Indikasi seseorang sudah memberikan sesuatu yang indah kepada dunia: Ketika dia meninggal, jutaan orang mengenangnya dengan tertawa terpingkal-pingkal. Rest in peace, Jerry Lewis.
***
Kabar duka biasanya disambut dengan kesedihan atau keheningan. Minggu lalu waktu Amerika Serikat (20/8), muncul berita meninggalnya legenda komedi dunia, Jerry Lewis. Di usia 91 tahun, meninggal secara natural.
Terus terang, lama juga tidak mendengar nama Lewis. Ketika saya memasang fotonya di status handphone, seorang teman saya menyambut dengan komentar bernada heran.
“Orang ini baru meninggal sekarang? Panjang sekali umurnya,’’ tulis teman saya itu.
Senin pagi itu di kantor, saya pun mulai baca-baca tentang berita kepergian Lewis. Dia superpopuler di dekade 1940-an hingga 1960-an, sehingga saya sebenarnya masih terlalu muda untuk jadi penggemar beratnya. Namun, saya masih terekspos dengan karya-karyanya. Baik itu film-film maupun cuplikan lagu atau aksi stand-up-nya.
Lucu juga, ketika salah satu manajer di kantor saya yang berusia awal 30-an melihat saya menonton cuplikan-cuplikan aksi Lewis di YouTube. Dia bertanya: “Itu siapa?”
Luar biasa. Sehebat apa pun seseorang, ternyata pada era tertentu dia bisa tidak dikenal sama sekali. Dan andai Jerry Lewis tidak meninggal, manajer saya ini mungkin tidak akan pernah tahu siapa itu Jerry Lewis.
Saya pun menceritakan sebisa saya, siapa itu Jerry Lewis. Lalu, saya tunjukkan cuplikan-cuplikan terbaik di YouTube. Saya terpingkal-pingkal, dia juga tertawa-tawa. Komedi memang tidak kenal waktu!
Saya bisa membayangkan, hari itu ada jutaan orang di dunia yang tertawa terpingkal-pingkal. Polanya sama. Setelah membaca atau melihat berita tentang meninggalnya Lewis, mereka langsung mencari rekaman-rekaman aksi sang komedian di internet. Lalu, mereka tertawa terpingkal-pingkal menontonnya.
Dan rasanya ada banyak orang yang terlalu muda untuk menjadi penggemar Lewis, hari itu jadi terekspos pada sang legenda dan ikut tertawa terpingkal-pingkal.
Coba pikirkan, ada berapa banyak orang di dunia ini yang saat dia meninggal, bisa membuat jutaan orang lain tertawa terpingkal-pingkal?
Rasanya tidak banyak. Bahkan mungkin bisa dihitung dengan jari! Jerry Lewis adalah salah satunya!
Walau termasuk yang terlalu muda untuk jadi fans Lewis, saya masih mengikuti perjalanan karir dan hidupnya. Waktu saya masih remaja, beberapa filmnya sangat saya sukai.
The Nutty Professor (1963), yang kemudian di-remake oleh Eddie Murphy, disebut sebagai karya terbaiknya. Ada juga Cinderfella (1960), pelesetan Cinderella. Plus karya-karyanya bersama Dean Martin, di mana Martin selalu jadi ‘pria ganteng seksi’ dan Lewis jadi ‘monyetnya’.
Ya, gaya komedi Lewis memang bisa dibilang antik. Mengandalkan gerakan tubuh dan slapstick, jadi orang bodoh, konyol, dan kekanak-kanakan. Dia juga termasuk sangat old school, mengandalkan banyak improvisasi, termasuk saat membuat film.
Tapi, dia juga menunjukkan intelektualitas tinggi dalam kekonyolannya. Dan termasuk inovator dalam dunia perfilman (dia sutradara pertama yang menggunakan teknik video playback, sehingga bisa melihat lagi adegan yang baru saja disyuting).
Yang paling saya suka: Jerry Lewis ini sangat ’old school’. Artinya, tipe orang yang mengandalkan insting, tidak butuh teori-teori atau pembahasan-pembahasan bertele-tele untuk melakukan sesuatu.
“Saya tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Jadi, common sense (akal sehat) adalah intelektual saya. Tidak ada yang lain yang bisa saya andalkan. Common sense saya itulah yang membuka pintu insting,” begitu ucapnya.
Ciri lain orang sukses ’old school’? Dia berhasil karena kepepet. Maksudnya, mau tidak mau dia harus berhasil karena hidupnya susah.
“Anak muda yang punya kekayaan luar biasa, dia bisa menyewa semua orang terbaik untuk mengajarinya bagaimana melakukan sebuah monolog. Tapi, dia tidak akan pernah punya dasar yang benar untuk benar-benar meraih sukses. Kalau dia tidak naik ke panggung karena terpaksa, maka dia tidak punya mimpi untuk meraih keberhasilan,” ujar Lewis.
Satu lagi kutipan Lewis yang saya suka: “Saya selalu berpesan kepada pelawak muda. Kalau kamu benar-benar ingin melakukan ini, maka kesempatan itu ada. Tapi, kamu harus berjuang mendapatkannya. Dan jangan harap saya akan memberimu kunci untuk membuka pintu kesuksesan. Karena sebenarnya tidak ada kunci, tidak ada lubang kunci, dan tidak ada pintu!”
Dengan kepergian Lewis, dunia kehilangan lagi satu orang yang benar-benar old school. Tipe orang dari era di mana kepercayaan adalah segalanya, tidak perlu dinyatakan atau dibuktikan dengan tulisan di kertas dan tanda tangan.
“Loyalitas ada di dalam darah saya. Ketika saya menyetujui sesuatu dengan seseorang, maka saya akan berkomitmen penuh. Tidak perlu memberi saya kertas, karena pengacara yang menulisnya bisa saya suruh juga untuk membatalkannya. Kalau Anda menjabat tangan saya, maka komitmen itu adalah untuk seumur hidup,” tandasnya.
Bagi Anda yang tahu siapa itu Jerry Lewis, mari kita menonton lagi cuplikan-cuplikan karyanya dan tertawa terpingkal-pingkal. Bagi Anda yang tidak tahu siapa itu Jerry Lewis, coba tonton karya-karyanya dan siapa tahu Anda ikut tertawa terpingkal-pingkal.
Dan kalau Anda sampai benar-benar tertawa terpingkal-pingkal, maka ingatlah itu sebagai pengalaman yang superlangka. Bahkan mungkin lebih langka daripada gerhana matahari. Karena di masa depan, belum tentu ada lagi orang yang saat meninggal justru membuat jutaan orang di dunia tertawa terpingkal-pingkal! (*)