Delapan Tersangka Pembakar Lahan (Masih) dalam Proses

Kapolri: Rencana SP3 Karhutla Wajib Digelar di Mabes

ILUSTRASI.NET

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kalbar telah melewati puncak ‘musim kabut asap’. Di bulan berakhiran –ber, hujan turun deras dan kontinyu di Kota Pontianak dan sekitarnya. Tapi, proses hukum terhadap sejumlah pelaku pembakaran hutan dan lahan tetap harus dilakukan. Terutama kepada pihak-pihak yang membakar secara berlebihan.

Kamis (8/9), Direktorat Reserse Kriminal Khusus, melalui Humas Polda Kalbar, merilis data kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) Januari hingga Agustus 2016. Luas lahan yang dibakar 208,15 hektar. Ini yang tercatat sebagai kasus kriminal.

Sejak Maret sampai sekarang, kepolisian telah menetapkan delapan orang tersangka. Mereka adalah warga Kubu Raya Anwar dan Jack, warga Sanggau Batara dan Kasran, warga Ketapang Andoy dan Danol, serta warga Sambas Aphin dan Rahmat.

“Kedelapan orang ini diproses hukum berdasarkan pasal 108 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Kombes Pol Wawan Munawar, Direktur Ditkrimsus Polda Kalbar.

Ia mengakui, dari Maret, baru satu kasus yang hampir selesai prosesnya. “Yang siap untuk kita limpahkan,” ungkapnya.

Bersama para pelaku, sejumlah barang bukti juga diamankan. Mulai dari potongan ban bekas terbakar, dua buah parang untuk menebas, lima buah korek api, tiga buah jiriken, satu buah ember, dan sejumlah potongan kayu yang disinyalir sebagai alat bakar.

Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak, melalui Kabid Humas Kombes Pol Suhadi menyatakan, perlu perubahan mindset banyak pihak dalam melihat persoalan Karhutla ini. “Sebagian besar penyebab bencana Karhutla inikan faktor manusia. Sehingga fokus kita sebaiknya pada upaya pencegahan, biar nggak kalut pada saat kejadian,” terangnya.

Sayang, tidak dijelaskan berapa duit yang telah dikucurkan negara tahun ini untuk mencegah Karhutla yang masih saja terjadi. Dan, tak diketahui pula besaran anggaran pencegahan Karhutla tahun depan. Yang pasti, Suhadi mengimbau banyak pihak untuk bekerja sama dalam mencegah Karhutla.

“Misalnya kita tingkatkan kerja sama Dinas Pertanian dan kepolisian melalui Bhabinkantibmas untuk proses edukasi kepada masyarakat tentang rekayasa teknologi pertanian,” tutup dia.

SP3 KARHUTLA HARUS DI MABES

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengeluarkan kebijakan khusus agar setiap Polda tidak begitu saja mengambil keputusan terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Karhutla. Kedepan, SP3 Karhutla harus melalui supervisi langsung dari Mabes Polri.

”Saya sudah diskusi dengan pak Kabareskrim. Prinsipnya, kasus yang akan di-SP3 terkait dengan Karhutla harus digelar di Mabes Polri,” ujar Tito dalam pernyataannya di depan anggota Komisi III, Gedung DPR RI Jakarta, Senin (5/9).

Kapolri menjelaskan, dengan menyampaikan langsung di Mabes, dirinya bersama Bareskrim bisa mengkaji kelayakan dari pengambilan SP3 itu. Nantinya, ujar Kapolri, gelar pengambilan putusan SP3 juga akan melibatkan Irwasum dan Propam Mabes Polri.

“Jadi pengawasnya banyak. Bisa juga nanti kita bentuk satuan tugas (Satgas), utamanya kasus yang terkait dengan korporasi,” tukas Kapolri termuda itu.

Terkait SP3 15 perusahaan di Riau, Tito juga memberikan penjelasan. Dia menyatakan, 15 kasus yang diberhentikan penyidikannya itu diputus bertahap sejak Januari hingga Mei 2016. Selain karena kurangnya alat bukti, alasan SP3 dugaan pembakaran hutan dan lahan oleh 15 perusahaan juga bermacam-macam.

