena masih banyak korban yang dilaporkan hilang maupun luka,’’ tuturnya di kantor BNPB, Jakarta kemarin (25/12).
Sutopo menuturkan korban hilang kemungkinan besar banyak yang terseret atau hanyut ke laut. Dia melaporkan ada laporan penemuan jenazah yang diduga korban tsunami Selat Sunda di daerah teluk Cirebon. Dengan luasnya area potensi hanyutnya korban tersebut, pencarian tidak hanya melalui jalur laut dan darat saja. Tetapi juga melalui jalur udara.
Dia menjelaskan operasi laut dengan kapal milik TNI-AL tidak sekedar mencari korban hilang. Tetapi juga mendistribusikan bantuan ke titik-titik yang masih terisolasi atau sulit dijangkau.
Sutopo menjelaskan diantara daerah yang masih terisolasi ada di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. ’’Dari tujuh desa di kecamatan Sumur, baru satu desa yang terjangkau tim gabungan,’’ jelasnya. Keenam desa yang masih terisolasi karena akses transportasi terhambat itu adalah desa Cigorondong, Kertajaya, Sumberjaya, Tunggajaya, Ujungjaya, dan Kertamukti.
Beredar sejumlah foto dampak kerusakan di wilayah Kecamatan Sumur. Dari foto tersebut memang terlihat bangunan porak-poranda akibat terjangan tsunami. Sutopo menjelaskan belum bisa dipastikan ketinggian gelombang tsunami yang menerjang wilayah Pandeglang dan sekitarnya itu.
Tetapi dia mengatakan ada laporan bahwa tinggi gelombang tsunami di wilayah kecamatan Sumur mencapai dua meter. Sementara gelombang tsunami di daerah Tanjung Lesung dilaporkan mencapai lima meter.
Sutopo juga mengatakan bahwa status bencana tsunami di selat Sunda itu berstatus sebagai bencana kabupaten. Dia memastikan bahwa pemerintah kabupaten sanggup menangani bencana tersebut. ’’Tidak ada wacana bencana nasional,’’ tandasnya.
Sutopo menjelaskan saat ini ada tawaran bantuan dari Australia untuk penanganan bencana tsunami selat Sudna. Namun pemerintah Indonesia sampai saat ini belum membuka keran bantuan internasional untuk penanganan bencana tsunami selat Sunda. Dia menjelaskan sampai saat ini Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan instruksi untuk membuka saluran bantuan internasional. Dia mengatakan bahwa keputusan membuka saluran bantuan internasional untuk penanganan bencana adalah ada di tangan Presiden.
Menurut dia banyaknya korban tsunami di selat Sunda ada beberapa faktor. Diantaranya adalah pada saat kejadian di daerah Pandeglang dan sekitarnya sedang ramai masyarakat berwisata. Bertepatan dengan libur panjang (long weekend) menyambut Natal 2018. Penginapan atau hotel di lokasi wisata pantai Pandeglang penuh.
’’Kemudian terjadi terjangan tsunami. Tidak ada peringatan dini tsunami,’’ tutur Sutopo. Sebab sampai saat ini Indonesia memang tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran bawah laut atau erupsi gunng api. Sehingga masyarakat saat itu tidak ada kesemaptan untuk evakuasi.
Lain cerita jika ada tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi. Saat ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memiliki sistem peringatan dini tsunami (tsunami warning system). Dimana tidak sampai lima menit setelah terjadi gempa, BMKG mengumumkan apakah ada potensi tsunami atau tidak.
’’Tetapi yang terjadi di selat Sunda tidak ada peringatan,’’ tegasnya. Tidak ada yang mengira bahwa erupsi gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) menyebabkan longsor bawah laut dan kemudian memicu gelombang tsunami. Menurut Sutopo letusan atau erupsi gunung Anak Krakatau pada 22 Desember lalu bukan letusan yang terbesar. Dia menjelasan ada beberapa kali erupsi yang lebih besar pada periode Oktober-November.
Sutopo menjelaskan kejadian tsunami di selat Sunda terbilang langka. Kejadian ini sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mengembangkan sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsor bawah laut dan erupsi gunung berapi. Apalagi di Indonesia saat ini ada 127 buah gunung aktif. Dalam catatan sejarah Indonesia, sebanyak 90 persen tsunami dibangkitkan gempa bumi. Sisanya 10 persen tsunami dipicu oleh longsoran bawah laut dan erupsi gunung berapi.
Pada kesempatan itu Sutopo juga menjelaskan status gunung Anak Kraktau. Sebab sejak pagi kemarin beredar kabar bahwa level gunung Anak Krakatau naik menjadi siaga. ’’Jangan percana informasi bahwa status gunung Anak Krakatau naik jadi siaga. Tetap bertatus waspada,’’ jelas Sutopo.
Dia menuturkan bahwa gunung Anak Krakatau terus erupsi sejak Juni lalu hingga saat ini. Erupsi gunung Anak Krakatau bertipe stromboli atau strombolian. Dimana letusannya letusannya mengeluarkan lava yang cair tipis, tekanan gas yang sedang, dan letusannya mengeluarkan material padat, gas, serta cairan.
