eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Permendag RI Nomor 44 Tahun 2012 terkait pelarangan ekspor tengkawang dikeluhkan. Pasalnya, pelarangan tersebut merugikan petani.
“Selain buah khuldi yang dilarang ekspor di dunia, sekarang juga sudah ada buah tekawang,” ungkap Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar saat melakukan pertemuan dengan jaringan tengkawang di Kalbar belum lama ini.
Menurutnya, kebijakan pelarangan ekspor tengkawang ini sudah tidak sesuai semangat nawacita Presiden RI. Lantaran sangat merugikan petani yang telah menanam tengkawang. Dia setuju jika yang dilarang itu hanya tangkai atau batang tengkawang. Sebab jika tak dilarang akan mendorong orang menebang pohon. “Sementara buahnya juga dilarang, lantas untuk apa?” tanyanya.
Rudy membandingkan dengan Permen LHK Nomor P.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dalam lampiran regulasi ini, ada 921 jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Namun tengkawang tidak masuk dalam kategori itu.
Permendag Nomor 44 Tahun 2012 ini sudah seharusnya dicabut. Lantaran bertentangan dengan peraturan terbaru.
“Untuk membantu menggerakkan perekonomian petani di pedalaman Kalimantan,” tukasnya.
Sejauh ini biji tengkawang sudah ditanam masyarakat pedalaman secara turun temurun. Sehingga kebijakan pelarangan ekspor biji tengkawang ini sudah membuat petani di pedalaman resah. Ia menilai, pembinaan masyarakat lewat lembaga non-pemerintah sudah sangat bagus. “Masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah perekonomian lewat buah yang dipanen,” jelasnya.
Dijelaskan Rudy, biji tengkawang bisa dipanen tahunan. Baik dalam skala besar maupun panen kecil. Terlebih dari sisi harga relatif tinggi. “Sekitar Rp6 ribu per kilogram di tingkat penampung,” ungkapnya.
Akan tetapi sejak diterbitkannya Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji tengkawang anjlok hingga 300 persen. Harga biji tengkawang hanya Rp1.500/ kg. Bahkan tidak laku di jual. “Ini yang membuat petani kita mulai menjerit,” ucapnya.
Aturan tersebut sangat tidak berpihak terhadap petani. Alasannya, pihak pengumpul tidak punya alternatif pasar. Sementara di Kalbar, hanya ada satu perusahaan yang bisa menampung biji tengkawang.
Salah satu poin dalam Permendag 44/2012 disebutkan biji tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex 1207.99.40.00. Akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli buah tersebut. Sebab Permendag hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji tengkawang di Kalbar.
“Padahal, jika biji tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya berkali-kali lipat di pasar internasional,” ucap Rudy.
Sejatinya, pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012. Agar biji tengkawang boleh diekspor. Dengan demikian akan sangat membantu petani. “Sebab Permen LHK No P.20/2018 sudah tidak masuk daftar list bahwa buah tengkawang sebagai larangan dari 921,” paparnya.
Potensi tengkawang di Kalbar tersebar di 73 desa di 8 kabupaten. Luasannya mencapai 9.653 kilometer per segi. Dikelola 22.644 kepala keluarga atau 122.122 jiwa.
“Adapun jenis tengkawang yang sudah terdeteksi meliputi tengkawang tungkul, cerindak, rambai, layar, dan tengkawang bintang,” demikian Rudy.
Laporan: Nova Sari
Editor: Arman Hairiadi