-ads-
Home Headline Di Kapuas Hulu, Daging Sapi Tembus Rp170 Ribu perkilogram

Di Kapuas Hulu, Daging Sapi Tembus Rp170 Ribu perkilogram

Cari Bawang Putih seperti Cari Jarum dalam Tumpukan Jerami

SAPI MUAHAL. Salah seorang penjual daging sapi di Pasar Pagi Putussibau, Kapuas Hulu, tengah melayani pembeli daging sapi yang sekarang tembus Rp170 ribu perkilogram, Jumat (26/5). Andreas-RK

eQuator.co.id – Nanga Pinoh-RK. Komoditi kebutuhan rumah tangga, khususnya bawang putih, kini kian sulit didapat di sejumlah daerah di Kalbar. Menyusul warga di kawasan pantai utara (Pantai Utara), sejumlah ibu rumah tangga, terutama yang nyambi jadi pengusaha makanan, di Nanga Pinoh, Melawi, mulai mengeluh.

“Dari kemarin saya cari bawang putih di Pasar, tidak ketemu-ketemu. Hari ini juga sudah susah nyarinya. Sudah langka bawah putih sekarang, entah apa yang menyebabkannya langka,” kesal Yuli, pengusaha makanan Pri Bumi di Desa Kenual kecamatan Nanga Pinoh, Melawi, ditemui di tempat usahanya, Jumat (26/5).

Jikapun ada, harga bawang putih saat ini sudah mengalami kenaikan yang luar biasa. “Sebelum langka dan sulit dua hari belakangan ini, harga bawang putih pernah mencapai Rp85 ribu perkilo,” ungkapnya.

-ads-

Dengan sulitnya mencari bawang putih, ia mengaku kesulitan membuat bumbu masakan. Sehingga, terpaksa menu masakan yang biasa dijualnya sementara waktu tidak disediakan.

“Kayak masak asam sapi, saat ini masih kosong. Bagaimana kami mau menjualnya, bawang putih saja tidak ada,” tukas Yuli.

Warga Desa Tanjung Tengang, Eko juga mengeluhkan hal serupa. Kata dia, untuk menemukan bawang putih di pasaran Nanga Pinoh sangat sulit.

“Nyari Bawang putih di pasaran seperti mencari jarum dalam jerami,” selorohnya.

Terkait hal ini, Ketua DPRD Melawi, Abang Tajudin meminta otoritas pemerintahan setempat sigap mencari tahu apa penyebab stok bawang putih ini langka. “Bahan pokok inikan sudah menjadi bahan pokok segala bahan makanan. Seperti bawang putih, jika ini kosong ya instansi terkait harus cari tau penyebabnya dan segera mencari tau solusinya,” singkat dia.

Pantauan Rakyat Kalbar di Sanggau, pedagang sembako di Pasar Senggol, Nurdin juga menyebut harga barang setempat jelang puasa ini tidak meningkat signifikan, kecuali bawang putih. “Saya tidak ada jual bawang putih karena harganya yang terlalu tinggi. Kalau kita jual nanti pembeli terkejut mendengar harga yang mahal,” ungkapnya.

Di kabupaten tetangga Sanggau, Bupati Sekadau Rupinus sampai harus angkat bicara mengingatkan para pedagang di wilayah yang dia pimpin untuk tidak berbuat culas saat momentum hari besar keagamaan, terutama Ramadan dan Idul Fitri  ini. Yang paling menjadi perhatiannya adalah aksi penimbunan barang.

“Jangan ada pedagang yang menimbun Sembako,” tegas Rupinus dijumpai Rakyat Kalbar di ruang kerjanya, Jumat siang (26/5).

Sejumlah pedagang memang kerap diduga menimbun Sembako menjelang momen-momen tertentu untuk memicu lonjakan harga. “Setelah harga melonjak, baru mereka akan menjualnya. Jadi pedagang ingin mencari keuntungan lebih besar,” bebernya.

Ia berharap, hal seperti ini tidak terjadi di Sekadau. Pemerintah daerah dipastikan tidak akan tinggal diam. “Kita akan terjunkan tim melakukan penertiban. Nanti akan ada tim yang melakukan Sidak,” tegas Rupinus.