Radius 2 km dari puncak kawah gunung Anak Krakatau ditetapkan sebagai zona berbahaya. Tidak boleh ada aktivitas manusia. Erupsi gunung Anak Krakatau juga tidak mengganggu pelayaran maupun penerbangan. Meskipun begitu BMKG mengeluarkan peringatan bagi masyarakat untuk tidak beraktivitas di pantai terlebih dahulu. Sebab dinilai masih ada potensi adanya longsoran bawah laut susulan dan bisa memicu tsunami.
Sementara itu, upaya evakuasi korban tidak hanya dilakukan di darat. Kawasan perairan Banten juga ikut disisir untuk mengantisipasi adanya korban yang masih hilang atau terombang-ambing di lautan. Oleh karenanya, unsur TNI AL juga dikerahkan dalam upaya pencarian.
Kapendam III Siliwangi Kolonel Arh Hasto Respatyo mengatakan, salah satu alutsista yang dikerahkan dalam upaya penyisiran adalah KRI Torani. Selain itu, ada juga KRI Teluk Cirebon, serta kapal milik Basarnas dan Bakamla.
Unsur TNI AL menyisir dari wilayah Carita sampai dengan wilayah Sumur bagian selatan. “Menyisir sepanjang pantai untuk menemukan kemungkinan korban yang berada di laut,” ujarnya.
Dalam pencarian di laut kemarin, Bakamla menemukan satu orang korban meninggal, Selasa pagi. Korban yang belum diketahui identitasnya tersebut ditemukan dan dievakuasi pada koordinat 06° 27′ 022 S 105° 41′ 283 T dan diserahkan kepada tim.
Kasubbag Humas Bakamla RI, Letkol Bakamla Mardiono mengatakan, dalam pencarian, bakamla menggunakan KN. Belut Laut- 4806. Dia mengatakan, proses pencarian masih akan terus dilakukan hingga beberapa hari ke depan. “Rencananya operasi akan terus dilaksanakan hingga dinyatakan selesai oleh Basarnas,” imbuhnya.
Sementara itu, penyisiran tidak hanya dilakukan terhadap korban jiwa. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai menginventarisir bangunan dan sarana pemerintahan daerah yang rusak. Mulai dari kantor kelurahan, Kecamatan hingga dinas.
“Kita mendata sarana dan prasarana pemerintahan yang rusak,” ujar Direktur Satuan Polisi dan Pamong Praja Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemdagri, Arief M Edie saat dikonfirmasi kemarin (14/12).
Arief mengatakan, inventarisir sarana dilakukan oleh tim dari pusat yang terdiri dari lintas direktorat. Dengan adanya pendataan, diharapkan pemerintah bisa menyiapkan strategi penanganan. Sehingga pelayanan publik bisa segera bekerja normal.
Upaya itu, sama dengan yang dilakukan pemerintah saat terjadi bencana di Palu dan Lombok. Sebagaimana instruksi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, pemerintah ingin agar pelayanan publik bisa segera bekerja. Sebab, pelayanan publik memiliki peran penting dalam merecovery kondisi. Khususnya berkaitan dengan keperluan administrasi.
Selain menginventarisir, lanjut dia, tim dari Kemendagri juga ikut membantu proses evakuasi. “Kita ambil data sambil berjalan,” imbuhnya.
Arief menambahkan, pemerintah juga mengirim beberapa pleton Satpol PP milik pemerintah daerah di sekitar untuk diperbantukan. Baik dalam proses inventarisir, evakuasi, hingga keamanan. “Warga membutuhkan satpol PP malam hari untuk menjaga keamanan. Takut diambil orang barang-barang di rumah,” tuturnya.
Sementara upaya identifikasi terhadap para korban tsunami di Pandeglang berjalan cepat. Biddokes Polda Banten telah berhasil mengidentifikasi 208 korban meninggal dunia. Kabidhumas Polda Banten AKBP Edy Sumadi menjelaskan bahwa dari 205 korban meninggal dunia itu, 200 korban diantaranya telah diambil jenasahnya oleh keluarga. ”3 korban meninggal masih belum diambil keluarga,” tuturnya.
Untuk sementara saat ini masih ada 26 jenasah yang akan diidentifikasi, namun jumlah korban meninggal dunia yang harus diidentifikasi kemungkinan masih akan bertambah. Mengingat proses evakuasi masih berlangsung. ”Masih bisa,” jelasnya.
Kabiddokes Polda Banten AKPB Nariyana menjelaskan bahwa untuk 26 jenasah yang tersisa belum teridentifikasi dikarenakan belum adanya data antemortem. Apalagi, tidak ada kartu identitas yang melekat di tubuh korban. ”Karena itu diharapkan masyarakat melaporkan bila ada anggota keluarganya yang hilang dan kemungkinan menjadi korban tsunami,” terangnya.
Dia menjelaskan, saat ini belum dipastikan kapan akan dilakukan penguburan masal. Yang pasti, korban yang belum teridentifikasi ini masih di simpan di container penyimpanan jenasah. ”Kami tunggu sampai ada keluarganya,” ujarnya.
Sementara Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan bahwa petugas saat ini juga berupaya untuk menyisir perairan untuk menemukan adanya korban lainnya. ”Sehingga bisa dilakukan evakuasi,” terangnya.
Setidaknya ada 1.300 personil dari Polri yang bekerjasama melakukan evakuasi hingga identifikasi. Dia menjelaskan, semuanya bekerja untuk bisa membantu meringkankan korban tsunami. ”Masyarakat juga ada yang ikut membantu,” ujarnya. (Jawa Pos/JPG)