Desak Pemerintah Bongkar Pasar Babi

Asetnya Sudah Dihapus, Aktivitas Masih Berlangsung

PASAR BABI. Aktivitas Pasar Babi yang masih terus berlangsung meskipun aset pasar babi tersebut sudah dihapus, kemarin---Dedi Irawan
PASAR BABI. Aktivitas Pasar Babi yang masih terus berlangsung meskipun aset pasar babi tersebut sudah dihapus, kemarin---Dedi Irawan

eQuator.co.id – Melawi-RK. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Melawi didesak untuk segera melakukan pembongkaran Pasar Babi yang berada di kawasan Komplek Pasar Nanga Pinoh, Jalan Kenanga, Dusun Laja Permai, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh. Hal ini mengingat aktivitas pasar yang terletak tepat di depan Vihara Iddi Maitreya tersebut masih berlangsung. Padahal statusnya aset sudah dihapuskan.

“Sebelumnya sudah digelar rapat antara Pemkab Melawi, kami serta pihak Ombudsman RI Perwakilan Kalbar. Dalam rapat itu, disepakati soal relokasi Pasar Babi ke tempat yang lebih ideal,” ujar Lim Sim Mong, salah satu warga yang mendesak pembongkaran Pasar Babi, Kamis (10/5).

Penghapusan aset Pasar Babi ini berawal dari pengaduan warga setempat. Karena lahan yang digunakan untuk Pasar Babi itu berada di bantaran sungai serta dianggap tidak berada di areal yang tepat.

Among, sapaan akrab Lim Sim Mong ini menambahkan, usai penghapusan aset Pasar Babi, Pemkab Melawi seharusnya juga melakukan pembongkaran dan relokasi para pedagang yang berjualan di pasar tersebut.

“Namun sampai sekarang, setelah pertemuan Maret lalu, belum juga dilakukan pembongkaran. Pasar Babi ini juga masih aktif untuk berjualan sampai saat ini,” keluhnya.

Terpisah, Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (Diskumdag) Melawi, Alexander membenarkan perihal penghapusan aset Pasar Babi tersebut. Penghapusan aset pasar tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Melawi, Nomor 030/29 Tahun 2018 yang ditetapkan pada 7 Maret 2018. “Memang aset itu sudah dihapuskan. Hanya untuk melakukan pembongkaran Pasar Babi tentu kita harus ada dana. Karena dana ini belum tersedia,” katanya.

Alexander juga mengungkapkan, Diskumdag tidak bisa langsung bertindak gegabah dan semaunya melakukan pembongkaran usai terbitnya SK Bupati Melawi terkait penghapusan aset Pasar Babi itu. Pihaknya tentu harus melakukan sosialisasi dengan pedagang yang berjualan di sana.

“Pedagang kita panggil dulu, kita harus koordinasi nanti kemana dia akan berjualan. Jangan sampai nanti begitu dibongkar, giliran kita yang dikomplain pedagang. Kita harus hati-hati, walau SK Bupati ini sudah dikeluarkan,” ujarnya.

Alexander menambahkan, solusi untuk para pedagang daging Babi ini tentu harus ada. Apakah nanti mereka berjualan menggunakan keranjang atau lainnya. Bagaimana pun, sambung dia, instansinya tidak bisa mengabaikan kepentingan masyarakat. Karena para pedagang daging Babi ini berjualan juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

“Memang tidak banyak yang berjualan di Pasar Babi ini. Paling tiga atau empat pedagang saja. Itu pun kalau pagi biasa hanya dua saja yang buka. Ke depan tentu akan kita bongkar setelah ada sosialisasi pada para pedagang tersebut,” janjinya.

Terkait status tanah tempat berdirinya Pasar Babi ini, Alexander mengakui bahwa lahan itu bukan aset Pemkab, tapi bangunannya merupakan aset Pemkab. Bangungan pasar tersebut pertama kali dibuat pada 2007 silam dan dua kali direhab pada 2012 dan 2016.

“Penghapusan aset ini juga karena adanya pengaduan warga. Dimana tanah tempat pasar ini berdiri disebut milik penggugat. Hanya saat dibangun pertama kali, tanah itu bukan milik siapa-siapa karena sertifikat penggugat baru ada tahun 2012. Kita juga pertanyakan kenapa komplain ini baru muncul sekarang,” ungkapnya.

Anggota Komisi II DPRD Melawi, Nur Ilham menilai keberadaan Pasar Babi dekat pemukiman warga tentu sudah tidak layak lagi dan perlu ditinjau kembali oleh pemerintah agar dipindahkan ke tempat yang lain. Pihaknya juga sudah meminta pendapat dari pihak Vihara yang berada dekat Pasar Babi tersebut. Hasilnya, mereka sangat menolak keberadaan Pasar Babi.

“Keberadaan Pasar Babi saat ini ternyata dibangun di atas bantaran sungai, sehingga saat kondisi pasang di daerah tersebut, kerap kali masyarakat mengeluhkan aroma tidak sedap yang muncul,” ujarnya.

Selain itu, katanya, kondisi pasar juga sempit dan tidak memiliki tempat parkir bagi pembeli. Karena berada di depan jembatan.

“Yang lebih parah lagi, pasar ini hanya berjarak sekitar 50 meter dari tempat ibadah umat Budha. Bahkan dengan perumahan warga sangat dekat sekali, makanya ini menjadi pertimbangan untuk segera direlokasi,” pungkasnya.

Laporan: Dedi Irawan

Editor: Ocsya Ade CP