Tak cuma penimbunan, Rupinus juga meminta agar pedagang tidak menjual barang yang tidak layak konsumsi. “Jangan barang yang sudah kadarluarsa dijual,” tukasnya.

Sejauh ini, sejumlah komoditas Sembako di Sekadau sudah mulai mengalami kenaikan. “Yang mengalami kenaikan itu telur dan bawang putih,” kata Mariana, salah seorang warga Sekadau.

Menurut dia, saat ini harga telur diperjualkan Rp45 ribu perkerat. Sementara bawang putih mencapai Rp7 ribu perons. “Kenaikan sudah terjadi sejak beberapa pekan terakhir,” beber Mariana.

Ia merinci, bulan lalu harga telur hanya berkisar Rp38 ribu perkerat. Sedangkan bawang masih di bawah Rp5 ribu perons.

“Kita berharap tidak ada pedagang yang menimbun barang. Kita juga berharap pemerintah bisa menindak pedagang yang melakukan penimbunan barang itu,” pintanya.

Kelangkaan bawang putih tak hanya terjadi di Pantura dan timur Kalbar. Di selatan, tepatnya Kabupaten Kayong Utara, stoknya sudah mengkhawatirkan. Demikian pula dengan persediaan minyak goreng.

Harga bawang putih di pasaran Sukadana, Kayong Utara, menjelang Ramadan melonjak hingga Rp65.000 ribu perkilogram. Sebelum itu, harga dipatok Rp46.000 perkilogramnya. Kenaikan harga ini sudah berjalan selama seminggu.

Salah satu pedagang di Pasar Daerah Sukadana, Imron, 32, mengatakan, tidak jarang para pembeli mengeluh. Untuk harga bawang merah, sebelumnya Rp45 ribu perkilogramnya. Setakat ini naik Rp5 ribu perkilogram.

“Kalau untuk bawang merah naiknya belum lama. Bawang merah dan bawang putih yang saya jual ini berasal dari Pontianak,” ungkapnya.

Pedagang lainnya mengalami permasalahan serupa. “Sebagai pedagang kecil kita tidak tahu apa penyebabnya. Kita dapat dari sananya mahal, kita jual juga mahal. Jadi kita hanya menyesuaikan saja harga dari sana,” terang Heru, 31.

Menanggapi hal ini, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Kayong Utara melalui Kepala Bidang Perdagangan, Sarwo menuturkan, kenaikan harga bawang putih masih terbilang wajar. Ia mengatakan hal tersebut jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang sudah mencapai Rp95 ribu perkilonya.

Ia menegaskan, jangan sampai hal ini terjadi karena pedagang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan menjelang bulan Ramadan. “Kalau ada pedagang yang seenaknya menaikkan harga barang akan kita berikan sanksi,” tuturnya.

Sarwo juga memprediksi kebutuhan minyak goreng Kayong Utara pada bulan Ramadan ini akan  mengalami peningkatan 80 persen dari hari biasanya. “Untuk stok minyak goreng saat ini, di pasar sebanyak 75 ton, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap minyak goreng sebanyak 77 ton perbulannya sehingga mengalami defisit sebanyak 2 ton,” terangnya.

Kalau dihitung-hitung, lanjut dia, kebutuhan minyak goreng untuk tiga bulan kedepan sebanyak 269,5 ton. Yang akan habis pada bulan Ramadan ini.

Untuk pengawasan stabilitas harga di pasar, pemerintah daerah sendiri telah membuat tim khusus yang diambil dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. “Kita akan melakukan rapat kembali  dengan  Ekbang agar harga gula, minyak goreng, daging, bisa stabil di pasaran. Jangan ada peningkatan. Nanti juga kita akan membentuk tim untuk mengawasi harga di pasar yang akan langsung dipimpin dari Ekbang,” jelasnya.

