eQuator – DPR bisa dibilang sudah kalah start dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk urusan menggarap kasus kabut asap. Jauh hari sebelum DPR menggarap usulan pansus kabut asap, DPD sudah lebih dulu. Bahkan, pansus kabut asap DPR kemarin sudah diganjal di paripurna. Sementara pansus kabut asap DPD terus berlanjut.
Lantas bagaimana tindaklanjut dari pansus kabut asap DPD tersebut. Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Ketua Pansus Asap DPD, Parlindungan Purba:
+Pansus kabut asap DPD bernasib mujur tidak seperti DPR, bagaimana awalnya pembentukan pansus ini?
-Jadi begini, pansus asap ini adalah follow up dari kegiatan komite II yang sudah sejak tiga bulan lalu bergerak dan sudah itu ditingkatkan menjadi tim kerja (timja). Pada Oktober lalu saat paripurna kami sudah mengusulkan pansus sebenarnya, tapi belum terwujud lantaran belum memenuhi syarat administrasi sehingga dibentuk timja. Sekarang sudah oke dan sudah disahkan jadi pansus. Jadi cikal bakalnya sudah Oktober lalu saat ada timja pansus asap.
+Lewat pansus ini kita harapkan semua daerah dan komite supaya lebih maju. Anggota pansus juga siap menyambut baik, karena memang ini yang diharapkan masyarakat sekarang. Sebab kalau kami turun saat reses, anggota yang berasal dari daerah asap selalu ditanya apa tanggung jawab kalian, apa kerja DPD?
-Meski kami sudah turun membantu menyebarkan masker, membantu rumah sakit, tapi kita harus bekerja lebih konkret lagi.
+Apakah pansus ini terbentuk lantaran kinerja pemerintah lamban dalam menangani bencana asap?
-Jadi salah satu kenapa perlu ada pansus adalah pertama kami ingin melihat sejauh mana pelaksanaan penanganan bencana asap dan upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi di masa mendatang. Yang kedua, kami ingin melihat respons terhadap RUU penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang pernah kita garap pada 2008. Nanti kami akan mengusulkan lagi supaya masuk Prolegnas. Yang ketiga, kami ingin mengevaluasi, peraturan perundang-undangan yang jadi penghambat daerah dalam menangani bencana asap. Misalnya daerah tidak bisa mempergunakan dana tanggap darurat, karena ada Permendagri yang melarang itu, terus ada Perda-Perda, ada Undang-Undang Lingkungan Hidup yang masih membuka peluang membakar hutan.
+Banyak kalangan menilai pembentukan pansus-pansus hanya akan mengganggu upaya pemerintah menanggulangi bencana asap?
-Oh bukan, justru kita mendukung kegiatan pemerintah, kita kan nggak ada aneh-aneh soal ini. Misalnya, besok kita akan ke BNPB, kan nggak mengganggu itu. Kita memberikan masukan, mengevaluasi apa yang dikerjakan pemerintah. Jadi kita ini justru melihat penanganan kebakaran lahan ini dari aspek kepentingan daerah, jadi kami kan membantu pemerintah.
+Bagaimana pansus asap DPD ini bekerja?
-Jadi dengan pansus ini kita akan berikan masukan supaya semua bergerak. Salah satunya kami akan mengusulkan ada forum komunikasi penanganan kebakaran hutan dan lahan di tingkat nasional, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Misalnya di kabupaten/kota sekali dua bulan ketemu semua stakeholder gunanya memantau, mencegah dan menangani kebakaran hutan. Tentunya hal itu harus didukung dengan APBD juga kan.
Kami juga akan bertemu dengan dirjen-dirjen terkait. Sesudah itu kami akan komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Kehutaanan dan pihak lain yang terkait.
+Apa tanggapan pemerintah terkait pansus asap ini?
-Ya, mereka welcome, kita apresiasi apalagi Presiden Jokowi turun langsung ke lapangan. Kan waktu kami rapat dengan Menteri, Pak Jokowi belum turun ke lapangan. Nah sekarang sudah turun, kami akan mendukung bagaimana supaya cepat membantu pemerintah.
+Bagaimana dengan sanksi bagi pelaku pembakaran hutan?
-Itu juga salah satu komitmen kami. Kami akan bertemu Kapolri untuk mendorong penegakkan hukum agar ke depan kejadian serupa tak lagi terulang.
+Sebenarnya tujuan akhir dari pansus ini apa sih?
-Salah satu nanti outputnya adalah RUU Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang ingin kita golkan. Sesudah itu mengevaluasi peraturan-peraturan yang terkait.
Re-editing: Andry Soe