“Alasannya, terbakar di luar peta kerja, dan (lahan) dikuasai masyarakat. Areal ini dulu milik perusahaan, tapi dicabut pemerintah, otomatis bukan hak yang bersangkutan,” jelasnya.

Terkait munculnya foto yang berisi sejumlah petinggi Polda Riau dengan seorang pemilik lahan hutan di Riau, Kapolri juga memberi penjelasan. Tito menyatakan bahwa dirinya sudah mengirim Propam untuk memeriksa kebenara foto kongkow-kongkow itu.

”Dari hasil pemeriksaan sementara, itu bukan kongkow-kongkow,” terangnya.

Menurut dia, foto itu terkait dengan dikirimnya tim dari Mabes Polri untuk melakukan pemeriksaan kasus Meranti. Kapolri mengaku dirinya sendiri yang mengirim tim untuk kasus terkait pembunuhan aparat polisi itu. Nah, saat tim dari Mabes datang, sejumlah petinggi Polda ikut menemui tim dari Mabes Polri itu untuk ramah tamah.

”Biasanya, saat tim datang, yang satu letting (angkatan, red) ingin bertemu, makan-makan lah di restoran tempat di foto itu,” ucap Tito.

Saat berada di restoran, tim mabes dan dari Polda Riau bertemu dengan pemilik restoran. Lalu, ada satu orang lain yang diketahui seorang pengusaha kelapa sawit juga berkenalan dengan tim mabes dan Polda Riau.

”Pengusaha sawit ini tidak terkait dengan 15 perusahaan yang di SP3. Jadi kalau ini dikait-kaitkan, tidak tepat,” bantah Kapolri.

Menurut dia, setelah bertemu, mereka kemudian kembali ke meja masing-masing. Hasil pemeriksaan sementara itu akan dikembangkan dalam proses pemanggilan di Mabes.

”Nanti dipanggil di Mabes pada minggu-minggu ini,” tekannya.

Menanggapi paparan Kapolri terkait Karhutla, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Supratman Andi Atgas menyatakan bahwa keputusan SP3 sejatinya bukan barang haram. Namun, seyogianya keputusan itu disampaikan terbuka kepada publik. Apalagi, kasus karhutla menyita perhatian masyarakat, akibat kejadian asap tebal yang terjadi tahun 2015.

”Proses SP3 itu katanya kan dari Januari sampai Mei, jika disampaikan secara terbuka dan bertahap, saya kira tidak akan menimbulkan kecurigaan publik,” tutur Supratman.

Sementara, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Alhabsy menilai, SP3 itu jelas mengusik rasa ingin tahu publik. Jika alasannya kekurangan alat bukti, seharusnya kepolisian menerapkan azas tanggung jawab mutlak.

”Bebankan azas tanggung jawab mutlak, nanti biar pengadilan yang menentukan,” pintanya.

Menurut Aboe, SP3 seharusnya memiliki pertimbangan yang kuat. Opsi agar publik melakukan praperadilan terhadap sebuah keputusan SP3 dinilai bukanlah keputusan yang tepat. ”Kalah membiarkan praperadilan, sama saja membebankan hal itu pada publik,” tegasnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembanguan Arsul Sani menyatakan bahwa dirinya melihat sejumlah catatan kritis terkait keputusan SP3 kasus karhutla. Menurut dia, Polda Riau dalam hal ini tidak memiliki upaya yang cukup untuk membuktikan kasus tersebut.

”Pemilihan saksi ahli misalkan, apa tidak ada upaya mencari ahli lain, kesannya hanya secukupnya saja,” kata Arsul.

Dalam hal ini, catatan tambahan adalah terkait keluhan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian LHK menyatakan ketidakpuasan atas keputusan itu.

”Nampaknya tidak ada koordinasi dengan pihak terkait atas kasus ini,” ujar Sekjen PPP itu. Meski begitu, Komisi III dalam hal ini mengapresiasi atas rencana perbaikan Kapolri terkait penyelesaian kasus karhutla.

Laporan: Marselina Evy, Jawa Pos/JPG

Editor: Mohamad iQbaL