eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Wilayah Provinsi Kalbar Taufan Febiola, menyampaikan bahwa unsur kerahasiaan data serta informasi yang diberikan oleh peserta tax amnesty menjadi poin penting dalam Undang-Undang tentang tax amnesty.
“Dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak pasal 20, data dan informasi yang diberikan tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan, dan atau penuntutan tindak pidana apapun,” katanya, belum lama ini.
Sejalan dengan itu pula, petugas atau aparat yang mengakomodir data serta informasi tersebut sangat tidak dibenarkan untuk membocorkan kerahasiaan itu kepada siapapun, termasuk penegak hukum.
“Tidak dapat diminta oleh siapapun dan diberikan pada pihak manapun berdasarkan peraturan dan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan wajib pajak sendiri. Itu dijelaskan di pasal 21,” ujarnya.
Taufan mengatakan, banyak “fasilitas” yang diberikan negara kepada para wajib pajak agar dapat memanfaatkan tax amnesty. Namun sebaliknya, negara juga memberikan peringatan keras bagi wajib pajak yang masih membandel.
“Sanksi PPH sebesar 200 persen, sebagai konsekuensi jika wajib pajak yang tidak melaporkan seluruh hartanya,” jelasnya.
Taufan mengatakan, adapun salah satu semangat yang digulirkan dalam penetapan tax amnesty sebagai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016, karena pemerintah membutuhkan banyak dana untuk melakukan pembangunan, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh semua rakyat Indonesia.
“Negara ini membutuhkan banyak dana untuk pembangunan rakyat,” pungkasnya.
Dengan kata lain, melaporkan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak secara baik, maka sama artinya yang bersangkutan telah berkontribusi dalam pembangunan negara ini.
“Namun masih banyak wajib pajak yang belum patuh dan membayar pajak. Padahal menurut Undang-Undang, pajak itu wajib bagi semua warga negara,” demikian Taufan.
Laporan: Fikri Akbar
Editor: Arman Hairiadi