Belum lagi problem bawang putih yang langka plus mahal teratasi, sehari jelang puasa, harga daging sapi di Putussibau, Kapuas Hulu, tiba-tiba meroket di level Rp170 ribu perkilogram. Sebelumnya, ‘cuma’ di kisaran Rp120 – Rp130 ribu perkilogram. Kata pedagang di sana, itu hal yang lumrah.

“Tahun lalu (jelang puasa,red) juga sama seperti ini, masyarakat juga sudah biasa beli daging dengan harga segitu,” klaim Nursilan, salah seorang pedagang sapi di Pasar Pagi Putussibau, Jumat (26/5).

Menurut dia, kenaikan harga daging ini dipicu tingginya permintaan masyarakat, sedangkan jumlah sapi yang dipotong tak mencukupi. “Kami motong sapi lokal, jumlahnya terbatas sehingga berdampak dengan mahalnya harga daging sapi,” ungkapnya.

Walau disebut-sebut sudah biasa membeli daging sapi Rp170 ribu perkilogramnya, warga Putussibau berharap harga daging ini bisa dikontrol oleh otoritas terkait. Sehingga tidak terlampau mahal.

“Harusnya ada sidak (inspeksi mendadak) dari pemerintah, tapi saya lihat hingga hari ini belum ada,” ucap Erna, salah seorang warga.

Pengawasan, dikatakannya, sangat penting agar penjual daging  sapi tidak menetapkan harga terlampau tinggi. Hal ini, Erna berharap, bukan hanya untuk daging sapi, tetapi bahan pokok lain yang juga berpotensi naik harga.

“Dari awal dicegah dulu lah dari pemerintah, jangan sampai barang di pasar itu naik hingga lebaran,” pintanya.

Senada, Yanti. Ia berharap harga daging sapi bisa dikontrol di pasar, sehingga daya beli masyarakat mampu menjangkaunya. Yanti mengaku hari–hari biasa membeli daging sapi seharga Rp120–Rp130 ribu perkilogram.

“Meski mahal, tetap kami beli, karena memang sudah tradisi di keluarga wajib makan daging setiap nyambut Ramadan,” tuturnya.

RAMADAN DATANG,

HARGA TAK TEREDAM

Melonjaknya harga bawang putih dan daging sapi di beberapa wilayah Kalbar ini tak terlepas dari gagalnya pemerintah menstabilkan harga komoditas tersebut di Ibukota Negara. Memasuki bulan Ramadan, harga sejumlah kebutuhan pangan terpantau masih relatif tinggi.

Di beberapa pasar di Jakarta, bawang putih yang diharapkan pemerintah dapat turun ke angka Rp38.000 perkilogram, faktanya di lapangan masih di kisaran harga Rp50.000 sampai Rp65.000 per kilogramnya.

Toni, 40, salah satu pedagang di pasar Palmerah Jakarta menyatakan, harga bawang putih memang sempat sedikit turun saat pemerintah rutin menggelar operasi dan sosialisasi tentang harga sekitar dua minggu yang lalu. ”Harga grosir bawang putih dari distributor untuk pedagang sempat turun sampai Rp3.000 rupiah perkilogram, dari Rp58.000 menjadi Rp55.000. Namun, harga belum turun lagi. Biasanya sih udah susah turun lagi, apalagi masuk bulan puasa,” bebernya, kepada Jawa Pos.

Dengan harga grosir Rp55.000 perkilogram untuk bawang putih kating dan Rp45.000 perkilogram untuk bawang putih banci, Toni mengaku mematok harga untuk konsumen berkisar antara Rp60.000 perkilogram untuk bawang putih kating dan Rp50.000 perkilogram untuk bawang putih banci.

Menurut dia, selama ini, kiosnya mendapat suplai bawang putih dari agen distributor. Harga jual ke konsumen pun sangat bergantung dari harga grosir yang ditentukan distributor. Toni menceritakan bahwa pedagang bawang putih di pasar Palmerah umumnya disuplai dari dua sumber, yaitu langsung dari Pasar Induk Kramat Jati dan lewat agen distributor.

”Namun harganya nggak beda jauh, paling hanya selisih Rp 1000 sampai Rp 2000 saja,” ujarnya.

