Di Balik Isu Radikalisme dan Terorisme

Oleh: Sri Wahyu Indawati MPd - Mahasiswi Untan dan Pembina Rohis Remaja

eQuator.co.id – Baru-baru ini, Trump mengunjungi Arab Saudi dalam rangka KTT Arab Islam AS di Riyadh. Kunjungan Presiden Amerika Donald Trump mendesak negara Muslim untuk menolak perlindungan bagi kelompok ekstrem. Dia juga menyerukan isolasi terhadap Iran yang dituduh menjadi penyebab konflik sektarian dan teror (Detiknews, 22/5).

Kunjungan ini tentunya membawa misi tertentu. KTT Arab Islam AS ini menjadi bukti bahwa AS benar-benar mengarahkan kebijakan pemerintah di dunia Islam, dengan kerangka pemberantasan terorisme. Ada 40 kepala negara dunia Islam dikumpulkan dan diceramahi Trump soal terorisme. Seolah hanya Muslim yang bisa melakukan aksi terorisme. Iran dituduh pembuat keonaran, sementara Israel tidak disinggung sama sekali.

Selanjutnya, masing-masing penguasa Muslim, termasuk di Indonesia menyanggupi perintah AS. Masih diberitakan Detiknews, dalam KTT Arab Islam Amerika Serikat yang digelar di Arab Saudi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara soal upaya mengatasi radikalisme dan terorisme. Jokowi menyarankan untuk mengatasi paham tersebut dengan pendekatan agama. Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan, sejarah mengajarkan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme.

Jokowi menjanjikan akan menggunakan pendekatan hard power dan soft power, menjalankan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi melibatkan berbagai pihak. Tentunya selain dengan militer, dilakukan juga dengan pendekatan agama dan kebudayaan.

Di hadapan puluhan pemimpin Muslim yang diundang ke Riyadh, Trump mengaku membawa pesan persahabatan, harapan dan cinta. Pesan yang dibawanya bukan persahabatan, harapan dan cinta yang sesungguhnya. Tapi mengajak para penguasa bekerjasama untuk memerangi umat Islam, dan mempertahankan hegemoni imperialis kapitalis AS. Umat juga perlu menyadari betapa lemahnya kekuatan penguasa menghadapi tekanan AS, justru penguasa memilih bekerjasama dengan rancangan AS.

Hendaknya, semua komponen umat menyadari ‘permainan’ dan tipu daya AS terhadap Islam dan kaum Muslim. Dengan kekuasaan dan kebijakan, pemimpin negara yang bekerjasama dengan AS akan berupaya memberangus ormas-ormas Islam yang dikatakan radikal, mengadu domba antar sesama umat Islam, mengangkat isu-isu SARA, mengarahkan militer untuk mencekal berbagai aktivitas dakwah yang mengancam kekuasaan kapitalis. Bahkan mengatur strategi deradikalisasi dan kontra radikalisasi dengan isu terorisme, hingga sengaja menempatkan agen dalam kelompok-kelompok tertentu agar memusuhi berbagai ormas Islam yang memperjuangkan aturan Allah SWT.

Bisa jadi upaya Jokowi ‘menggebuk’ tokoh dan ormas Islam tidak lepas dari memenuhi komitmen terhadap AS tersebut. Maka, umat tidak boleh tinggal diam dengan kondisi penguasa kita yang lemah terhadap AS. Untuk melawan permainan dan tipu daya AS, maka umat Islam harus bersatu, berani dan menerapkan aturan Allah SWT secara total. Wallahu’alam bi ash-shawab.