Untuk komoditas lain seperti cabai, harga masih merangkak tipis di atas harga normal sekitar Rp32.000-33.000 perkilogram untuk cabai biasa. Di pasar Palmerah, harga cabai terpantau sekitar Rp35.000 per kilogram untuk cabai hijau, cabai merah sekitar Rp 40.000 per kilogram, dan cabai rawit sekitar Rp 70.000 per kilogram.

Sementara untuk gula dan minyak goreng tampak cukup stabil. Gula berada di kisaran Rp 12.500 per kilogram dan minyak goreng sekitar Rp 12.000 per liter. ”Biasanya kalau naik turun hanya sekitar Rp 100-300 saja,” tambah Toni.

Khusus untuk komoditi beras, beberapa jenis ada yang naik dan ada pula yang turun. Namun tidak terasa karena selisihnya tidak sampai Rp 500. ”Naiknya hanya Rp 100-200. Yang saat ini sedang naik adalah beras ramos. Saya jualnya Rp 10.000 per liter. Dibandingkan dua tahun lalu, tahun ini bisa dibilang harga beras cukup stabil,” ujar Sangari, 36, salah satu pedagang beras di pasar Palmerah.

Dari pantauan Jawa Pos di pasar yang lain, yaitu Pasar Grogol dan Pasar Kebayoran Lama, skema harga tak jauh berbeda. Khususnya untuk bawang putih, harga masih berkisar di Rp 55.000 ribu per kilogram sampai Rp 65.000 ribu per kilogram.

”Ya gimana dari sananya sudah mahal. Mau tidak mau kami menjualnya juga dengan harga tinggi,” jelas Siti, 39, salah satu pedagang di pasar Kebayoran Lama.

Selain bawang putih, harga daging sapi di ketiga pasar juga terpantau masih relatif tinggi, yakni berkisar antara Rp 110.000 – Rp 120.000 per kilogram. Sementara untuk ayam harga relatif stabil di kisaran RP 35.000 – Rp 38.000 per ekor.

Menenai kenaikan permintaan, para pedagang mengaku belum banyak merasakan meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen. ”Belum sih kalau awal-awal puasa. Biasanya mulai tinggi itu sekitar H-10 sebelum lebaran,” beber Siti.

Dirjen Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengakui bahwa harga bawang putih memang masih belum seperti yang diharapkan. ”Seperti yang sudah dijelaskan, harga bawang putih memang naik sekitar 27% di kisaran Rp 52.000 akibat berkurangnya pasokan ke pasar,” ujar Tjahya. Untuk itu, menurut Tjahya Kemendag masih berupaya untuk mendorong pengadaan bawang putih untuk menjaga stabilisasi harga jelang lebaran.

Diwawancarai terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Badan Ketahanan Pangan (BKP) Spudnik Sujono menyatakan bahwa ada sedikit kendala dalam pasokan bawang putih dari importir ke pasar-pasar. Bukan karena permainan harga dari pihak tertentu. ”Masalahnya mungkin cuma di rantai pasokan saja,” katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (26/5).

Menurut laporan yang diterimanya, Spudnik menyebut bahwa sejumlah besar bawang impor yang masih tertahan di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. “Karena bawangnya masih belum sampai ke pasar-pasar, mungkin harga belum stabil,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian itu.

Menurut Spudnik, pada Senin (29/5) mendatang, pihaknya akan memanggil seluruh petugas di lapangan serta perwakilan 42 perusahaan importir bawang putih yang telah diberi izin impor oleh pemerintah. ”Akan kami evaluasi, kami mintai keterangan, seharusnya harga tidak boleh naik begini,” ungkapnya.

Spudnik menambahkan, tidak ada alasan bagi importir untuk tidak memenuhi kuota impor yang telah diwajibkan. Resiko kerugian menurutnya tidak bisa dijadikan alasan. ”Di Tiongkok harga bawangnya murah, sedang musim panen juga,” pungkasnya.

 

Laporan: Dedi Irawan, Abdu Syukri, Kamiriludin, Andreas, JPG

Editor: Mohamad iQbaL

Exit mobile version